-delapanbelas-

31 9 0
                                    

Bolehkah aku egois untuk mendapatkanmu? Karena aku takut kehilanganmu lagi.

Adrian atmaja


***

Suara dentingan garpu dan sendok memenuhi ruang makan.  Adrian makan dengan terburu buru. Tak biasanya ia sekalut ini, mengingat abbrisam yang tak ingin melepaskan alisya. Mungkinkah ia harus mengalah lagi?  Tidak, ia harus egois. Ia harus memperjuangkan alisnya. Bagaimanapun caranya.

Adrian sudah siap dengan kemeja warna maron dan celana berwarna hitam. Hari ini ia akan menjenguk alisya di rumah sakit.  Semenjak ia mengirimkan surat melalui geffi, ia ingin melihat kondisi alisya, dan disinilah ia sekarang, Di singapura. Tempat dimana alisya berada. Tak tanggung tanggung, adrian yang memang dari keluarga kaya ia langsung meminta ayahnya menyiapkan pesawat pribadi untuk ke singapura secepatnya. Ia tak ingin kehilangan alisya lagi.  Sudah cukup dulu ia mengalah. Sekarang ia tak akan mengulangi kesalahan yang sama.

Adrian memasuki kawasan rumah sakit dengan membawa buket bunga mawar putih. Senyumanya tak pernah luntur mengingat sebentar lagi ia akan menemuk alisya. Setelah menanyakan ruangan alisya di rawat, adrian bergegas menuju ruangan alisya. tinggal beberapa langkah lagi ia akan sampai di ruangan alisya, namun tiba tiba langkahnya terhenti tat kala melihat abbrisam berada di depan pintu ruangan alisya di rawat. Tangannya mengepal menahan gejolak emosi.  ia kembali melangkahkan kakinya menuju ruangan alisya.   abbri yang merasa ada langkah kaki mendekat ia pun menoleh, dan dilihatnya adrian melangkah dengan raut muka yang sulit di cerna dan sebelah tangannya membawa buket bunga mawar putih.

"Lo ngapain kesini?!" sinis abbri

"Emang lo yang punya rumah sakit?! Ini rumah sakit umum. Bukan punya nenek lo!" jawab adrian tak kalah sinis.

"Ck! Lo ngapain kesini?!" ulang abbri

"Gue mau jenguk alisya! Emang masalah?!" Sewotnya

"Salah lah! Dia cewek gue!" adrian berdecih

"Cih! Baru juga pacar, belum jadi bini lo kan? sebelum janur kuning melengkung alisya masih berhak di perjuangin siapa pun" ungkapnya dengan tatapan sinis

"Heh! Lo ngaca dong! Emang alisya mau sama lo?" abbri tersenyum penuh kemenangan.

"Kita lihat saja! Gue yakin dia bakal mileh gue!" Adrian menunjuk muka abbri dengan tanganya "dan lo! jangan pernah lagi muncul didepan alisya jika dia milih gue!" Tantang nya.

"Oke! Siapa takut! Kita bersaing secara sehat!"

***

"Gef, lo kenal Adrian dari mana?" tanya okta

"Dia sepupu gue."

"Hah! Sepupu lo? pantesan dia berani nitipin surat buat alisya.

"Biasa aja kali" ungkap geffi.

"Sepi ya gef nggak ada alisya" kata okta.

" banget, biasanya kita bercandaan bertiga, biasanya juga gue dibully tuh sama alisya, sekarang sepi nggak ada yang bully gue"ungkapnya

"Lo lupa? Kan masih ada gue yang setia buat bully lo!" okta tertawa.

"Rese lo emang!" Tawa okta pecah detik itu juga.   Geffi hanya bisa mendengus dengan sahabatnya satu ini.

setelah kepulangan okta dari rumahnya, geffi terdiam di balkon kamarnya. Ia melihat foto foto mereka bertiga sewaktu smp hingga kini. Tak ia sadari air matanya menetes.  Sahabatnya yang dulu super ceria, jahil dan penuh tawa, kini sedang berjuang diantara hidup dan mati. Secepat inikah mereka akan berpisah? Batinnya.

Geffi POV

Aku mengenal alisya sejak kelas 1 smp, pribadi yang ceria, mudah bergaul dan tak pernah membanding bandingkan teman membuatku nyaman berteman dengannya. Dulu, sewaktu kelas 1, aku tak punya teman yang aku kenal karena aku baru pindah dari london. aku lahir dan besar di bandung hingga umur 7 tahun.  Waktu yang singkat memang berada di bandung hingga aku tak sempat mengenal dunia luar rumah.  Ayahku yang memang berasal dari london memboyong aku dan ibuku untuk meneruskan bisnis kedua orang tuanya disana.  Hingga saat aku berumur 13 tahun, aku dan keluargaku kembali ke indonesia karena ayah membuka cabang bisnisnya di indonesia, tepatnya di malang.  aku yang memang tak memiliki teman di sini membuatku hanya diam di bangku tempatku duduk. Dan dari sanalah aku berteman dan bersahabat dengan alisya dan okta.  Persahabatan kami berlangsung hingga pendidikan SMA. Kami meneruskan ke SMA yang sama dan lagi lagi kami bertiga berada di kelas yang sama. Entah takdir atau apa yang membuat kami tak pernah terpisahkan.

Setelah hampir 5 tahun persahabatan kami, kini salah satu di antara kami harus berjuang melawan antara hidup dan mati. Tak bisa kubayangkan bagaimana ia dengan santai nya menyembunyikan hal sebesar itu dari aku dan okta.  Bukankah itu egois?  Hanya demi tak ingin membuat kami khawatir ia rela menahan semuanya sendiri.  Aku menyayangi nya, ia sudah seperti kakak perempuan untukku. Dan aku tak ingin ia pergi.

POV end

TREFFENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang