Lorenzo membohongi Via kalau dia akan bergantian dengan Reza, kenyataannya tidak. Lorenzo begadang hingga pagi hari sambil bermain game Worm Zone. Hilwa bangun lalu saat keluar dari tenda, ia melihat Lorenzo yang sampai saat ini masih berjaga di dekat tenda.
"Eh.. Ren, lo begadang?" tanya Hilwa yang baru saja keluar dari tenda.
"Iya," jawab Lorenzo mematikan ponselnya, "hmm... Via udah bangun?"
"Belum," jawab Hilwa dengan singkat. Tak lama kemudian semuanya keluar dari tenda masing-masing.
"Eh.. udah pagi, ya?" ucap Reza yang masih ngantuk.
"Nggak, masih malam," sahut Lorenzo jutek.
"Bodo," ucap Reza cuek.
"Via, bantu gua masak yuk," ajak Hilwa kepada Via.
Via melirik ke arah Lorenzo, dia sama sekali tidak membalas tatapan Via. Via berusaha untuk tetap sabar dan tidak ingin memperpanjang masalah ini lagi.
"Terus gua ngapain?" tanya Eriska datar.
"Hmm... lo bersihin tenda aja ya," jawab Hilwa pelan.
"Ok," kata Eriska singkat.
"Ya udah yuk yang cowok-cowoknya kita cuci muka dulu di sungai dekat sini, siapa tau aja ada bidadari lagi mandi di sungai," tawa Reza geli.
"Oh! Sana lo cari aja bidadari yang lagi mandi!" teriak Hilwa dengan nada cemprengnya.
"Ih! Berisik banget sih lo! Mending suara lo bagus!" teriak Reza dengan kesal.
"Biarin! Terserah gua! Gua ke-" teriakan Hilwa terhenti saat Reza menyumpalnya dengan kaos kaki yang belum dia cuci dari kemarin. Semuanya tertawa karena melihat Hilwa dengan mulut yang tersumpal.
"Ya ampun, Wa... lo cantik banget kalo kayak gitu," ejek Via sambil tertawa terbahak-bahak.
"Ih! Bego banget sih, lo! Jorok! Bau bangkai tuh kaos kaki!" teriak Hilwa melepas sumpalan dari mulutnya.
"Makanya lo jangan teriak-teriakan kayak gitu lagi," tawa Reza mencubit pipi Hilwa.
"Eh, udah ayolah," ujar Via yang langsung jalan ke dapur.
Mereka mulai melakukan aktivitasnya masing-masing, yang cowok pergi ke sungai, Via dan Hilwa memasak, dan Eriska membersihkan tenda.
"Vi," tegur Hilwa saat Via sedang memasak.
"Yaps." jawab Via santai.
"Waktu lo jatuh ke jurang itu, emangnya lo beneran ngejar-ngejar anak kecil?" tanya Hilwa ragu. Via terdiam, melirik ke arah Hilwa.
"Kenapa?" tanya Via mengkerutkan keningnya.
"Ya, gua nanya doang sih," kata Hilwa cuek.
"Ya," jawab Via singkat.
"Ya? Ya, apa? Dih singkat banget jawabnya," kata Hilwa kesal.
"Iya, gua waktu jatuh ke jurang dan gua ngejar-ngejar anak kecil," ucap Via pelan.
"Eh, ceritain dong gimana itu awal ceritanya, terus ciri-ciri dia itu apa? Gua penasaran nih." Hilwa penasaran.
"Ya, gua kan sama-"
"Biar apa lo mau tau cerita dari awal? Jangan ngomongin dia lagi! Jangan ngomongin dia lagi! Gua gak mau dia datang lagi!" kata Eriska yang tiba-tiba ada di belakang Via dan langsung memotong perkataan Via. Spontan Via dan Hilwa kaget dengan kehadiran Eriska yang seperti jelangkung, datang tak dijemput pulang tak diantar.
"Ris, lo bisa nggak sih nggak usah sok horor? Jangan bikin kita parno deh!" seru Hilwa ketus.
"Lo...,"
"Eh, udah donk! Bosen gua harus gini terus! Jangan ribut napa! Dan lo, Ris! Kita di sini tuh mau holiday bukannya mau horor!" kata Via memotong ucapan Eriska tegas.
"Lo akan tau kenapa gua kayak gini pas semua udah benar-benar terjadi," kata Eriska dengan tatapan serius.
"Eh! Mending lo pulang, deh! Nggak nyaman gua kalo ada lo!" cerca Hilwa semakin emosi.
"Eh, ada apa ini wahai para ladies yang geulis? Kok pada ribut gini sih? Jangan ribut dulu, kan belom ada ring tinjunya," ledek Reza yang tiba-tiba datang dengan yang lainnya.
"Noh, adek lo berulah lagi," tunjuk Hilwa ke arah Eriska.
"Eittss, sorry gua nggak punya adek," kata Reza santai.
"Sekarang kita makan, nggak usah ada yang ribut," kata Lorenzo cuek.
Mereka makan dengan lahap hingga tak ada yang tersisa kecuali piring dan sendok yang mereka gunakan. Setelah tenda dan area sekitar dibersihkan, mereka langsung memakai ransel dan bersiap untuk mendaki kembali.
"Vi, kaki lo kuat nggak buat mendaki?" tanya Hisyam cemas.
"Kuat kok," jawab Via tersenyum kecil.
"Ren, cewek lo jagain tuh takutnya nanti dia jatuh," kata Reza memberitahukan Lorenzo.
"Males," jawab Lorenzo dengan singkat.
"Lo napa sih? Tumben lo kayak gitu sama nyonya besar," tanya Reza penasaran.
"Bodo amat," jawab Lorenzo cuek.
"Dia masih marah? Kok nggak jelas banget sih, marah karena hal sepele, kan absurd banget," batin Via kesal.
"Tenang aja, gua kuat kok, jadi gua gak butuh bantuan dia," celetuk Via dengan nada yang sangat jutek. Lorenzo hanya menatapnya sekilas dengan tatapan tajam dan Via membalas tatapannya dengan tajam juga.
"Guys... menurut peta yang dari tim SAR, kita jalan ke sana," kata Hilwa memegang peta dan menunjuk ke depan.
"Ya udah ayo," kata Reza kemudian berjalan paling depan. Yang lain membuntutinya.
Saat dalam perjalanan, Via terus berjalan dengan terbata-bata sambil menahan sakit pada kakinya. Via tertinggal cukup jauh karena dia sering beristirahat sejenak agar tetap kuat untuk terus berjalan. Kini dia menyesal karena tidak mendengarkan perkataan Lorenzo untuk menunda pendakiannya.
"Ih, malah pada ninggalin! Sakit tau kakigua," keluh Via kesal namun tidak ada yang mendengarkan perkataannya.
_________________________________________
PENASARAN SAMA PART SELANJUTNYA?
YUK BACA TERUS "VILLA CEMPAKA" DAN JANGAN LUPA VOTE YA..
OH YA KALAU ADA YANG PERLU DIKOMEN,KOMEN AJA KARENA ITU SANGAT BERGUNA UNTUK SAYA
NB : CERITA INI HANYA DIBUAT OLEH @SYFTRI2001 SELAIN DARI @SYFYRI2001 ITU ADALAH PLAGIAT!
TERIMA KASIH
SALAM,
DESI SYAFITRI
KAMU SEDANG MEMBACA
Villa Cempaka [SELESAI REVISI]
HorrorRencana terkadang tak sesuai dengan kenyataannya. Berniat ingin mendaki gunung namun terjebak oleh hujan dan membuat mereka menginap disebuah villa yang cukup tua, terdapat banyak hal aneh terjadi didalamnya. Penasaran? ~Selamat Membaca~ Nb : mohon...