Apakah berlebihan jika hanya menyukai satu orang dalam waktu yang lama? Bukannya itu setia? Tapi kenapa ada yang bilang itu hal bodoh?
-Ainaya Valyria-
•••••
Hai, Diary ....Kata demi kata terangkai membentuk sebuah kalimat, yang kemudian beranjak menjadi narasi penuh dalam beberapa lembaran. Bukan menulis puisi atau yang biasa disebut sajak. Tapi ini adalah kegiatan rutin yang selalu dilakukan Naya menjelang waktu tidurnya.
Menulis sebuah buku yang sudah menjadi temannya sejak beberapa tahun lalu. Buku yang menjadi teman cerita selain kepada Tuhan dan sahabatnya, Riani. Di dalam buku ini, Naya bisa bebas menceritakan setiap hal kecil yang ia alami setiap harinya. Serupa ketika Naya juga sedang mengadu pada Tuhan-nya.
Karena bagi Naya, buku catatan ini akan menjadi peninggalannya ketika dunia tidak lagi menjadi tempat Naya bernaung. Sebuah buku diary berukuran sedang yang sudah tidak mulus lagi. Lembarannya sudah sedikit kusam dan lecek.
Di mana hampir setiap kalimat selalu nama 'Arland' yang ditulis.
Termasuk malam ini, yang mana perasaan Naya sedang bersedih. Mengingat kembali kejadian tadi pagi di kantin membuat Naya tidak kuat menahan genangan yang menggumpal di pelupuk matanya.
Segitu mudahnya Arland berkata bahwa ia tidak mengenal Naya. Tatapan dingin itu bahkan masih jelas terpampang di layar mata Naya. Kalau Arland sudah tidak ingin mengenalnya, lalu Naya harus bagaimana? Arland adalah cowok pertama setelah ayahnya yang mampu menguatkan Naya hingga sekarang. Senyum cowok itu yang dulu selalu jelas ada dalam ingatan Naya.
Tok tok tok.
Naya menutup buku diary-nya ketika ketukan pintu kamar itu terdengar. Tidak lupa juga Naya segera menyibak genangan di pelupuk matanya.
Anita melangkah masuk ke dalam kamar yang tidak begitu besar tapi terlihat rapi itu. Anita menghampiri sang anak yang tengah duduk di bangku belajarnya. Mengelus lembut belakang rambut Naya yang terurai.
"Bagaimana sekolah kamu, Sayang?" tanya sang ibu.
"Baik, Bu. Naya akan ikut olimpiade dua bulan ke depan. Dan ibu tau nggak siapa yang jadi partner Naya nanti?"
Anita menggeleng sambil terus senyum. Mengelus sekali lagi rambut hitam sebahu itu. "Siapa?"
"Arland, Bu."
"Oh, ya?" Anita menaikkan kedua alisnya membelalak. Naya mengangguk semangat.
Lalu sang ibu mengambil salah satu tangan Naya dan ia bawa untuk bertumpuk di telapak tangannya yang sudah tidak muda lagi itu. Anita menggenggam telapak tangan Naya dengan kuat. Menatap wajah anaknya dengan sendu.
"Ibu kenapa?" tanya Naya merasa sang ibu tidak baik-baik saja.
Anita menggeleng seraya dengan matanya yang mulai berkaca-kaca. "Anak ibu sudah besar. Cantik, pintar, dan baik. Ibu sayang sama Naya," ucapnya langsung menyibak cepat satu bulir yang perlahan turun dari ujung matanya.
Segera Naya bangkit dan memeluk sang ibu. "Naya juga sayang banget sama ibu. Makasih udah membesarkan Naya sampai detik ini," ucap Naya yang tidak lagi bisa membuat Anita menahan airmatanya.
Setiap hari, bukan tapi setiap detik, Anita tidak pernah kuat untuk menatap wajah Naya terlalu lama. Wajah yang bisa hilang entah dalam waktu sebentar lagi atau waktu yang lama. Tergantung Tuhan akan memberikan kesempatan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary untuk Arland [Completed]
Teen FictionNaya menyukai Arland sejak mereka kecil. Sayangnya mereka sempat berpisah karena sebuah insiden penculikan yang terjadi pada Arland. Ketika mereka dipertemukan lagi dalam sekolah SMA yang sama, Arland sama sekali tidak mengenal Naya seperti Naya ya...