"Chapter 8"

53 2 0
                                    

Aku membelah jalanan kota. Pada malam ini. Aku meminta sopir ku untuk mengantarkan ku pulang ke rumah.

Di dalam mobil aku membayangkan. Bagaimana, nanti kemarahan kakak padaku...? Aku pun sangat ketakutan membayangkannya.

Aku yakin Kak Riko saat ini sangatlah marah padaku. Seribu fikiran negatif berkelamut di kepala ku.
Aku berdoa didalam hati agar aku tak mendapatkan kemarahan dari kedua kakak ku.

-----

Di ruang tamu terdapat Riko dan Revan. Wajah Riko saat ini pucat. Lelaki itu tak mau makan, Bagaimana bisa makan sedangkan, Adik yang paling ia sayangi, tak tahu dia dimana sudah makan atau belum...?, Lelaki itu sangat mengkhawatirkannya.

Berlebihan memanglah.

Sudah berapa jam lamanya aku tak mendapat kabar tentang Rain. Aku mensumpah serapahkan diriku sendiri. Jika nanti terjadi apa-apa dengan Rain.

"Van, coba lo hubungi Bunda. Siapa tahu, Bunda tahu keberadaan Rain."

"Bunda kak...? Kakak yakin aku hubungin Bunda."

"Iyahlah, gue tahu Bunda benci banget sama Rain, tapi gimana lagi kita harus lakuin apa....???"

Kak Riko memanglah benar. Bagaimana lagi satu-satunya cara adalah itu.

Revan mengambil Ponselnya sesuai perintah kakaknya Kak Riko.

Ting tong....
Tinggggg... Tonggg
Tiiiinggg... Tonngggggg

Bel berbunyi begitu nyaring nya.

"Rain..." Kataku dan Kak Riko serentak bersamaan.

Kami langsung berlari bersamaan menghampiri arah suara bel itu.

----

Aku menekan Bel perlahan jantung ku, bergemuruh berdetak sangatlah cepat.

Perasaaan bersalah bingung dan harus bagaimana lagi.
Aku menghilang tanpa kabar. Tanpa sepengetahuan kakak ku. Arghhhhhhh, begitu bodohnya aku melakukan hal ini.

Menangis, Pergi tanpa jejak, Menghilang, Menghindari orang-orang yang aku sayangi.

Sungguh bodohnya diriku. Seharusnya aku tak melakukannya. Semua yang ku lakukan takkan menyelesaikan masalah.

Aku seperti anak kecil, yang tak pernah dewasa.
Aku lemah menghadapi masalah kenyataan ini. Sungguh bodoh! bodoh! bodoh.....!!!! Kamu bodoh sekali Rain. Sadar! Sadar!!!!!

Menghindari seseorang karena masalah takkan pernah menyelesaikannya. Kamu, semakin mempersulit keadaaan.

Pintu terbuka, kulihat wajah pucat pasi, berantakan dari kedua kakak ku.

Mereka memeluk ku. Sambil menangis.

Sungguh, aku sangat bersalah.

"Kak......" Lirihku kepada Kak Revan dan Kak Riko

"Maafin, Rain yah. Rain pergi tanpa kabar." Aku memeluk mereka berdua sangat erat. Air mataku mengalir karena kesalahan ku. Ini semuanya kesalahan ku.

Mereka melepaskan pelukan. Kak Riko menyuruh ku untuk masuk terlebih dahulu.

"Rain, tatap kakak kamu kemana aja? kamu kenapa? ngehindarin kak Revan dan Kak Riko." Kata kak Riko yang membuat ku bingung harus menjawab apa.

"Kak Riko, Rain bakalan cerita. Rain bakalan jawab, tapi nanti yah kak. Rain pengen istirahat dulu Rain capek."
Kataku berbohong pada kakak ku.

"Ya sudah, kamu istirahat dulu aja besok kamu cerita yah sama kakak. Tolong jangan pergi lagi tanpa kabar. Kakak cemas, Kakak takut Rain kenapa-kenapa."

Kak Riko maaafin Rain yah.

Aku mengangguk pada kakak ku.
Lalu kakak ku mencium ku. Kak Revan tak berani mengeluarkan kata sedikit pun. Pasti tentunya kak Revan, dimarahi habis-habisan sama Kak Riko.

Aku pergi ke kamar ku dilantai atas. Ku baringkan tubuhku. Sungguh penat tubuh ini.

----

Tok.... Tokkkk......Tookkkkkkkkk.
Pastilah kak Revan. Dia tidak bisa apa membiarkan ku tenang dahulu.

Ku buka pintu kamar ku.
Langsung kak Revan nyerocos.

"Dek, lo tadi diapain sama Bunda...? Lo pasti diapa-apain sama Bunda, gak mungkin kan lo nyampe gak mau cerita, ayokkkk.....!!!! Cepetan cerita sama kakak, jangan bohong!!!!".

Kak Revan, mendengus kesal atas sikapku. Dan mencoba menudingku dengan jari telunjuknya, bibirnya manyun seperti ikan. Sudah kuduga, Kak Revan pasti mewawancarai ku.

"Iyah kak, gue akan bercerita. Tapi kakak janji jangan bilang Kak Riko. Dan jangan coba salahkan Bunda atau siapa pun, Bunda tidaklah salah."

"Oke, kita deal, tapi Rain janji. Jangan bohong!"

"Iyah kak, janji" jari telunjuk ku meraih jari telunjuk kak Revan dan berjanji.

Aku menarik nafas panjang dan mulai bercerita.

" Rain tadi kerumah Bunda, Rain peluk Bunda, Tapi Bunda malah ngusir Rain. Kak Revan taulah, kenapa Bunda seperti itu kepada Rain. Bunda tidak suka sama Rain karena Rain yang nyebab pin semua masalah ini. Karena Rain biang dari semuanya."

"Apahhhh....!" Kak Revan berteriak.

"Ssssssstttttttt...! Kak Revan jangan keras-keras!."

"Kejam, sekali Bunda, dia tidak pantas jadi Bunda. Kakak gak akan tinggal diam. Ini semuanya bukan kesalahan mu! Kenapa kamu jadi korbannya!"

Kak Revan marah-marah, Tapi ini kesalahan ku. Dan aku memang pantas mendapatkan ini semuanya.

"Sudah lah kak, Maksud Bunda baik kog. Aku yang salah, Kakak kan sudah berjanji tadi, tidak akan menyalahkan siapa pun."

"Tapikan......" Kata kak Revan.

"Ssssstttt, gak ada tapi-tapian. Kakak gak boleh ingkar. Udah kak, Rain capek pengen bobok."

"Ya udah, dedek emesnya Revan. Kamu bobok cantik ya. Night Rain sayang. Jangan banyak fikiran yah."

"Muaaaahhhhhh, love you Rain emesss"

Kak Revan mencium kening ku dan meninggalkan ku. Dan mematikan lampu tempat tidurku.

Aku pun terlelap tidur.

------


Kepingan HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang