e m p a t e n a m

1.8K 379 58
                                    

Vote dulu yukk! Belajar ngehargain karya orang ;)

Jika kalian suka cerita ini. Jangan lupa di share yak❤️

 
_______

Lia menarik lengan baju Devan menyebrang seperti sedang menyeret anak kecil.
"E eh HP gue njir, hati-hati!"

"Ah manja lo, kalo kita kehilangan Wulan gimana?!"

Devan meniup poninya pasrah. "Gue di culik gaiss!" ia mengadu pada penonton siaran langsungnya.

Setelah sampai di seberang jalan,  mereka buru-buru masuk ke dalam apotik. Sialnya mereka terlalu fokus pada Wulan hingga tanpa sengaja menabrak Juno yang hendak keluar.

Tubruk! Obat yang di bawa Juno berserakan di lantai.

"So-sorry!"

"Eh bang Juno?" kaget Lia.

"Kalian?" Alis Juno terangkat namun sorot matanya tajam menatap kedua makhluk di depannya, yaitu Lia dan Devan, "ngapain kalian di sini?" tanya Juno tak bersahabat.

"Wah! Windy udah keluar kak?!" tanya Lia kegirangan. Ia tak peduli sebenci apa pun Juno padanya, ia tetap menanyakan keadaan Windy.

Juno tak menjawab, ia sibuk memunguti obat-obatan yang jatuh tadi. Untungnya tidak pecah sama sekali.

Melihat ekspresi Juno, Devan langsung mengerti, berarti Windy benar-benar sudah pulang hari ini. Ia pun celangak-celinguk melihat ke arah luar mencari keberadaan Windy.

"Lia, pasti Windy di mobil bang Juno," tunjuknya ke arah luar, dimana sebuah mobil sedan hitam terparkir. Mereka juga sempat melewatinya tadi.

"Eh, tunggu!" teriak Juno hendak menghalau, namun Devan dan Lia sudah pergi duluan. Juno hanya mendengus pasrah tak bisa berbuat apa-apa lagi.

Windy terlihat melambai-lambai dengan mata berkaca di dalam mobil.
Lia memohon-mohon pada Juno agar mereka di pertemukan walau sebentar saja. Karena Devan malah ikut memohon, Juno jadi jijik dan membuatnya terpaksa membukakan pintu mobil untuk Windy.

Ia juga punya rasa kemanusiaan, dan tak mungkin tega melihat adiknya menangis.

Windy keluar dan langsung berhambur memeluk Lia, " yaampun! Gue kangen sama kalian!"

"Tapi kok gue nggak di ajak pelukan:(" celutuk Devan.

"Modus lu!" toyor Lia.

"Eh Win, bener lo mau pindah sekolah?" tegur Lia merenggangkan pelukannya.

Windy tak menjawab, ia malah menatap Juno dengan wajah datar seakan menyuruhnya menjawab pertanyaan Lia.

"Bang Juno kok jahat banget sih" sinis Lia.

"Temen-temen lo yang jahat, liat nih Windy kek gini gara-gara siapa?"

Lia tiba-tiba teringat dengan tujuan utamanya ke apotik tadi, "Oiya! Gue lupa!"

Windy dan Juno menatapnya bingung, sedangkan Devan benar-benar amnesia, ia ikut kebingungan.

"Kita kan mau ketemu Wulan!"

"Loh? emang Wulan kenapa?" tanya Windy

"Emm... nggak papa kok Win. Gue cuma janjian aja sama Wulan"

"Loh! Bukannya kit--" Lia langsung membungkam mulut Devan, tapi itu lebih terdengar seperti tampar di bibir Devan.

Sialan.

Mungkin saja terasa sakit tapi tetap saja Devan tak bisa mengadu karena mulutnya di bungkam erat.

"Omaigat! Sorry, Dev tadi ada nyamuk!" ucap Lia beralasan, kemudian dia pamit pergi bersama Devan.

"Win, bang Jun. Gue cabut dulu yaa. Byee!"

Windy agak kecewa karna pertemuan mereka begitu singkat. Ini pun juga hanya kebetulan. Andai Windy bisa pergi ke sekolah satu hari saja.

"Udah. Ayok masuk!" titah Juno, Windy pun hanya bisa menurut.

 
_______

"Masa sih lo tadi nggak ngeliat Wulan pas lo siaran langsung?"

"Serius gua gak liat! Suwer!"

"Gue nggak mungkin salah liat Dev, gue yakin dia Wulan!" kukuh Lia tak ragu pada penglihatannya.

"Ada masalah apa sih lo sama Wulan?" tanya Devan, membuat Lia jadi tidak tahu harus menjawab apa.

"Eem... enggak papa sih. Gue curiga aja sama sikap dia akhir-akhir ini"

"Saran gue sih ya, jangan terlalu benci sama seseorang, kadang itu bisa ngerusak diri lo sendiri" nasihat Devan menepuk bahu Lia.

Lia pun menghentikan pencariannya, Devan ada benarnya tapi bukan karena ia membenci Wulan jadi dia mencurigainya tapi ia takut kalau saja Wulan benar-benar sakit. Melihat obat kemarin mungkin saja itu bukan penyakit biasa.

Karena pencarian tak berujung itu berakhir dengan sia-sia, Lia pun di antar pulang oleh Devan setelah Devan menyelesaikan vlog-nya. Lia yang di suruh merekam :v

_________

Dengan pelan Windy membuka perbannya, Juno melarangnya menggantinya sendiri padahal Windy juga bisa jika hanya mengganti perban.

"Aneh, kenapa gue harus minta bantuan orang lain kalau gue sendiri bisa!"

Windy melihat luka yang belum kering itu, ia mencoba menggerakkannya kelopak mata, "Akhh!"

"Kok sakit banget sih!"

Tik! Darah menetes ke lantai, Windy yang melihatnya langsung lemas. Ia phobia terhadap darah. Tanpa sadar ia makin menggerakkan matanya hingga terbuka, namun mengapa penglihatannya tetap saja gelap.

"Aghh! Kenapa sakit banget!"

"Bang Juno!!" Windy meringis kesakitan. Ia terdorong mundur ke tembok untuk bersandar.

"Dek? Lo di mana? Ini telfon dari mama!" teriak Juno dari luar. Ia sepertinya tak mendengar jeritan Windy.

Overthinking menguasai pikiran Windy. Ia mulai berpikir yang tidak-tidak. Bahunya bergetar ketakutan, dengan jemari yang mulai dingin, Windy pun menangis.

Tak terbayangkan bagaimana sakitnya 'kan?

Tak terbayangkan bagaimana sakitnya 'kan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ini nggak mungkin..."

"NGGAK! GUE NGGAK MUNGKIN BUTA! Akkh!" jerit Windy, darah itu terus menetes di pipinya beriringan dengan air matanya.

Karena mendengar jeritan yang cukup keras itu, Juno berlari naik ke lantai atas di kamar adiknya.

"Windy?!" kaget Juno melihat adiknya pingsan dengan darah di pipinya.
  
  
  
_________

TBC.

Jangan lupa votenya ya. Komen di bawah mnurut kamu yang nyebar foto itu siapa???

See u♡
Jangan lupa share cerita ini ya.

Lanjut???

CRAZY GROUP [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang