Menjadi anak sulung memang bukan perkara mudah. Kau harus berusaha keras dan menjadi contoh. Bahkan, tak jarang kau harus mengalah dan berkorban.
Perkenalkan, Namanya Aleza Davina, biasa disapa Za atau Ale. Dia adalah putri sulung yang berasal dari keluarga sederhana dan tak terpandang. Hanya seorang anak pekerja buruh kasar yang sederhana. Ayahnya bekerja sebagai kuli bangunan dan Ibunya bekerja sebagai Ibu rumah tangga. Aleza memiliki kedua adik, laki-laki dan perempuan. Mereka Fanya Camella dan Edgar Sebastian. Mereka masih kecil dan sangat polos.
Siang itu, sebelum pulang sekolah, Ale menyempatkan diri untuk membeli roti dan juga air mineral. Namun, Ale kalah cepat dengan bel pulang sekolah. Akhirnya Ale menunda acara makannya dan memilih untuk pulang lebih awal.
Pihak sekolah mengumumkan bahwa ada rapat guru untuk mempersiapkan perayaan hari jadi kota mereka. Ada banyak persiapan yang sudah mereka lakukan. Beberapa dari mereka terpilih menjadi penari, pemain musik, dan lainnya. Semua itu dilakukan sebagai bentuk perayaan hari jadi kota Palembang 2 bulan lagi.
Kebetulan Ale kedapatan bagian menari dan mereka sudah mantap latihan. Jadi, Ale putuskan untuk pulang duluan.
Hatinya tak enak, entah karena apa. Yang pasti, perasaannya mengatakan bahwa Aleza harus cepat pulang.
Ale melangkahkan kakinya dengan cepat. Ia menunggu angkutan kota yang lewat di simpang jalan, namun sangat lama. Lama Ale menunggu, hingga akhirnya dapat juga.
"Udah nunggu lama ya neng?" tanya pak supir itu pada Ale. Dia sudah mengenal Aleza. Namanya Pak Dandy. Sejak Ale SMP memang Ale selalu menaiki angkutannya, dan sekarang SMA Ale juga berada di jalur lintasannya. Jadilah Pak Dandy semakin mengenal Ale.
"Iya, Pak. Pangkalan sunyi ya?" tanya Ale ramah.
"Iya, kenapa pulang cepat? gak biasanya?" balasnya penuh keheranan. Jelas, ini masih pukul 11.00 WIB dan Ale sudah berada di angkutannya. Padahal, Ale biasanya baru akan pulang sekolah sekitar pukul 14.00 WIB.
"Ada rapat, Pak. Jadi, kami pulang lebih awal," balas Ale melihat ke arah depan. Kemudian, Pak Dandy hanya mengangguk. Setelah itu, tak ada lagi percakapan yang berarti di antara mereka.
Tanpa mengatakan pinggir atau kiri, Pak Dandy sudah meminggirkannya. Aleza turun dengan perlahan sembari memberi ongkos dan berlalu.
Sesampainya di persimpangan rumah, entah mengapa langkah kakinya terasa berat dan perutnya bergetar.
Aleza lupa, ternyata dirinya belum makan. Tadi pagi, Ale tak sempat sarapan dan beginilah jadinya. Ale membuka tas dan mengaduknya, mencari makanan dan minuman yang bisa mengganjal perut, setidaknya sampai tiba di rumah.
Baru Ale ingin membuka plastik roti itu, tiba-tiba saja roti itu terjatuh. Beruntung, roti itu masih terbalut dengan plastik. Segera Ale ambil kembali roti itu. Dilihatnya setiap sisi dari roti itu. Masih bersih. Ale membersihkannya sedikit, lalu menaruhnya kembali ke dalam tas. Ia tak jadi memakannya, mungkin makan di rumah lebih nyaman, pikirnya.
Entah apa yang terjadi, kini hati Ale memaksanya untuk segera pulang. Dilangkahkan kakinya panjang-panjang agar cepat tiba di rumah.
Setibanya di dekat perkarangan, Ale mendengar suara teriakan beberapa orang, dan itu semakin membuatnya panik. Hingga suara asing lagi semakin kuat terdengar di indera pendengaran Aleza.
Prang... Bhugg!
Suara itu bertubi-tubi menggelegar. Ale mendengar terkejut mendengar suara itu.
Sebelum Ale sampai, Ia melihat dua orang lelaki dewasa yang hendak keluar dari rumahnya. Mereka menatap Ale dari kejahuan lama---- dan lanjut berbicara pada Ayahnya Aleza. Aleza panik!

KAMU SEDANG MEMBACA
She Is My Shinning Angel
General FictionBerawal dari kehidupan keluarga yang terlilit hutang, Aleza Davina minggat dari rumah. Pergi dengan membawa segala berkas beserta baju yang pas-pasan, ia berniat memulai hidup baru. Bertemu dengan Maxime Geodeva yang memiliki wajah tampan, nan dingi...