8 : HAIDAR

336 16 4
                                    

Ini part baru. Aku cuma edit judul" di part sebelumnya. Maaf nyampahin notif yaa:( yang baru cuma part ini. Selamat membaca:))

-----------&_____________________

Pergi ke sekolah memang bukan ide brilian. Selain setelah sampai di sekolah pasti banyak hal yang harus kukerjakan, akan sulit untuk bisa menjenguk Haifa ke rumah sakit karena beberapa orang pasti berebut menahanku agar tidak pergi melebihi batas pagar dan gerbang sekolah yang tinggi menjulang itu. Orang penting memang begini.

Setelah selesai pelajaran pertama, aku memanfaatkan waktu luang ketika si ketua murid yang lebih cocok disebut nahkoda kapal penjemput guru itu sedang pergi menjemput guru pelajaran kedua.

Berlari kecil, aku menghampiri kelasnya Farkha.

Sepertinya ini memang bukan hariku. Selain emosiku yang masih geram setelah melihat video Haifa hampir diperkosa, aku harus berhadapan dengan Bu Sar yang sedang mengajar di kelasnya Farkha. Aku bisa saja kembali ke kelasku dan mengorek informasi dari Farkha di waktu istirahat nanti, tapi aku bukan tipe orang sesabar itu. Catat.

"Assalamualaikum, Bu." Dengan persiapan seadanya aku memberanikan diri membuka pintu kelas Farkha. "Maaf mengganggu, saya ada perlu dengan Farkha."

Lebih baik boneka Anabele yang menoleh kepadaku dan memelototiku, sebab itu tidak lebih seram dari pelototan Bu Sar saat ini. "Mau apa?" tanyanya ketus.

"Ada keperluan organisasi Bu, sebentar."

Mata Bu Sar membulat semakin besar, "Istirahat juga bisa, kan?!" nadanya naik satu oktaf.

Kepalaku malah menggeleng menyodorkan nyawa. "Ck!" bu Sar berdecak seraya berdiri dan berorasi di depan kelas. "Emang sepenting apa sih, ORGANISASI?" sambil mengacung-acungkan spidol di tangan kanannya, Bu Sar memberi penekanan pada kata organisasi. "Sampai kalian mau menggadaikan waktu belajar kalian hanya untuk ORGANISASI?!"

Bu Sar kali ini menatapku yang masih berdiri di ambang pintu. "Urusan organisasi itu di luar jam pembelajaran, Pak Ketua Osis! Dan lagi pula tidak ada event penting kan, dalam waktu dekat ini?"

Ah, ngomong-ngomong soal event. Banyak orang menilai kesuksesan organisasi dari event apa yang diselenggarakan, tokoh terkenal mana yang didatangkan. Padahal hello! Ini organisasi sekolah, bukan event organizer!

Aku tidak tahu harus menjawab apa. Tetapi, sungguh aku tidak terima direndahkan oleh Bu Sar. Terlebih, aku tidak yakin setelah ini Farkha tidak akan terbahak-bahak sampai salivanya muncrat di depan wajahku. Och, harus ditaruh dimana harga diriku.

"Sana! Nanti saja berorganisasinya! Istirahat! Atau kalau perlu setelah pulang sekolah." Sembari memalingkan wajahnya dariku, tangan Bu Sar mengibas-ngibas tanda mengusirku. What the fuck?!

Aku tersenyum mempertahankan wibawaku, "Iya, terima kasih, Bu. Maaf mengganggu, assalamualaikum.." sayangnya aku bukan Haifa yang mempunyai banyak ide untuk meremehkan balik ketika bahkan seorang guru yang merendahkannya.

0_o

"Aku mau Om Ziham yang menangani kasus ini!" nada suaraku sudah sedingin es di ujung poros bumi, Om Ziham tetap saja tidak mau menuruti.

"Haidar, kamu tidak mengerti cara kerja polisi," jawabnya di seberang sana.

Siapa bilang aku tidak mengerti? Justru polisi zaman sekarang yang kalau bertugas sering seenak dengkulnya. Mengeluarkan pistol di sembarang tempat, bahkan untuk menangani kasus tawuran beberapa bulan lalu pun polisi harus menakut-nakuti anak SMA seperti aku dan Haifa dengan moncong pistolnya. Termasuk saat penangkapan Vita di sekolah, dasar cemen! Beraninya memegang pistol.

Puisi TerkutukWhere stories live. Discover now