17. PEHAPE

482 54 3
                                    

Vote atau jerawanya nambah😏😏😏😈😈

======================================

Keesokan harinya...

Jam sudah menunjukan pukul enam lewat. Namu cuaca pagi cukup tidak bersahabat pada Ani. Sejak subuh, gerimis sudah mengguyur Kota Gede Jogjakarta, membuat Ani merasa enggan untuk langsung meninggalakan rumah hangatnya, meskipun dia sudah memakai jas putih, siap untuk mengikuti pelatihan.

Ani mengetuk-ngetuk kaca jendela dengan kunci mobilnya. Memandang rintik kecil air hujan yang jatuh dari langit seperti taburan debu.

"Budi?" heran Ani ketika melihat sebuah motor gede masuk ke halaman rumahnya.

Ani bergegas membuka pintu rumah untuk menyambut Budi yang telah menerobos hujan tanpa mantel hujan. "Ngapain?" teriak Ani karena Budi cukup jauh dari teras tempat dia berdiri.

"Mau nganterin kamu" Jawab Budi juga berteriak sambil memarkir motornya. Budi berlari menghampiri Ani agar cepat lolos dari timpaan hujan.

"Indonesia itu cuma punya dua musim, musim hujan dan musim kemarau. Udah tau suka naik motor tapi tidak sedia mantel" Runtuk Ani sambil menepuk-nepuk punggung Budi. Ani membantu mengeringkan tubuh Budi.

"Hujannya cuma di daerah Kota Gede saja An-, jadi aku males pakai mantel. Wong udah dekat rumah kamu juga" bela Budi. "Boleh pinjam handuk kering?"

"Masuk dulu!" pinta Ani, kemudian masuk ke dalam rumahnya mengambilkan handuk kering untuk Budi.

Beberapa saat kemudian Ani menyerahkan handuk kering pada Budi yang masih berdiri tegak di teras menghadap hujan.

"Kenapa tidak masuk ke dalam?" tanya Ani heran. "Di luar dingin".

Budi mengambil handuk dari Ani, menggunakan handuk tersebut untuk mengelap sisa air hujan yang tidak begitu basah di tubuhnya. "Aku sedang mengasah kemampuan ku untuk menjadi pawang hujan, biar hujannya cepat berhenti".

"Lagian kamu ngapain pagi-pagi ke sini!. Tadi malam kan Aku udah bilang, aku tidak perlu dijemput".

"Nanti malam aku akan pergi ke Solo untuk meliput tokoh Inspiratif..."

"Siapa?. Seorang dokter?" potong Ani yang memang cukup banyak memiliki teman akrab yang berprofesi sebagai dokter hebat di Solo.

"Dia dulu teman sekolah ku waktu SMA. Dan dia bukan seorang dokter" tegas Budi agar Ani tidak sok tau, memotong pembicaraannya penuh semangat.

"Owh!"

"Dia memiliki sikap yang suka menolong setiap orang yang kesusuahan. Itu yang membuat aku tertarik, untuk menjadikan dia tokoh inspirasi dalam artikel ku" Jelas Budi.

"Cewek?"

"Iya" jawab Budi singkat.

"Owh" semangat bicara Ani mulai berkurang.

"Kau cemburu?"

"Tidak" Bohong Ani. "Ngapain juga aku cemburu"

"Baiklah. Aku mungkin menginap di solo empat atau lima hari. Kareba aku takut terlalu rindu sama kamu, makanya aku tetap ingin mengantar kamu ke tempat pelatihan". Budi mendekatkan wajahnya pada wajah Ani, memindai dengan teliti raut wajah Ani. "Kenapa tidak merona lagi?".

"Hah?" bingung Ani.

Budi mencubit lembut pipi Ani yang kebingungan. "Biasanya kalau aku menggombal atau menyentuh wajah mu, pipimu yang kenyal ini akan merona, merah seperti kepiting rebus" jelas Budi jujur.

A and B (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang