18. SI BODOH

593 53 20
                                    


Sebulan kemudian...

"Ada Mr. B, An-!" bisik Sari pada Ani yang sedang membaca buku Yasin.

Ani mendongakkan kepalanya sekilas untuk memastikan kebenaran ucapan Sari. Benar, Budi duduk di kursi sedang berbincang dengan Musa, kakak laki-laki Ani, sahabat Budi.

Ani kembali membaca buku Yasin ditangannya hingga selesai.

"Kalian benaran putus?" tanya Sari setelah Ani menyimpan buku Yasinnya.

"Kami tidak pernah jadian Ri" Bisik Ani pada Sari, karena mereka dalam kondisi yang tidak pas untuk berdiskusi.  Sekarang mereka sedang berada di rumah duka.

Tadi sore seorang dokter senior bernama dokter Jaka meninggal karena sakit jantung. Dokter Jaka adalah mantan dosen Ani dan Sari saat menempuh kuliah kedokteran di Jogja.

Di rumah duka banyak sekali para dokter dan mahasiswa yang ikut berbela sungkawa. Ada juga Budi yang mengenal dekat dokter Jaka, karena dokter Jaka pernah satu kali menjadi nara sumbernya.

"Sebaiknya kamu cari dokter tampan di sini An-. Untuk apa berhubungan dengan wartawan gila itu". Hasut Sari yang memang sudah punya dendam pribadi dengan Budi.

"Kamu benar Ri-. Dia memang gila, penjahat, dan tak berperasaan" Kesal Ani yang melirik sekilas wajah Budi yang sedang memperhatikannya.

Sejak kejadian Budi meninggalkan Ani di jalan sebulan yang lalu, Ani dan Budi tidak lagi pernah berkomunikasi. Ani menghapus nomor kontak Budi di ponselnya, dan Budi tak pernah sekalipun menghubungi Ani. Mereka bertahan dengan egonya.

"Kita pulang sekarang yuk Ri-!" Ajak Ani yang merasa susana hatinya berubah ketika melihat Budi.

"Aku masih tunggu mas Danu. Kami tadi pergi bersama". tolak Sari yang memang benar dia pergi ke rumah duka bersama dokter Danu tunangannya. "Kau tidak bawa mobil sendiri?"

"Aku kesini ikut kak Musa. Dan kamu lihat sendri kak Musa begitu asik ngobrol dengan   wartawan gila itu".

Sari melihat ke arah Musa dan Budi yang sedang asik mengobrol. "Sebenarnya Budi itu sangat menawan An-, Aku maklum jika kamu tergila-gila padanya. Tapi aku tetap tidak suka melihat wajah tengilnya itu. Tapi tampangnya memang terlalu sempurna untuk bekerja sebagai wartawan".

"Kamu ngomng apa Ri?" tanya Ani yang bingung dengan arah pembicaraan Sari.

"Aku mendukung jika kamu memang mencintai wartawan gila itu. Tapi kamu harus memastikan dia tidak menulis artikel jelek tentang ku!" Sari terkekeh kecil, memberi semangat pada sahabatnya yang sejak sebulan lalu kehilangan senyum bahagianya, dan Sari tau itu karena Budi si wartawan gila.

"Kamu jangan ikutan gila seperti dia Ri-. Aku tidak mencintai Budi" Sangkal Ani.

Ani mengeluarkan ponselnya dari tas kecil yang dia bawa. Ani menelpon kakaknya yang hanya berjarak kurang lebih sepuluh meter dari tempat dia duduk.

"Apa dek?"

"Kak, Ani mau pulang!"

"Tunggu sebentar kakak masih nunggu teman kakak yang sedang dalam perjalanan"

"Ani ngantuk kak. Ani pulang pakai taksi aja" Ani memutuskan panggilan.

Dengan wajah sangat menyesal Sari menepuk pundak Ani. "Sorry!, Aku kesininya numpang mobil Danu".

"Tak apa. Aku naik taksi saja". Ani menangking tasnya.

"Hai Ri!" Sapa Budi pada Sari dengan suara berat seksinya, berdiri di hadapan Sari dan Ani.

"Hai" Jawab Sari sedikit canggung.

"Bagaimana klinik mu?" tanya Budi ramah.

"Buruk karena ulah mu!" jawab Sari ketus mengalihkan pandang pada Ani yang membuang muka dari Budi.

A and B (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang