12. TIPU MUSLIHAT

505 58 12
                                    

Author ingatkan kamu lagi, untuk vote cerita ini. Takutnya kamu Lupa, karena terlupakan itu sakit😢😑😑

======================================

"Berhenti melihat ku seperti itu Di-!" Protes Ani sambil menyantap mie baksonya.

"Memangnya aku harus melihat mu seperti apa?" tanya Budi yang memang sengaja lebih banyak memandang ke arah Ani, dari pada memperhatikan mangkuk bakso lezatnya. Budi lebih senang melihat wajah grogi Ani.

"Aku tau kecantikan ku sempurna Di-, tapi kau tidak perlu terus menatap ke arah ku. Lihat mie di mangkuk mu sudah mengembang sebesar tiang listrik" Ani menghirup sendok terakhir kuah baksonya. "Ah..." Ani menyelesaikan makanya.

"Aku tak menyangka kau makan serakus itu An-" Budi kini menyendok bakso di mangkuknya.

"Itu bukan rakus Di-, tapi bakso disini benaran enak. Aku sudah lama tidak makan di sini"

"Hemmm" setuju Budi dengan mulut yang mulai penuh dengan bakso.

"Di- boleh aku bertanya?"

"Hem em... Aphoa?" izin Budi yang berusaha keras menghabiskan mie bakso dalam mulutnya.

"Kenapa pertama kali kita bertemu di kantor mu, kau terlihat seperti manusia purba?"

Uhuuuuk...uhuuuk... Budi tersedak mendengar pertanyaan Ani yang lebih terdengar seperti hinaan.

Bukannya sigap mengambilkan air minum untuk Budi, Ani lebih memilih untuk menertawakan penderitaan Budi yang tersedak hingga wajahnya memerah.

Budi meminum es teh miliknya, namun sisa es tehnya tak cukup untuk melegakan tenggorokannya yang tersedak. Budi merampas sisa es jeruk yang sedang di sedot Ani.

Ani hanya menatap Budi dengan pandangan tak percaya, karena Budi mau minum di gelas sisanya.

"Kau tidak punya penyakit rabies atau TBC kan An-?" candaan pertama Budi setelah berhasil melegakan tenggorokannya.

"Apa aku terlihat seperti dokter penyakitan?"

"Sedikit" Budi memamerkan senyum termanisnya pada Ani. "Awalnya aku malas untuk merapikan diri ku. Aku takut pesonaku membuat banyak wanita kagum pada ku"

'Kau benar Di-, sekarang tampang kelimis mu  membuat aku kembali terkagum pada pesona mu' Setuju Ani dalam hati.

"Aku memutuskan untuk memperbaiki penampilan ku, ketika kamu menghina ku saat acara talkshow di TV kemaren".

"Sorry" cengir Ani yang merasa sedikit bersalah karena menghina Budi. "Aku tau kamu jadi berantakan setelah kepergian Upik".

Budi menghentikan makanya. Berubah menatap dingin pada Ani. "Apa lagi yang kau tau tentang aku?"

"Sorry!. Aku tau dari ayah mu soal Upik dan alasan dendam mu dengan para dokter wanita. Di-!. kematian Upik itu takdir, bukan salah siapa-siapa. Kamu tidak boleh melampiaskan kekesalan mu pada takdir dengan menjatuhkan karir seorang dokter".

Budi menghempaskan sendok dari tangannya. Menatap bengis pada Ani. "Menurut mu, aku sengaja membuat karir mereka hancur, karena aku tidak bisa menerima takdir kematian Upik?. Hah..!" Budi menghela nafas jengah dengan tuduhan Ani. "Dokter-dokter tersebut hancur bukan karena tulisan ku, tapi karena cara kerja mereka yang memang tidak mengutamakan kesehatan pasien".

"Tapi kau selalu menulis tentang keburukan dokter wanita di koran mu. Bukankah banyak berita yang lebih memberikan manfaat jika kau menulisnya?" kekeh Ani untuk menyadarkan Budi dari kekeliruanya.

A and B (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang