📝Harian Ketigapuluh - Memohon Maaf

3.1K 241 58
                                    

Mencintaimu adalah hal terindah untukku. Namun, ketika setitik kebencian datang untukmu, itu adalah bagian yang paling terburuk dalam hidupku. Karena aku harus merasakan cinta dan benci dalam satu waktu yang sama.

Arland Nugraha

•••••

Perlahan Naya menekan gagang pintu sebuah ruangan serba putih itu. Di dalamnya sudah ada sepasang suami istri yang sedang terisak tangis. Terutama sang istri yang perlu mendapatkan rangkulan dari suami untuk menopang tubuhnya yang bisa saja jatuh karena kesedihannya sekarang ini.

Ruangan yang tidak begitu banyak menghasilkan suara ini, lebih didominasi dengan suara mesin detak jantung yang terdengar nyaring. Di bangkar itu terbaring seorang gadis kecil yang membuka setengah matanya, tetapi dalam keadaan setengah sadarkan diri.

Pelan-pelan Naya mendekat ke bangkar. Bersama Riani yang mengekori dari belakang.

"Permisi," sapa Naya dengan suara pelan. Membuat Renata dan suaminya menoleh bersamaan ke belakang. Segera Renata bangkit dari bangkunya dengan tergopoh-gopoh, lalu memeluk Naya sangat erat.

"Tante yang sabar, ya. Tante harus kuat," ucap Naya mengusap belakang punggung Renata. Naya juga sudah mengeluarkan airmata sejak kakinya melangkah masuk ke ruangan ini.

Masih sambil terisak, Renata melepaskan pelukannya. "Vania tidak bisa banyak bicara. Tapi tadi dia sempat memanggil-manggil nama kamu. Makanya saya langsung hubungi kamu," kata Renata, lalu membiarkan Naya mendekat ke bangkar. Mengambil posisi duduk di samping Vania yang tengah terbaring lemah.

Renata dan suaminya berdiri di ujung bangkar. Sementara Riani berdiri tepat di belakang Naya. Suasananya semakin haru ketika Naya mulai menyentuh tangan dingin Vania dan mengelusnya.

"Kak Naya," sebut Vania yang melirik kedatangan Naya di sebelahnya. Gadis itu sulit bergerak karena seluruh wajahnya sudah dipenuhi alat-alat medis guna menunjang pernapasannya.

"Hei," sahut Naya yang semakin bercucuran airmata. Ia tidak sampai hati melihat keadaan Vania yang sudah berada di titik paling ujung. Wajahnya yang pucat pasi, pandangan mata kosong, juga tubuhnya yang sangat kurus dan dingin.

"Kak Naya," sebut Vania lagi. Sepertinya ada yang ingin disampaikan gadis itu. Tetapi sayangnya sulit sekali dilakukan.

"Sesuai janji kakak kemarin, kakak akan kasih tau kamu sebuah rahasia besar. Kamu harus janji buat jaga rahasia ini, ya."

Vania mengangguk pelan dengan sebisanya.

Lalu Naya setengah bangkit untuk mendekatkan bibirnya ke telinga Vania. Naya masih tidak bisa menahan airmatanya dengan kondisi Vania yang seperti ini.

"Kamu nggak sendirian, Vania. Karena bukan hanya kamu yang sakit," ucap Naya dengan berbisik. Bahkan Riani yang berdiri di belakangnya tidak bisa mendengar jelas apa yang dikatakan Naya pada Vania.

"Kakak juga sakit. Kakak bisa merasakan apa yang kamu rasakan sekarang." Naya meneguk salivanya banyak sekali karena tenggorokannya terasa tidak mampu melanjutkan apa yang ingin ia ucapakan.

"Kamu nggak perlu takut. Secepatnya kita akan bertemu lagi ... Di dunia yang berbeda, dunia yang lebih indah. Nggak akan ada rasa sakit lagi untuk kita." Lantas Naya bergerak mendekat ke wajah Vania, mengecup kening gadis itu cukup lama.

Setelahnya Naya cepat kembali duduk di posisinya semula. Jantungnya berdetak cepat karena Naya mulai merasakan takut. Entah karena alasan apa Naya harus takut.

Diary untuk Arland [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang