l i m a d u a

1.7K 367 61
                                    

Jangan lupa klik bintang dulu>.<
Dan komen tiap paragraf 💜

Selamat membaca!😊

"Kalau lo berbuat salah. Dan temen lo malah ngasih tau kesalahan lo. Jangan marah. Dia pantes di cap sebagai sahabat. Karena dia memilih memberi tahu lo dari pada menggunjing lo dengan yang lainnya"
-Crazy Group-


"Lo tau mereka ke mana?" tanya Juno melalui earphone.

"Ini baru di cari" balas Aska fokus menyetir.

"Van, coba lacak lokasi terakhir HP Lia aktif" titah Aska ke Devan yang duduk di sampingnya.

"Oke As" Devan berbalik meminjam ponsel Julian.

"Lo bisa nggak sih matiin vlog lo dulu!" sebal Megan melihat Devan sibuk dengan dua HP.

"Diem deh! Itu juga lagi di usahain!" Sasa membela Devan.

"Kalian juga nggak usah berantem!" Aska mulai ikut emosi.

"Eh ketemu!" potong Devan bersemangat, "lokasi mereka terakhir kali itu di jalan budi utomo!"

"Sial! Jadi mereka ke sekolah atau ke rumah Wulan sih"

Aska bingung, sebab rumah Wulan juga berada di dekat sana.

"Yaudah bagi aja!" sahut Juno di seberang, "Kalian pindah ke mobil gue sebagian"

Dua mobil itu menepi di pinggir jalan, mencoba membagi personel.
"Bella, Julian, Alana, Alan. Kalian ke mobil bang Juno ya" titah Aska.

"Loh kok gue?!" protes Bella.

"Jangan ngajak gue berantem!" pelotot Aska tajam membuat Bella ciut.

"Gue ke sekolah! Lo ke rumah Wulan!" teriak Juno, kepalanya muncul dari jendela mobilnya.

°°°°

Gue percaya kalau persahabatan sejati yang tulus itu ada, dan gue ngeliat semua hal itu di Lia.
Dia orang pertama yang nyapa gue di hari pertama sekolah, mengenalkan gue pada teman-temannya. Berteman tulus tanpa memanfaatkan gue.

Meskipun lucu jika diingat kalau sebenarnya kita suka sama cowok yang sama, dan pernah berantem gara-gara itu, tapi menurut gue persahabatan lebih penting dari cowok. Gue bisa ninggalin Aska demi dia, tapi kata-kata bullshit gue ini... terlambat..

°°°

Angin sepoi-sepoi menyapu membuat lukanya agak terasa perih. Lia memejamkan matanya, dengan penuh keyakinan ia mengambil napas panjang.

'Harus ada yang mati untuk hidup.'

Lia memastikan pistol itu berisi peluru, lalu setelah itu ia menatap Windy tersenyum meski air matanya mengucur tak henti-henti. Ia tidak tahu apa pilihannya akan berakhir baik atau tidak, tapi Lia yakin prediksinya tepat.

Sekarang mereka berdiri di bibir gedung dengan 3 lantai itu, Lia di pegang oleh dua orang itu, di bantu untuk berdiri sebab kakinya sakit setelah di pukul dengan balok kayu oleh Wulan.

Sedangkan Windy dan Salwa di ikat pada sebuah kursi, duduk berdampingan dengan jarak 5 meter dari Lia.

"Lo tau kan konsekuensinya kalau lo berkhianat?" peringat Wulan sembari tersenyum licik.

CRAZY GROUP [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang