Bruk!
"Maaf, aku sedang terburu-buru," ujar seorang pria asing yang terlihat sangat panik lalu meninggalkan begitu saja remaja yang kini terjatuh bersamaan tongkat penyangga kakinya.
Remaja itu terlihat kesulitan untuk berdiri. Tiba-tiba saja seorang bocah perempuan menghampiri remaja itu dan membantunya berdiri.
"Kakak, tidak apa-apa?"
Sejenak remaja itu tertegun melihat wajah manis bocah kecil itu.
"Lengan Kakak berdarah!" paniknya kemudian mengambil sesuatu dari dalam tas ranselnya. Sebuah sapu tangan berwarna peach telah menempel pada lukanya. Bocah itu membersihkan debu yang menempel pada luka lecet itu.
"Ah, aku tidak membawanya," gumam bocah itu sendiri. "Nanti setelah dirumah, Kakak langsung bersihkan saja pakai air hangat, setelahnya baru kakak oleskan dengan obat antiseptik!"
Remaja itu hanya mengangguk tanpa bersuara. Dia terlalu fokus dengan kecekatan dan kecantikan gadis kecil yang menolongnya.
"Maaf, aku harus segera pergi. Kakakku sudah menunggu di seberang sana." Bocah itu menunjuk ke arah seorang gadis cilik yang terlihat lebih besar tubuhnya. "Kakak hati-hati, jangan sampai terjatuh lagi!" pamitnya sopan dengan menyunggingkan senyum merekah. Senyum yang membuat degupan jantung remaja pria itu berpacu cepat.
Hingga gadis cilik itu berlalu, remaja itu masih merasakan debaran dadanya. Matanya mulai tertuju pada benda yang kini dalam genggamannya. Sebuah sapu tangan motif bunga berwarna peach. Dahinya mengerut ketika melihat ukiran sulaman huruf. Remaja itu tersenyum dengan suara lirih.
"Savana..."
***
Cuaca hari ini cukup mendung. Awan hitam mulai mengumpul pertanda tetesan langit akan segera turun. Hampir tiga hari setelah perbincangannya Jordy tidak pernah bertemu dengan Manda. Sang gadis sengaja menghindarinya karena ia tidak ingin kembali memiliki harapan padanya. Dia sudah pasrah akan nasibnya menjadi budak seks sang iblis, Manda merelakannya. Bahkan bila ia menemui kematiannya di sini, dia sudah sangat siap.
Mengetahui keadaan Jordy yang semakin membaik cukup membuat dirinya lega. Meski tak pernah bertemu lagi namun Manda masih mencari tahu keadaannya. Layaknya gadis bodoh yang memedulikan pria pujaannya tanpa timbal balik.
Pernah sekali saat Manda selesai membaca buku di bawah pohon rindang seperti biasa, ia melihat Jordy di atas balkon kamarnya tengah memperhatikannya dengan tatapan yang tak pernah bisa diartikan. Pria itu sangat sulit untuk ditebak, dan juga sangat dingin. Selalu bersikap seolah peduli tapi tidak mampu untuk menolongnya.
Kini Manda tengah menikmati waktu santainya di taman belakang nan indah.
Deg
Manda segera mangalihkan tatapannya dari pria tampan yang kini hanya mengenakan Tshirt lengan panjang berwarna putih yang dipadukan dengan celana jeans hitam. Terlihat sangat maskulin dengan pakaian casual tersebut. Karena biasanya pria dingin itu selalu berpakaian formal.
Manda melewati tubuh Jordy begitu saja tanpa menyapa. Seketika langkahnya terhenti mendengar ucapan pria itu.
"Aku minta maaf jika ada perbuatanku yang menyakitimu."
Manda hanya menoleh sebentar. "Tak ada yang salah denganmu. Jangan terlalu sensitif, Tuan Jordy."
"Kau bersikap seolah kecewa denganku. Aku tahu, aku hanyalah pria pecundang dengan segala pengabdianku. Bertahanlah, kelak kau akan mendapatkan kebahagiaan," lirih Jordy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Slave Love Story ✔
Romance[ PRIVAT acak ] Follow dulu baru baca... Tujuan utamanya hanya satu, menyaksikan kehancuran seseorang yang sangat dibencinya. Seseorang yang telah merebut kebahagiaannya. Sebuah rencana telah tersusun rapi. Namun, apakah takdir mampu merealisasikan...