Hari ini adalah hari Senin dan Ale mengikuti upacara dengan hikmat.
Lagu Indonesia yang berkumandang, dinyanyikannya dengan bersemangat. Ya, hari ini upacara bendera yang dibawakan oleh kelas X-MS F.
Sabtu siang hingga sore lalu, mereka sudah berlatih, dan beginilah hasilnya.
Seusai upacara, Ale melepaskan topi abu-abu yang terdapat logo sekolahnya di sebelah kanan. Di sana, di lapangan sekolah Ale mengusap butiran keringatnya yang sudah membanjiri dahi.
"Mau beli minum?" Tawaran Ami dibalas gelengan oleh Ale. Tadi pagi, sebelum berangkat sekolah Ale sudah mengisi botol minumnya dan untuk apa beli kalau begitu, bukan?
Melihat gelengan dari Ale, membuat Ami langsung pergi ke kantin. Dia takut kelamaan karena jam kedua akan diisi oleh guru Fisika mereka.
Setelah merasa tak berkeringat lagi, Ale memasukki ruangan kelasnya dengan perlahan. Di sana, masih sepi. Beruntung, Pak Prasetyo belum masuk.
Ale menenggak air minum yang sudah dibawanya dari rumah. Suara air mengalir dari tenggorokkannya begitu ketara. Mungkin, Ale terlalu haus, karena cuaca tadi pagi memang panas, ditambah lagi Ale berdiri di bagian paduan suara yang jauh dari jangkauan pohon rindang.
"Bagaimana kemarin pertemuan pertama ekskul ilmiahnya? Seru?" Dari nada bicara Ami, sepertinya dia sangat penasaran. Ale hanya tersenyum tipis sambil menggelengkan kepala.
"Tidak seru, ya?" tanya Ami lagi berusaha memastikannya pada Ale.
Mendengar itu, Ale sepertinya baru tersadar, bahwa dirinya salah memberikan respons.
"Bukan itu. Maksudku sangat seru. Iya, sangat seru." Kekehan dan cengiran khas Ale yang memperlihatkan deretan gigi putihnya menjadi tanda tanya besar bagi Ami.
"Yang benar?" pertanyaan Ami diangguki oleh Ale. Dia tersenyum sambil mengangguk samar.
Tiba-tiba pintu kelas terbuka, dan di sinilah mereka semua. Terdiam, bagai patung menunggu kehadiran pak Prasetyo.
"Hehehe." Sebuah cengiran dari Fadli, ketua kelas X-MS F sambil menggaruk kepalanya yang terluhat saat pintu kelas itu terbuka.
Semua anak-anak langsung menyorakinya dan membuat Fadli jadi tertawa lagi.
"Sabar, kawan-kawan. Ini aku dapat info. Pak Prasetyo gak jadi datang. Beliau ada panggilan mendadak, jadi minggu depan baru akan hadir. Untuk mengisi kekosongan waktu, kita disuruh ngerjakan LKS hal 23 sampai 26, soal pilihan ganda dan isian."
Mendengar hal itu membuat sebagian siswa bahagia, juga ada yang merengut. Pasalnya, tugas itu terlalu banyak dan susah. Bagaimana tidak susah kalau sudah berhubungan dengan fisika ya 'kan?
Kebanyakan dari mereka menutup buku dengan cepat, walau ada sebagian dari mereka yang membukanya untuk mengerjakan.
Ikan sepat, ikan gabus.
Lebih cepat, lebih bagus.Seperti itu kira-kira.
Lain dengan Ami, dia sejak tadi langsung menutup buku fisika milik Ale.
"Pokoknya ceritakan dulu kejadian kemarin! Waktu itu kau tak jadi menjawab pertanyaanku kan? Jadi sekarang waktu yang tepat! Ayolah nanti aja ngerjainnya, pr itu, bukan dikerjakan di sekolah ya kan. "
Memang benar, sewaktu Ami bertanya tempo lalu, keburu bel berbunyi dan sekarang mau tak mau Ale harus menceritakannya, walau rasanya belum siap.
"Huh. Baiklah." Ale menarik napasnya panjang dan mulai menceritakan pengalamannya pada Ami.
"Jadi waktu itu kau ingat kan kalau aku tidak bisa menertibkan satu orang siswa?" Ami menganggukan kepala cepat karena kepo. Sejak tadi, Ami memegang bungkus kacang yang sudah dipersiapkannya sebelum mendengar cerita Ale.
Ami terus mengunyah kacang itu, sementara Ale dengan lancar menceritakan pengalamannya di ekskul barunya.
"Jadi dia itu--"
"Kruk-kruk!" Suara kacang atom yang dimakan Ami, mengganggu pendengaran Ale. Ale menjeda ceritanya, memberi kode pada Ami dan Ami langsung paham. Sesegera mungkin Ami menyimpan kacang itu ke dalam laci dan membersihkan tangannya yang kotor.
"Oke, baik. Silahkan lanjutkan ceritamu, Le," seru Ami sambil menyengir.
"Jadi, dia itu orang yang sama dengan ketua ekskul ilmiah," bisik Ale dengan pelan, ia takut kedengaran orang lain.
"Apa?! Dia Kak Max?!!" suara teriakan Ami yang tak tau diri menjadi pusat perhatian seluruh siswa kelas X-MS F. Ale langsung memalingkan wajahnya danpura-pura menulis. Dia malu bukan main, bisa punya teman seperti Ami yang mulutnya seperti toa.
**
"Aduh.. ya ampun. Sorry, Le. Aku gak sengaja. Syok tau!" seru Ami setelah mereka pulang, berjalan menuju simpang sekolah.Ale masih bersidekap, tak mau berkomentar dengan perkataan Ami. Setelah kejadian Ami yang mendadak menjadi toa, Ale menjadi sasaran empuk tatapan seluruh teman sekelasnya. Memang, tak banyak pertanyaan yang keluar dari mereka. Hanya saja, gara-gara itu, Ale harus menjawab beberapa pertanyaan dari teman sekelasnya yang kebetulan dekat dengan mejanya juga Ami.
"Ayolah, jangan meranjuk, Le. Ya. Ya. Ya" Ami berulang-ulang tersenyum dengan mata berbinar, berharap Ale mau bercerita lagi. Ami masih penasaran sekali bagaimana kelanjutannya.
"Lain kali jangan gitu ya? Kau tau kan, Mi mereka sudah aneh padaku," seru Ale menoleh ke arah Ami.
"Iya. Janji." Seusai mengatakan itu, Ale mulai melanjutkan ceritanya lagi.
"Jadi, satu orang yang tak bisa kau tertibkan itu Kak Max, Le?" tanya Ami yang dibalas anggukan dari Ale. Ami kembali syok dan mengipas-kipaskan wajahnya yang terasa memanas.
"Kok bisa?" Ami kembalu bertanya dan mengalirlah cerita Ale.
"Waktu itu aku berdiri di lantai dua, memastikan semuanya aman. Tetapi, ketika aku melihat ke bawah, aku liat Kak Max duduk menyandar di pohon sambil membaca buku. Karena aku merasa itu kewajibanku, ya sudah aku ingin menasehatinya dan menyuruhnya masuk kelas. Tapi---" Ale seolah sungkan untuk melanjutkan kata-katanya.
"Tapi apa?" tanya Ami penasaran sekali. Dia sampai melotot dan menggoyangkan pundak Ale, memaksa Ale untuk menajutkan cerita.
"Tapi, ketika aku turun ke lapangan dan memergokinya tak masuk di jam pertama, dia tak menyahut. Ternyata dia pakai ear phone. Aku jadi geram, ya kubuka aja ear phonenya dan kutarik bukunya. Eh.. dia malah menatapku tajam, lalu pergi."
"Ya ampun, Le. Kau ini! Masa kau gak tau Kak Max. Jadi, gimana waktu rapat pertama ekskul ilmiahmu?" Ami semakin syok mendengarkan setiap penjelasan dari Ale.
"Hah!! Itu dia, Mi!! Malunya aku." Ale langsung menutup wajahnya, mengingat kejadian tempo lalu.
"Itu dia, gimana?" tanya Ami semakin kepo. Dia sampai-sampai-sampai dia menggoyangkan badan Ale yang sedang duduk di bangku taman sekolah.
"Itu itu. Kak Max melihatku tajam sambil tersenyum."
Setelah mendengarkan itu, Ami malah berubah ekspresi. Dia tersenyum semakin mendekat ke arah Ale sambil berkata, "Kalau itu bagus, dong. Dia kayanya suka tuh samamu. Dia biasanya gak pernah senyum soalnya."
Mendengar itu, Ale semakin frustrasi.
"Dia tersenyum devil, Mi. Akhh aku jadi takut. Kenapa juga kemarin aku sok-sokan tegas. Akhh!!"Kini, Ale mulai seperti kemarin lagi. Dia menjambaki rambutnya tak tentu arah dan membuat Ami syok berat.
"Sepertinya kau dalam bahaya, Le," seru Ami dengan nada rendah.
A/N
Hai-hai Aku kembali. Wkwkw Lama tak berkunjung ke dunia orange. Mumpung lagi libur.Selamat Tahun baru Hijriah
(1 Muharram 1440 Hijriah)💐 buat teman-temanku yang merayakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
She Is My Shinning Angel
General FictionBerawal dari kehidupan keluarga yang terlilit hutang, Aleza Davina minggat dari rumah. Pergi dengan membawa segala berkas beserta baju yang pas-pasan, ia berniat memulai hidup baru. Bertemu dengan Maxime Geodeva yang memiliki wajah tampan, nan dingi...