📝Harian KeduapuluhTiga - Rumah Sakit

3.3K 224 54
                                    

Tidak peduli jika pada akhirnya akan ada kebencian darimu untukku. Namun, untuk sekarang biar saja aku merasakan sedikit bahagia itu.

Ainaya Valyria

•••••

Menjadi alasan seseorang melakukan sesuatu yang buruk adalah hal yang tidak pernah terpikirkan oleh Naya. Selama hidupnya, ia selalu berusaha menjadi gadis baik yang hanya ingin melakukan hal baik tanpa tahu berbuat hal yang tidak baik.

Sejauh ini Naya merasa dirinya hanyalah gadis biasa yang sedang mencoba bertahan hidup ketika dokter sudah memastikan ada sebuah penyakit mematikan yang menggerogoti tubuhnya. Dan kepahitannya itu ada yang melebihi sekarang. Menjadi alasan kenapa Arland membenci semua perempuan adalah hal terburuk dalam hidupnya. Bahkan, Naya mengesampingkan penyakit mematikan itu.

Yang di pikirannya sekarang adalah bagaimana Naya harus mengambil keputusan. Menyambut hadirnya kembali Arland di dalam hidupnya dengan menyembunyikan kenyataan yang perlu cowok itu ketahui, atau siap kehilangan Arland dengan berkata jujur kalau teman masa kecil yang dibenci cowok itu adalah dirinya.

Hanya sedikit kata-kata yang bisa Naya tulis di dalam buku hariannya. Lingkaran kecil yang berasal dari tetesan air matanya lah yang memenuhi satu lembaran itu. Naya menangis tanpa bersuara. Dan itu sangat menyesakkan dadanya sampai menggantikan rasa sakit yang ia rasakan sejak siang tadi.

Sontak Naya menutup buku hariannya ketika pintu kamarnya terbuka oleh seseorang.

"Kak, Aini bawa susu hangat buat kakak," ujar Aini melangkah mendekat ke meja belajar Naya. Meletakkan segelas susu putih di meja itu.

"Makasih, ya, De," ucap Naya yang sebelumnya sudah menghapus bekas air mata di pipinya.

Hening. Aini masih berdiri di sebelah Naya tanpa membuka obrolan apapun dalam beberapa detik.

"Gi-gimana keadaan kakak sekarang?" tanya Aini tampak ragu. Didekapnya nampan kecil dengan kedua tangan gadis itu karena gugup.

"Kakak baik-baik aja, kok. Makasih ya, kamu udah mau perhatian sama kakak. Kakak senang," jawab Naya diakhiri dengan senyum sumringah.

"Aini tau kakak sakit apa. Aini nggak sengaja liat catatan dari rumah sakit di lemari ibu." Wajah Aini tertunduk. Sejak ia membaca catatan itu, Aini tidak pernah sampai hati menatap wajah kakaknya terlalu lama. Semakin Aini mencoba, semakin perih hatinya karena tidak ingin kehilangan kakak satu-satunya itu.

Hening lagi. Naya tidak memberi tanggapan apapun. Hanya helaan napas samar yang bisa ia keluarkan saat ini. Lalu tangan Naya terjulur, menyentuh lengan Aini.

"Kakak akan baik-baik aja kok, De. Kamu nggak usah khawatir ya. Kakak pasti sembuh," kata Naya berusaha meyakinkan sang adik.

Aini tidak tahan lagi dengan situasi ini. Ia berbalik dan berlari keluar dari kamar kakaknya. Bahkan, tanpa menutup pintu lebih dulu. Sedangkan Naya yang tahu arti sikap adiknya, ikut merasa teriris hatinya. Lagi, airmata itu keluar dari tempatnya.

"Maafin kakak, De," gumam Naya pelan sambil membiarkan airmatanya terus berderai.

Detik berikutnya Naya semakin terisak tanpa henti. Ia harus menenggelamkan wajah di antara lipatan tangannya di atas meja belajar agar suara tangis itu tidak terdengar oleh siapapun. Ini begitu sakit dan menyesakkan.

•••••

Berulang kali Riani terus bertanya pada Naya tentang semua cerita yang ia dengar dari sahabatnya itu. Riani nyaris tidak percaya kalau Naya tidak menangis di mobilnya sehingga membuat Riani yakin kalau Naya benar. Sebuah cerita yang juga membuat hidup Naya terperosot ke dasar jurang yang paling dalam.

Diary untuk Arland [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang