Maaf
Alisya.
***
Satu kata seribu makna, mungkin satu kata tak akan cukup untuk membuat semua kembali membaik.
Alisya termenung di balkon kamarnya sambil melihat langit yang bertaburan bintang bintang. Ah andaikan semuanya tak serumit ini. Mungkin ia masih bisa bermesraan dengan Abbri, lucu memang dulu ia di pisahkan secara paksa dengan Abbri, tapi sekarang ia memilih berpisah dengan keinginannya sendiri.
Masih tetap melihat taburan bintang di langit, kepala Alisya tiba tiba pusing, darah segar menetes dari hidungnya, Alisya yakin penyakit yang ia derita sedikit sedikit mulai menampakkan tanda tanda. Alisya tetap tak beranjak dari tempatnya, pusing yang ia derita makin membuat kepalanya sakit, ia memegangi kepalanya dan mulai merambat menuju tempat tidur dengan berpegangan pada tembok. Tak lama Alisya sampai ke tempat tidur, ia mengambil tisu dan mulai membersihkan darah yang sudah berhenti dari hidungnya. Ah sampai kapan aku bisa bertahan. Batin Alisya,
Pagi harinya Alisya sudah siap dengan seragam yang membalut tubuhnya. Meski ia masih merasakan pusing Alisya tetap kekeuh ingi pergi ke sekolah, Elina melihat wajah anak kesayangannya yang pucat menjadi khawatir.
"Sayang.. Kamu sakit?" tanganya terulur menyentuh kening putri kesayangannya, aneh.. Tidak panas, tapi kenapa wajah putrinya pucat.
"Lisya gapapa ma, mungkin cuma kecapean." Alisya meyakinkan mamanya, ia tak ingin membuat mamanya khawatir, Alisya menahan sakit kepalanya yang semakin menjadi jadi. Tanpa sadar ia memegangi kepalanya, sedetik kemudian ia pinsan dan hidungnya kembali mengeluarkan darah. Elina terkejut, ia berteriak memanggil manggil suami dan putranya.
"PA! PAPA!! ALISYA PA! PAPA.. ALISYA PINSAN!! PAPA! ABANG!! TOLONGIN ALISYA!!" Elina terus berteriak memanggil suami dan anak laki lakinya. namun tak ada yang mendengar teriakannya, ia terus berteriak berkali kali hingga suami dan anak laki lakinya datang menghampiri.
"Ma, lisya kenapa?"
"Udah deng abang, tanyanya nanti aja, sekarang kiya bawa lisya dulu ke rumah sakit."Mereka buru buru membawa Alisya kerumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, alisya langsung dibawa ke ugd untuk penganan. Seluruh keluarga alisya menunggu dengan cemas, mereka berdoa semoga Alisya baik baik saja.
Setelah menunggu selama 2 jam, dokter yang menangani Alisya keluar."Dokter, bagaimana keadaan putri saya?"
"putri anda baik baik saja, tapi apakah putri anda ada keluhan selama ini?"
" tidak dokter, anak saya tidak pernah mengeluh apa apa".
"Begini pak, bu, menurut hasil pemeriksaan kami putri anda terkena leukima stadium 2, tapi kami masih menunggu hasil laporan lab untuk memastikan keadaan putri ibu"
"Leukimia dok? Tapi sejak kapan?" Elina syok mendengar putrinya terkena leukimia.
"Menurut perkiraan ini sudah lebih dari 3 bulan pak, setelah hasil lab keluar kita akan diskusikan lagi mengenai kondisi putri bapak"
"Baik, Terimakasih dok"
"Sama sama pak, setelah lisya di pindahkan ke rawat inap, baru boleh dijenguk"
Semua keluarga tak menyangka lisya menyembunyikan ini semua. abang alisya langsung diam, ia pergi meninggalkan papa dan mamanya di rumah sakit. Febri menyetir mobil dengan kecepatan di atas rata" ia hanya ingin menenangkan diri, ia melajukan mobilnya hingga berhenti di sebuah taman. ia duduk di bangku tengah taman, langit yang gelap seperti tau suasana hati Febri.
"Lo kenapa bisa sakit sih dek" Febi menengadahkan Kepalanya ke atas, tiba tiba hujan turun membasahi tubuhnya. Febri menangis, ia tak sanggup mengetahui fakta bahwa Alisya terkena leukimia.
febri tak siap menerima kenyataan.Hujan turun dengan deras, seakan ikut hanyut dalam kesedihan yang Febri alami. entah sudah berapa lama ia berdiam di taman, hujan masih terus mengguyur kota singapura tanpa berniat untuk berhenti. Hari sudah semakin sore, lebih dari 7 jam febri masih bertahan di taman. dering handphone menyadarkan Febri dari lamunannya, hujan sudah berhenti entah sejak kapan. Febri mengangkat telfon dari papanya.
kamu dimana?
"Febri di taman pa"
Kamu cepet ke rumah sakit, adik kamu sudah sadar, dia dari tadi nanyain kamu.
tanpa mematikan sambungan telfonnya, febri bergegas memasuki mobil dan melajukan mobilnya menuju kerumah sakit.
Febri langsung bergegas masuk rumah sakit dengan berlari. Sampai ke ruang rawat Alisya febri mengatur nafasnya yang memburu setelah berlari. Ia masuk ke dalam, di lihatnya Alisya tersenyum kepadanya dengan wajah pucat yang masih menghiasi wajah cantiknya."Dek.. Lo kenapa nggak pernah cerita? Lo tau nggak semua keluarga lo khawatir sama keadaan lo."
"Maafin lilis bang, lilis nggak mau semuanya khawatir" alisya menunduk, air matanya menetes, ia merasa bersalah tak memberitahu keadaannya. Ia hanya tak ingin keluarganya tau, ia hanya ingin menyimpan rasa sakitnya sendiri.
"Jangan sembunyiin apapun dari kita dek, kita semua sayang sama lo" febri memeluk adiknya dengan sayang, air matanya menetes.
"Iya abang".
KAMU SEDANG MEMBACA
TREFFEN
RomanceHanya dengan melihatnya jantungku sudah terasa seperti maraton. -TREFFEN