Ajari kami marah dengan santun, wahai saudara sejiran
Ketika anak-anak bangsa dianiaya di negeri tetangga
Memang mereka datang hanya dengan bekal kebodohan
Atas dorongan kemiskinan dan ketidakmampuan
Sehingga kehilangan keramahtamahan yang menjadi trademark bangsa ini
Serta sifat-sifat yang diperoleh melalui pendidikan
Namun layakkah mereka menerima cambukan, caci-maki, bahkan perampokan sewenang-wenang
Atas kesalahan akibat kebodohan, kemiskinan, dan ketidakmampuan
Bahkan oleh saudara sejiran yang mengaku serumpun
Dan dengan bangga membawa stempel bangsa yang santun
Bukankah binatang paling hina pun
Tak pantas diperlakukan semena-mena
Ajari kami marah dengan santun, wahai saudara sejiran
Ketika sejengkal tanah air dicaplok negeri tetangga
Memang dia bagai anak tiri yang tak terurus
Akibat banyaknya anak-anak lain yang sakit menuntut terapi
Sakit keterbelakangan, kebodohan, kemiskinan, dan kemalasan
Juga sakit keserakahan, kerakusan, keegoisan, dan ketakpedulian
Sehingga waktu, energi, dan materi terkuras
Ditambah lagi berbagai cobaan, ujian, dan musibah silih berganti
Namun layakkah ketakberdayaan ini menjadi alasan
Sementara Khalifah Umar Bin Khattab pernah memperingatkan gubernur Mesir yang menggusur paksa rumah buruk orang tua Yahudi untuk membangun mesjid
Sedang warna kulit, agama, dan geografis sama
Bahkan janji tinta di atas kertas pun telah tergores
Meski sejarah pernah tercoreng permusuhan
Ajari kami marah dengan santun, wahai saudara sejiran
Ketika lagi-lagi anak bangsa yang diundang terhormat dihinakan aparat
Memang begitu rendahkah kami di mata negeri tetangga
Sehingga seuntai kata maaf untuk sebuah kesalahan yang nyata begitu mahal untuk terucap
Beginikah saudara sejiran negeri tetangga yang santun membalas perlakuan bangsa yang bodoh, miskin, tak berdaya, dan kurang ajar pula?
Mungkinkah permusuhan yang ditulis sejarah puluhan tahun lalu masih berbekas sehingga tak pernah ada aplus pemberi semangat untuk bangkit dari keterpurukan?
Ajari kami marah dengan santun, wahai saudara sejiran
Karena pada hakikatnya kita sama
Tak mau mendzalimi dan didzalimi
Maka mari saling menjaga dan menghormati
Banjarmasin, 22 September 2007
=========================================
Yang berminat memiliki kumpulan tulisanku dalam bentuk buku cetak ada di www.nulisbuku.com
Untuk yang lebih suka versi e-book, di sini :
https://play.google.com/store/books/details/Lis_Maulina_Mendung_tak_berarti_hujan_Cerpen?id=Vnw0DwAAQBAJ
https://play.google.com/store/books/details/Lis_Maulina_Malam_malam_Panjang_Cerpen_Horor?id=iHw0DwAAQBAJ
ttps://play.google.com/store/books/details/Lis_Maulina_Hatiku_Bukan_Salju_Cerpen?id=g_g0DwAAQBAJ
Selamat membaca... ^_^
KAMU SEDANG MEMBACA
Doa, Luka, dan Cinta
ŞiirPuisiku adalah lagu tanpa nada dan irama... Puisiku adalah kata tanpa sastra... Puisiku adalah nyanyian jiwa yang resah.... Puisiku adalah curahan hati yang gundah... Puisiku adalah luka yang bernanah... Puisi adalah harapan yang terpendam.... Puis...