Selamat Membaca
"Ibu, Aku pulang!" Teriak Ale saat tiba di rumah. Sudah seminggu ini Ale tak lagi bekerja di rumah makan itu. Ale tak mau memicu emosi Ibunya lagi.
"Kau sudah pulang? Ibu kira kau pulang malam lagi," balas Ibunya membuat hati Ale menciut.
"Aku sudah tak bekerja lagi, Bu. Sudah kuputuskan untuk berhenti."
"Kenapa baru sekarang?" balas Ibunya semakin memojokkan Ale.
"Ayolah Ibu, jangan marah. Sungguh, aku begini hanya untuk meringankan beban keluarga," balasnya semakin lemah.
"Dengarkan Ibu baik-baik Aleza Davina! Kau bekerja atau pun tak bekerja itu sama. Kau sama-sama tak akan berguna lagi! Ayahmu sudah menekam di penjara dan sekarang usahamu tidak ada artinya lagi. Kau tidak bisa membantu orangtua. Lebih baik kau pergi!" Bentak Ibunya keras. Mata Ale sudah memanas, sejak tadi Ale terus menahan air matanya, namun kini Ale tak bisa menahannya lagi. Air matanya mulai jatuh walau sudah ditahan. Ale menangis dalam diam. Tapi, tak lama tangisnya mengeras. Suara jeritan hatinya yang selama ini terpendam, terkuak sudah.
Ale berlari menuju kamarnya dan menutupnya erat. Hanya ada Ale dan Ibunya. Ale sangat bersyukur, meski sedang dalam keadaan seperti ini. Setidaknya Anya dan Edgar tidak perlu melihatnya sekacau ini.
Kini, pikiran Ale mulai melayang. Apa yang harus dia lakukan? Ibunya sudah mengusirnya dan Ibu benar-benar tak menyukai Ale lagi. Tapi, bagaimana dengan Ayahnya yang berharap penuh padanya?
Ale butuh teman untuk bercerita, tapi Gerald sudah menjauhinya. Siapa lagi yang dimilikinya? Hanya Tuhan saat ini tempatnya mengadu.
Ale berdoa kepada Sang Pencipta dan meminta jalan keluar. Setelah curhat dengan Sang pencipta, hatinya merasa longgar. Setidaknya Ale sudah mempunyai jalan keluar.
Maafkan aku Yah.. Ral.. Anya, Edgar, aku tak hisa bertahan lebih lama lagi di rumah ini. Aku tidak tahan.
Segera dikemasinya pakaian yang seadanya dan tak lupa membawa uang tabungan yang dia miliki serta berkasnya. Selama beberapa bulan ini, Ale sempat bekerja di tempat makan, dan gajinya lumayan untuk dipergunakan. Belum lagi, uang Gerald yang ia pinjamkan pada Ale. Setidaknya, ini bisa menjadi bekal untuk Ale mengadu nasib di tempat lain. Mengenai sisa uang yang sudah dikumpulkan mulai dari tabungan Anya, Edgar dan lainnya, itu semua sudah jatuh di tangan Ibunya Aleza.
Ditulisnya sebuah surat untuk Ayahnya pertama kali.
Ayah...
Saat kau membaca surat ini, itu artinya aku telah pergi.
Maaf bila aku selama ini mengecewakanmu. Tapi, sungguh tak memiliki niat seperti itu. Aku hanya ingin memiliki masa depan yang cerah dan membahagiakan Ayah kelak.Maaf jika aku menolak untuk melunaskan hutang Ayah dengan cara yang mereka inginkan. Aku benar-benar tak bisa hidup hanya dengan satu ginjal juga satu mata, Ayah.
Aku ingin ginjal yang lengkap agar dapat bekerja keras. Aku ingin membanggakan dan membahagiakan Ayah dengan usahaku sendiri. Aku juga ingin mata yang lengkap untu melihat dengan jelas seberapa indah ciptaan Tuhan untuk kunikmati.
Sekarang, Aku sudah memulai hidup baru, Ayah. Tanpa Ayah. Ibu, Anya dan Edgar. Hanya dengan diriku sendiri. Maaf Jika keputusan ini terkesan terburu-buru dan sepihak. Ada beberapa alasan kuat yang menuntutku untuk melakukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
She Is My Shinning Angel
פרוזהBerawal dari kehidupan keluarga yang terlilit hutang, Aleza Davina minggat dari rumah. Pergi dengan membawa segala berkas beserta baju yang pas-pasan, ia berniat memulai hidup baru. Bertemu dengan Maxime Geodeva yang memiliki wajah tampan, nan dingi...