Aku pernah membencimu. Namun, sekarang akulah yang patut dibenci oleh diriku sendiri. Karena egoku telah membuatku terlalu bodoh untuk meninggalkanmu.
Arland Nugraha
•••••
Anita merasa gusar ketika tengah menunggu di depan loket pembayaran untuk mendengar nominal yang akan disebutkan oleh petugas administrasi itu. Isi di dalam dompet yang sudah lusuh itu tidak lebih dari satu juta rupiah. Jumlah uang yang diyakini tidak akan mampu menutupi semua perawatan putri sulungnya.
"Maaf menunggu lama," ucap seorang petugas wanita berkacamata itu setelah selesai berhadapan dengan komputernya guna menghitung seluruh jumlah yang harus dibayarkan Anita.
"Iya, gapapa, Mbak. Berapa yang harus saya bayarkan?" tanya Anita sedikit gugup.
"Deposit yang harus dibayarkan sebesar Rp. 8.750.000. Ibu bisa membayarkan setengahnya dulu dan sisanya harus dilunasi dalam waktu dua hari," jawab petugas itu dengan ramah.
Anita menelan salivanya. Sebulir keringat sudah menetes lantaran kegelisahannya sejak tadi benar-benar terjadi.
"Maaf, Mbak. Sebentar saya telpon suami saya dulu, ya."
Petugas itu mengangguk. Membiarkan Anita menjauh dari loket pembayaran itu untuk menghubungi seseorang.
"Assalamualaikum, Yah," sapa Anita ketika panggilannya sudah dijawab oleh sang suami.
"Wa'alaikumusalam, Bu. Bagaimana keadaan Naya? Ayah baru dapat tiket malam ini."
"Lebih baik ayah jangan pulang dulu. Karena deposit rumah sakit yang harus dibayarkan cukup banyak. Ibu cuma punya satu juta, Yah."
"Tabungan ayah baru ada dua juta setengah, Bu. Ayah akan transfer sekarang juga. Sisanya nanti ayah carikan lagi. Kalau gitu ayah tunda dulu kepulangannya. Ibu baik-baik, ya. Kabari ayah terus keadaan Naya."
"Iya, Yah. Ibu tunggu uangnya."
Obrolan singkat itupun selesai. Namun, kegusaran Anita masih terus berlanjut karena nominal yang dimiliki masih belum mencukupi setengah dari pembayaran rumah sakit. Lantas Anita kembali menghadap ke petugas tadi.
"Maaf, Mbak. Saya hanya punya uang tiga juta setengah. Apa bisa? Sisanya akan segera saya cicil secepatnya."
"Tidak bisa, Ibu. Rumah sakit sudah memberikan keringanan untuk membayar setengahnya dulu. Kalau hari ini tidak bisa dibayarkan setengah, terpaksa pasien harus kami pindahkan ke kamar biasa tanpa perawatan intens."
"Jangan, Mbak! Ini pake kartu kredit saya. Pokoknya pasien harus dapet perawatan paling baik sampai sembuh. Dan sekalian semua pembayaran langsung dilunasin beserta obat-obatnya," teriak Riani yang baru datang bak pahlawan.
Untuk Riani, berapapun uang yang ia keluarkan tidak akan mampu membeli sebuah sahabat terbaik seperti Naya. Jadi Riani lebih memilih anugrah seorang sahabat daripada harta yang begitu melimpah dalam hidupnya.
"Sebentar kalau gitu. Saya proses dulu, ya," kata petugas itu.
"Nak Riani, maaf karena selalu merepotkan terus," ucap Anita yang berkaca-kaca karena merasa lega dengan pertolongan dari Riani.
"Riani nggak pernah merasa direpotkan kok. Justru Riani seneng bisa membantu sahabat Riani. Tante nggak perlu merasa sungkan, ya."
Airmata wanita itu menetes penuh haru. Kemudian Anita menarik tubuh Riani, memeluknya sangat erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary untuk Arland [Completed]
Teen FictionNaya menyukai Arland sejak mereka kecil. Sayangnya mereka sempat berpisah karena sebuah insiden penculikan yang terjadi pada Arland. Ketika mereka dipertemukan lagi dalam sekolah SMA yang sama, Arland sama sekali tidak mengenal Naya seperti Naya ya...