Selamat Membaca
"Ibu!!"
Suara teriakan Ale memanggil Ibunya. Hari ini, dia sudah mengumpulkan banyak uang, untuk membayar hutang itu. Kebetulan Ale mempunyai bos yang baik hati. Ia memberikan Ale gaji di muka dan itu menambah total uang keseluruhan.
"Ya ampun, kenapa kau selalu berteriak, Za? Lihat, adikmu bahkan baru tidur."
Ale menyesali perbuatannya malam ini. Karena terlalu bersemangat, Ale sampai melupakan waktu. Ya, hari ini Ale sudah bekerja paruh waktu di rumah makan cepat saji itu. Dan ia pulang larut malam.
Ale baru menyadari bahwa kini sudah jam sudah menunjukkan pukul 23.00. Ale meringis merutukki kebodohannya yang bisa-bisanya berteriak malam-malam begini.
"Jika ingin mengatakan sesuatu, ayo, kita ke dapur!"
Ale mengikuti langkah kaki Ibunya dan kini mereka sedang duduk berdua berhadapan.
"Ada apa?" Ibu mulai buka bicaranya dan Ale sudah merangkai kata-kata apa yang akan dipilihnya untuk mengatakannya pada Ibu.
"Begini, Bu. Aku.. aku sudah hampir mengumpulkan uang yang dibutuhkan Ayah untuk membayar hutangnya. Ah.. maksudku hutang kita," ralat Ale takut Ibunya tersinggung.
"Kau sudah mengumpulkannya?" ada wajah tak percaya di kalimat dan pertanyaan Ibu dan Ale mengangguk menanggapinya.
"Iya, Bu! Aku sudah hampir mengumpulkan seluruhnya. ah setidaknya RP. 10.000.000 lagi."
"Dari mana itu semua? Itu halal, bukan?" Sungguh, Ale sebenarnya tak menyukai nada bicara Ibu yang keliatannya mencurigai dirinya. Apa Ibu tak sadar, bahwa Ale pulang selarut ini hanyak untuk bekerja mengumpulkan uang itu?
"Tentu, ini halal Bu! Ini adalah kumpulan uang tabunganku, Edgar, Fanya, Ibu, Ayah dan pinjaman pada Gerald." Ale Sungguh bersemangat mengucapkannya. Dan sampai lupa melihat ekspresi Ibu. Kemudian, Ale lanjut lagi berkata, "Aku meminjam uang pada Gerald sebanyak RP. 5.000.000 dan aku sudah menerima gaji di muka dari bos ku, Bu, dan kini kita hanya perlu menggadaikan beberapa barang lagi, agar dapat sepenuhnya kita kumpulkan uang itu dan kita---"
"CUKUP!" Teriakan Ibu sukses membuat Ale terdiam, tak melanjutkan perkataannya lagi. Ale kira Ibunya akan senang dan memuji perbuatannya, nyatanya tidak.
"Hentikan semua omonganmu, Za. Ibu tak mau lagi mendengarnya!" Aneh. Kenapa Ibunya berkata seolah menolak Ale membantu meringankan beban?
"Tapi, Bu, kenapa Ibu seperti ini? Apa yang salah dengan ucapanku? Heuh?"
"Kau meminjam uang atau apa? Hah? Kenapa secepat itu?"
"Bukankah harusnya Ibu senang akhirnya aku dapat memenuhi permintaan mereka, Bu?"
"Tidak, Za! Seharusnya kau tidak perlu meminjam uang, apalagi pada Gerald. Kau tahu apakah itu uang miliknya atau bukan?"
"Maksud Ibu? Ibu menuduhnya yang bukan-bukan?"
"Iya, bagaimana mungkin seorang anak SMA memiliki uang sebanyak itu?!"
"Dia menabung, Bu. Apa Ibu tak ingat, bahwa ia sering mengikuti lomba dan menjurainya? Dan sebagai hadiahnya, dia mendapatkan uang, Bu." Ale menekankan nada bicaranya, berharap Ibu dapat memahaminya.
"Tidak! Ibu tak percaya! Sekarang cepat kembalikan uang itu padanya. Ibu tak mau menerimanya!"
"Baik! Jika Ibu tidak mau menerimamya, aku akan mengembalikannya. Tapi, beri aku alasan mengapa aku tak boleh menerima pinjaman uang dari Gerald, Bu?" Ale sudah menurunkan nada bicaranya. Dia sadar, berbicara dengan orangtua memang tak boleh kasar. Apalagi seorang Ibu, yang selama sembilan bulan lebih merawat kita dalam kandungan.
Terlihat wajah Ibu tercengang mendengar pertanyaan Ale. Ibunya seperti bingung memilih kata-kata yang akan dia susun untuk dikatakan pada Ale.
"Soal Itu, kau tak perlu tau! Ini ada urusan Ibu, dan kau sebagai anak harus mengikuti!"
Entah bagaimana, Ibu terus membentak Ale setiap Ale mengatakan pinjaman uang. Apa yang salah dengan itu? Bahkan, Gerald memberikan waktu tanpa batas untuk membayarnya.
"Tapi, Bu... Tolong beri aku alasan mengapa aku harus mengembakikannya?" Ada nada memohon dalam kalimat Ale barusan. Sesungguhnya, hati kecilnya menangis. Tapi, tidak ia tunjukkan dalam bentuk tangisan sesungguhnya.
"Kau ingin melawan Ibu, begitu?" Nada-nada yang dikeluarkan ibunya, semakin membuat nyali Ale menciut. Dia benar-benar tak bisa melawan lagi, atau bertanya sepatah kata lagi, kalau sudah seperti ini kejadiannya.
"Bukan, Bu. Aku hanya ingin bertanya. Apa Ibu sulit menjawabnya?" Terlihat kening Ibunya mulai mengkerut. Mata elang yang tajam itu sukses membuat Ale tak berani lagi. Mungkin, memang Ale yang harus mengalah dengan mencari jalan keluar yang lain.
"Kalau begitu hapus keinginanmu itu, dan kerjakan apa yang Ibu perintahkan!" Ibunya sudah pergi, melenggang, menjauh dari keberadaan Ale.
Kini Ale terduduk di lantai. Ia mulai menangis dalam diam. Mengapa akhir-akhir ini Ibunya jadi sering marah padanya? Bukankah dulu Ibu adalah orang yang paling disayang dan menyayangi Ale? Tapi, kenapa jadi begini?
Ibu... Aku hanya ingin bertanya. Apa itu keinginan yang terlalu sulit? Aku hanya ingin menyelamatkan keluarga kita, Bu. Bukan hal lain. Aku tak mungkin pergi dan lari dari masalah ini yang akan membuat kalian dalam bahaya? Tapi, aku juga tak mungkin memenuhi permintaan preman itu dengan mengambil salah satu dari organ tubuhku yang sepasang. Ginjal dan mata. Itu terlalu sulit untuk kuikhlaskan. Aku membutuhkan organ yang lengkap untuk menjadi orang sukses sesuai keinginanku.
Ale menghapus jejak air matanya yang sempat lolos. Kini, ia bangkit berdiri menuju kamarnya. Terlalu lama menangis membuatnya lelah. Sepertinya, sekarang dia ingin istirahat dulu.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
She Is My Shinning Angel
General FictionBerawal dari kehidupan keluarga yang terlilit hutang, Aleza Davina minggat dari rumah. Pergi dengan membawa segala berkas beserta baju yang pas-pasan, ia berniat memulai hidup baru. Bertemu dengan Maxime Geodeva yang memiliki wajah tampan, nan dingi...