📝Harian KetigapuluhSatu - Ungkapan

3.3K 257 73
                                    

Cinta adalah salah satu tiang yang menguatkan pondasiku hingga sekarang. Dan akan segera hancur tak tersisa jika cinta itu pergi.

Ainaya Valyria

•••••

Kalau saja Naya tidak memiliki otak yang terbilang cerdas, mungkin sekarang nilai-nilainya sudah hancur karena apa yang sedang ia hadapi saat ini sangatlah tidak mudah. Naya bisa bertahan untuk menopang penyakitnya selama bertahun-tahun, tetapi menahan kebencian yang ia terima dari seorang Arland sangatlah menghancurkan pertahanannya.

Setiap malam, Naya tidak pernah bisa fokus pada tulisan-tulisan di buku pelajarannya. Yang dilakukannya hanyalah menulis kata 'maaf' di setiap bagian buku hariannya, sambil menangis, sambil mengingat berulang kali tatapan super dingin dari cowok itu.

Seperti sekarang pun sama ketika pelajaran berlangsung di kelasnya. Penjelasan para guru di depan sana sangat mudah ditepis oleh kedua telinga Naya. Tatapannya tidak pernah berpindah dari bangku milik Arland yang sekarang sudah ditempati oleh orang yang berbeda. Cakra dan Gary yang menempati bangku itu. Sementara Arland, entah di mana cowok itu berada.

Bel tanda pergantian jam pelajaran berdering. Setelah memberikan tugas harian, guru berhijab itu segera meninggalkan kelas sebelas IPA satu. Begitupun Naya yang bangkit dari tempatnya hendak menghampiri Cakra dan Gary.

"Ada yang mau aku tanyain ke kalian," kata Naya sudah berdiri di depan cowok itu.

"Tentang Arland?" Cakra menaikkan alisnya.

Naya mengangguk. "Hari ini dia nggak masuk sekolah atau gimana?"

"Mulai hari ini dan seterusnya, Arland pindah ke kelas IPA lima," jawab Gary.

Naya terdiam. Ucapan Arland semalam tidak hanya sekadar ancaman. Cowok itu benar-benar tidak ingin menemuinya lagi, sedikitpun.

"Sebenarnya lo ada apa sih, sama Arland? Tuh, anak kita tanyain terus nggak pernah jawab. Sikapnya juga melebihi dari sikap arogan biasanya. Kenapa sih?" tanya Cakra sangat penasaran.

"Arland marah sama aku."

"Kenapa?" tanya Gary.

Sebelum Naya menjawab, Pak Robert sudah memasuki kelas dan akan segera memulai jam pelajaran berikutnya. Segera Naya kembali ke bangkunya, yang membuat Cakra dan Gary semakin penasaran dengan masalah antara Naya dan temannya itu.

"Kumpulkan tugas lusa kemarin. Hari ini kita ulangan harian. Cakra, tolong bagikan soalnya ke yang lain," perintah Pak Robert.

"Iya, Pak," sahut Cakra dan segera bergegas mengikuti apa yang diperintahkan sang guru.

"Gimana? Kemana si Arland?" tanya Riani ingin tahu hasil pertanyaan Naya tadi.

"Arland udah benci sama aku banget, Ri. Mulai sekarang dia pindah ke IPA lima," jawab Naya dengan lesu. Kemudian menerima lembar soal dari Cakra yang baru tiba di mejanya.

"IPA lima? Nggak salah?" Riani sedikit terkejut dan tetap berusaha memelankan suaranya.

Naya menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Ia benar-benar frustasi. Semakin kecil peluangnya untuk berusaha memudarkan kebencian Arland padanya.

"Harusnya aku jujur dari awal. Mungkin aja itu akan lebih baik dari ini." Pandangan Naya mulai berpindah ke lembar soal di tangannya.

"Gue rasa, kapanpun lo jujur, respon Arland akan sama aja, Nay. Lo cuma bisa berusaha buat ngelupain dia seutuhnya. Dengan begitu rasa sakit lo akan berkurang," ucap Riani.

Diary untuk Arland [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang