📝Harian Kesepuluh - Jaket Kulit

3.6K 277 89
                                    

Bisakah aku menjadi salah satu yang berharga dalam hidupmu?

-Ainaya Valyria-

•••••

Sebut saja sebuah kobaran api sedang mengisi seluruh organ tubuh Arland sehingga cowok itu merasakan hawa panas yang tak terhingga. Jika mungkin pun akan ada kepulan asap yang keluar dari setiap bagian tubuhnya. Arland terlalu emosi saat ini. Ia selalu seperti ini kala papinya sering pergi ke luar negeri atau luar kota dalam waktu yang lama.

Tidak peduli seberapa kuat Arland mencoba untuk tidak menghiraukan kepergian papinya perihal pekerjaan, perasaan Arland tetap tidak suka kalau ia ditinggal oleh papinya. Karena hanya papinya yang ia punya. Maminya sudah pergi. Apa harus papinya juga selalu pergi? 

Biasanya jika sedang kalut begini, Arland selalu melampiaskannya di sebuah klub atau cafe dengan nuansa klasik agar emosinya meredam. Atau setidaknya ia bisa meluapkan emosinya di dua tempat itu. Entah dengan mengencani gadis-gadis di sana atau sekadar minum soda yang banyak. Percayalah, senakal-nakalnya cowok itu, Arland belum pernah menyentuh alkohol. Arland hanya perlu tempatnya saja tanpa harus mencicipi minuman yang  tidak baik untuk kesehatan itu.

Dan sekarang, Arland sendiri heran mengapa ia memarkirkan mobilnya di depan gerbang rumah Naya. Semua mengalir begitu saja tanpa ada niatan datang ke sini. Lebih gilanya lagi, saat ini Arland ingin sekali melihat wajah polos gadis itu. 

Namanya kebetulan atau bukan, bersamaan dengan keluarnya Arland dari mobil, Naya membuka pintu rumahnya. Di tangan gadis itu terdapat keranjang kecil yang sepertinya Naya akan membuang sampah di tempat pembuangan depan rumahnya. 

Sudah berdiri di depan pintu, Naya membelalak sempurna. Ia bahkan mencubit pipinya sendiri sampai mengaduh pelan karena saking tidak percayanya cowok itu ada di sini, di depan rumahnya. Belum lagi jarum jam sudah hampir berada di angka sembilan. Untuk apa Arland malam-malam ke sini?

Perlahan Naya melangkahkan kakinya. Selain tujuan gadis itu memang ke depan rumah, ia juga ingin menyapa Arland yang kini tengah menyandarkan bokongnya di sisi kap mobil sambil melambaikan tangan ke arahnya. Naya tersenyum kikuk.

"Hai, Nay," sapa cowok itu. Naya sudah berdiri di depan Arland.

"Ha-hai," sahut Naya gerogi.

"Mau buang sampah?" Arland melirik ke keranjang yang masih setia dipegang Naya. 

Gadis itu mengangguk kikuk. Lantas Arland menyambar keranjang di tangan Naya, lalu menuju ke arah pembuangan di sudut depan rumah Naya, dan menuangkan isi keranjang itu di sana. 

Setelahnya Arland menghampiri posisi Naya yang masih masih bergeming. Cowok itu menepuk-nepuk telapak tangannya guna menghilangkan debu atau kotoran yang sekiranya menempel setelah ia membuang sampah baru saja.

"Nih." Arland menyodorkan keranjang sampah itu ke Naya. Dengan masih menatap kaku ke Arland, Naya mengambil sodoran keranjang itu.

"Gue boleh main ke sini kan?"

Naya diam. Atau lebih tepatnya ia belum sadar dari matanya yang sama sekali belum mengerjap menatap Arland.

"Nay?" panggil Arland dan berhasil menyentak pandangan Naya. Akhirnya gadis itu tersadar.

"Eh, iya. Ada apa?"

"Gue boleh kan main ke sini? Ke rumah lo?" ulang Arland lagi dengan penekanan di setiap katanya.

"Bo-boleh," jawab Naya sambil mengangguk.

Cowok itu tersenyum tipis. Belum disuruh, Arland sudah berjalan lebih dalam ke rumah Naya dan berhenti di depan teras. Meninggalkan Naya masih di depan gerbang sana.

Diary untuk Arland [Completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang