Di sebuah ruangan bernuansa warna putih tampak seorang pria tampan terbaring lemah dengan berbagai peralatan medis yang menancap pada tubuh lemahnya. Pria tangguh dengan aura dingin kini terlihat sangat mengenaskan.
Tubuhnya tergolek dengan luka tembakan tepat di bagian dada. Beruntung timah panas itu tidak mengenai jantungnya. Karena jaraknya hanya beberapa mili saja mengenai organ penting itu. Tim medis sangat kewalahan sewaktu mengeluarkan peluru yang tertanam. Kini kondisinya masih sangat kritis. Entah kapan pria itu akan siuman.
Sejak Gerald tiba di Jepang dua minggu yang lalu kondisi Jordy belum ada perubahan. Ajudan itu seperti enggan untuk membuka matanya. Gerald juga tidak pernah menghubungi gadis tawananannya selama di sini. Pria itu tampak sibuk mengurus kasus penembakan Jordy.
Gerald tak menyangka Jordy mampu melumpuhkan pengkhianat-pengkhianatnya. Semua musuh Gerald sudah terkapar di peristirahatan terakhir. Hingga Jordy meregang nyawa menunggu kematiannya.
Tidak, Gerald tidak akan membiarkan Jordy semudah itu menemui kematiannya.
"Bangunlah, apa kau tidak ingin melihat gadis pujaanmu lagi? Apa kau mulai lemah ingin mengakhiri begitu saja tanpa ada perlawanan? Jika benar, kau memang pengecut yang hanya berkedok pada kesetiaan."
Gerald menatap tanpa ekspresi tubuh lemah yang terbaring. Tatapannya mengarah pada monitor yang menunjukan garis tak menentu. Jordy terlihat damai dalam tidur yang mengerikan.
"Apa hanya sampai di sini saja perjuanganmu untuknya? Tidakkah kau ingin mewujudkan impian yang selama ini kau harapkan? Kau tahu, dengan senang hati aku akan mengambil alih hak yang telah diberikannya untukmu. Karena menurutku, kau memang tak pantas mendapatkan itu semua." Gerald tersenyum remeh.
"Sunguh, aku ingin melihatmu memperjuangkan hal itu semua. Meski kau tahu, aku tidak akan membiarkanmu dengan mudah mendapatkannya. Setidaknya aku puas melihat kau merangkak permohonan padaku. Sadarlah dari tidur panjangmu. Aku menunggumu, Jordy Nathan," bisiknya tepat di telinga pria yang terbaring.
Gerald melangkah gontai keluar ruangan yang hanya dipenuhi suara monitor detak jantung. Tanpa Gerald tahu, semua ucapannya yang mengandung kebencian membawa alam bawah sadar Jordy bertarung menemui kesadarannya. Jiwa yang telah pasrah meninggalkan jasadnya kini seolah menguat merasuki tubuh lemah itu untuk bangkit dari tidur lelapnya.
Tangan yang masih terpasang jarum infus memberikan sedikit pergerakan pada jarinya. Meski hanya seperkian detik, sang iblis berhasil membawa malaikat kembali pada kehidupannya.
🍁🍁🍁
Pria tampan itu berjalan tanpa arah menapaki taman dengan berbagai bunga-bunga indah. Ia melihat seorang wanita paruh baya cantik sedang menyiram bunga mawar. Wanita itu berbalik karena mengetahui ada langkah kaki mendekatinya. Senyum pria itu semakin mengembang. Ia tak menyangka sosok wanita yang tak pernah dilihatnya secara langsung kini tampak nyata dihadapannya.
"Ibu ... kau kah itu?"
Wanita itu mengangguk dan tersenyum lembut. Jordy segera menangkup wajah yang tak pernah dilihatnya sejak lahir. Wajah yang hanya ia pandangi pada figura foto. Jordy merengkuh tubuh wanita yang amat sangat ia rindukan.
"Aku sangat merindukanmu. Demi apapun aku ingin tetap di sini bersamamu, dalam pelukanmu." Jordy semakin erat merengkuh. Wanita itu membalasnya dengan pelukan hangat.
"Ini bukan tempatmu. Belum saatnya kau berada disini. Masih banyak tanggung jawab yang belum kau penuhi. Bahkan kau belum mengetahui sebuah kebenaran besar yang sangat mempengaruhi kehidupanmu," ucap wanita itu yang tak lain adalah sosok ibu kandung Jordy, Rianty Mala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Slave Love Story ✔
Romance[ PRIVAT acak ] Follow dulu baru baca... Tujuan utamanya hanya satu, menyaksikan kehancuran seseorang yang sangat dibencinya. Seseorang yang telah merebut kebahagiaannya. Sebuah rencana telah tersusun rapi. Namun, apakah takdir mampu merealisasikan...