15-Patroli pertama

80 21 43
                                    

"Dia--" Perkataan Kak Santi langsung terhenti, saat orang yang berada di sampingnya sejak tadi sudah beranjak.

"Ah, ya sudah kau diterima ya, Dek. Selamat bergabung di ekskul ilmiah." Santi menjabat tangan Ale dengan hangat, meski sejak tadi pandangan mata Ale tak lepas dari lawan bicara kak Santi, yang belum diketahui Ale siapa namanya.

***
Sudah sehari ini sejak  mendaftarkan diri, dia mendapat arahan dan bimbingan dari Nicho dan teman-temannya. Dan sekarang adalah hari terakhir bimbingan mereka, sebelum besok akan melaksanakan tugas perdana mereka.

Hari ini adalah hari Rabu, besok adalah jadwal Ale untuk patroli. Dia bersama dengan Kevin, Amelia dan Hagai berkeliling sekolah, memantau kebersihan dan mengawasi gerbang sekolah.

"Hagai, kau dengan Amelia aja ya patrolinya, biar aku yang bersama Ale," seru Kevin setelah mereka baru keluar dari tempat bimbingan PKS.

"Bilang saja kau mau modusan!" celetuk Ame sambil mencebik bibirnya. Tak lama, mereka pergi membubarkan diri untuk kembali ke ruangan kelas.

Mengenai orang yang bersama kak Santi, sampai sekarang Ale tak mengetahuinya. Ale tak punya teman untuk ditanyai mengenai identitas laki-laki yang bersama dengan Kak Santi tempo lalu.

Sebelum benar-benar pulang, Ale menyempatkan untuk berbicara dengan Ami. Ale takut kalau Ami akan berlarut-larut marah. Sudah seharian sejak kemarin mereka berdua tidak bertegur sapa. Ale sebenarnya ingin menyapa Ami, tapi dia segan dan takut kalau tidak mendapat respons dari Ami. Maka dari itu, sekarang saatnya Ale untuk meminta maaf. Dia takut memperkeruh keadaan.

"Ami.. aku minta maaf," seru Ale seperti suara cicitan yang sangat pelan. Mendengarkan itu, sebuah lengkungan yang tercipta dari bibir Ami.

"Sudahlah, Le. Aku juga hanya marah sesaat." Setelah mengatakan itu, Ami terkekeh geli dan merangkul Ale gemas.

"Jadi, kau gak marah 'kan?" tanya Ale yang dibalas gelengan cepat oleh Ami.

"Ah, syukurlah. Kalau bukan kau, siapa lagi temanku." Ale membalas rangkulan Ami dan mereka melangkahkan kaki untuk pulang, karena sejak tadi bunyi bel sudah terdengar.

Selama di perjalanan, mereka tak henti-hentinya bercerita. Mulai dari hal penting sampai yang tidak penting.

"Mi, aku udah diterima di ekskul Ilmiah!" seru riang Ale dan mendapat balasan cengo dari Ami.

"Apa?! Yang benar saja, Le? Aku saja tidak jadi mendaftarkan diri ke sana," balas Ami setelah menetralkan rasa keterkejutannya.

"Tapi.. tapi kau bilang kau akan bergabung, Mi?" tanya lirih Ale dengan cemas.

"Tadinya, sekarang tidak. Banyak kakak kelas yang menggosipi ekskul itu. Aku jadi berubah pikiran," ujar Ami sambil bersidekap di depan simpang sekolah, menunggu angkutan kota lewat. Kalau Ale, dia hanya menemani Ami, karena dia hanya berjalan kaki.

"Tapi kenapa?" Ale sungguh tak percaya. Mengapa Ami mengurungkan niatnya? Padahal, kemarin dia yang begitu semangat memperkenalkan ekskul imliah pada Ale. Jadi, wajar kan, kalau Ale penasaran.

"Ah, aku gak mau bilang, Le. Nanti kau bilang aku prokokator. Intinya ini ada kaitannya dengan Kak Max." Setelah mengatakan itu, Ale tambah bingung. Kemarin baru saja dia sangat ingin bergabung, tapi kenapa kini hanya karena mendengar pernyataan Ami, Ale sudah kehilangan keinginannya?

"Gak, kasih tau aja, Mi. Aku penasaran ini," seru Ale sambil menggoyangkan lengan Ami terus-menerus.

"Gak bisa, nanti kau akan tau sendiri. Jadi, lebih baik aku diam." Setelah mengatakan itu, Ami memberhentikan angkutan kota yang pas sekali sudah datang sesuai tujuan rumah Ami. Sementara Ale, dia melanjutkan perjalanannya sambil memetikan daun-daunan yang ada.

***
"Hei, Le kau udah periksa kelas yang mana aja?" tanya Kevin dengan senyum yang mengembang.

"Masih kelas sepuluh, itu pun masih sepuluh IS, yang MS belum kuperiksa," jelas Ale menjawab pertanyaan Kevin.

"Kalau begitu ayo kita ke sana!" Kevin langsung berjalan di depan, mendahului Ale dan mulai membuka setiap pintu kelas sepuluh MS.

Di sana, mereka mengecek tong sampah, apakah sampah sudah dibuang, atau tidak. Melihat petugas piket sudah membersihkan kelas atau tidak, serta melihat jendela kelas yang berabu atau bersih. Itu semua adalah pekerjaan dari ekskul patroli keamanan sekolah.

"Sudah! Ini catatan dari kelas yang kurang disiplin." Ale menyerahkan lembaran hasil patrolinya pada Kevin. Setelah memberikan kertas itu, Ale melangkahkan kakinya, ingin bergabung dengan peserta apel pagi yang sudah setengah jalan.

"Tunggu!" Panggilan dari Kevin menghentikan langkah kaki Ale. Ale membalikkan badannya dan mendapati Kevin yang sudah mendekat ke arahnya.

"Apa apa, Vin?" tanya Ale dengan wajah bingung.

"Tugas kita masih belum selesai, Le. Kita harus memantau sampai jam pelajaran pertama dimulai. Kita harus memastikan apakah semua siswa masuk ke kelasnya atau tidak."

"Ohh begitu ya. " Ale berdiri sambil mangut-mangut menyadari bahwa memang masih ada lagi pekerjaan yang belum selesai.

Setelah pembina apel pagi membubarkan barisan, Ale dan Kevin beserta Amelia dan Hagai mulai berpencar untuk mengawasi setiap sudut kelas, yang kemungkinan akan menjadi  tempat bersembunyi anak-anak yang akan keluar di jam pelajaran, atau pun anak-anak yang ke kantin untuk makan dan pura-pura ke toilet.

Sebenarnya Ale merasa sungkan. Sejak tadi orang-orang yang lewat tidak ada yang dikenalinya. Ale terus berkeliling lagi dengan sebuah buku catatan dan pulpen di tangannya, mirip dengan wartawan yang hendak berburu berita.

Ale terus menyisiri sudut sekolah, kebetulan dia mendapat bagian mengawasi ruangan lantai dua, jadi dia hanya memantau di bagian lantai dua, mengingat sekolah ini ada lima lantai. Selesai memantau setiap ruangan dan sudut terpencil, Ale sudah yakin bahwa kondisi sudah tertib.

Sepertinya sudah selesai. Aku harus kembali ke kelas.

Baru Ale melangkahkan kakinya, dia sudah menemukan siswa yang tak tertib. Dari lantai dua, Ale memperhatikan seorang siswa yang sedang asyik membaca buku di bawah pohon rindang

Ale menuruni anak tangga dengan cepat, takut siswa itu melarikan diri.

Setelah turun ke lantai satu, Ale berjalan menuju pohon yang berada di pinggir lapangan sekolah untuk memberi peringatan pada siswa itu.

"Hei, kau!" Teriak Ale dengan kencang, namun tak mendapat balasan dari siswa itu.  Karena geram, Ale mendatangi orang itu semakin dekat.

"Kenapa kau di luar? Lebih baik masuk kelas," seru Ale tak mendapatkan respons apapun.

Ale sudah terlalu gemas, dia takut kakau dicap sebagai PKS yang gagal. Dia menurunkan buku yang sedang dibaca oleh siswa itu dan terlihat alasan mengapa sejak tadi Ale tak membalas perkataan Ale.

Dia pakai headset, pantas gak dengar.

Ale yang sudah menurunkan buku itu, mendapat balasan tak mengenakkan dari si empunya buku. Siswa itu menarik paksa buku yang diturunkan Ale dari tangannya, lalu berjalan tanpa memedulikan Ale.

"Hei! Siapa namamu?" Teriakan Ale tak mendapat balasan. Padahal Ale berniat menjadi PKS yang dapat menertibkan sekolah, nyatanya dia gagal.

"Ah, ya sudahlah. Untung saja tak dilihat Kevin atau yang lain." Ale mengelus dadanya dan menghela napas pertanda lega.

Setelah selesai, Ale kembali ke kelasnya dan pikirannya melambung pada siswa tadi.

"Dia siapa ya? Kenapa wajahnya tak asing? Oh, aku tau, bukannya dia--" Ale yang sedang bermonolog harus terhenti karena Pak Budi sudah masuk ke kelas untuk memulai mata pelajaran lagi, setelah sebelumnya keluar menemui tamu sebentar.

A/N
Sorry dikit, soalnya dipassin sama next part. Hehehe.

She Is My Shinning AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang