BAB 19 : Sejarah Villa Cempaka

12.7K 725 28
                                    

Saat berlari, mereka sesekali terjatuh dan terpeleset. Kaki juga beberapa bagian tubuh mereka mengeluarkan darah karena tertusuk oleh ranting-ranting pohon yang tajam. Tangan kanan Hisyam mengalami patah tulang karena terpental saat di Villa karena itu, dia terus memegangi tangan kanannya. Sedang Via harus menahan rasa sakit di bagian kaki.

"Syam, istirahat dulu...gua capek," kata Via berhenti untuk mengatur napasnya sambil memegangi kedua lututnya. Hisyam diam sejenak, menghampiri Via yang berada di belakang. Dia menaruh Via di punggungnya lalu mengangkatnya dengan cepat. Entah bagaimana Hisyam yang sedang patah tangan, bisa berjalan sambil menggendong Via. Anehnya lagi, Hisyam juga kemudian berlari sambil menggendong Via.

Kok dia bisa gendong gua sambil lari? Bukannya tangan dia lagi sakit? batin Via bingung.

Saat Via mengajak Hisyam bicara, Hisyam tak menyahut. Mereka akhirnya berhenti ketika seseorang memanggil mereka.

"Hei! Siapa di sana?" teriaknya dari semak belukar. Mereka menoleh dan mendapati seorang kakek berdiri. Jaraknya tak begitu jauh, di depan gubuk. Di saat yang sama, Hisyam tiba-tiba saja meringis kesakitan pada bagian tangan kanannya.

"Arrgghhh! Vi... lo ngapain di punggung gua sih? Udah tahu gua lagi sakit," gerutu Hisyam menurunkan Via dengan sedikit kesal.

"Nggak sadar? Lo sendiri yang gendong gua," kata Via kebingungan.

"Kok kita udah sampai di sini? Ini di mana?" tanya Hisyam sambil melihat sekitar.

"Ayo kita ke sana!" ajak Via berlari menghampiri si kakek tua.

"Kakek? Kakek bukannya yang waktu itu datang ke tenda kami ya?" tanya Via berusaha mengingat.

"Iya, kalian ngapain lari-larian di sini?" tanya kakek itu pelan.

"Ki-kita boleh masuk nggak kek? Kita takut di sini," pinta Via sedikit rag

"Silahkan masuk. Kalian juga harus membersihkan luka-luka kalian...," kata sang kakek menunjuk pintu masuk gubuk. Via dan juga Hisyam mengikuti kakek itu. Di sana, mereka membersihkan luka-luka juga diberi masing-masing segelas air putih dan sepiring singkong rebus.

"Di mana teman kalian? Kok kalian hanya berdua?" tanya si kakek sambil duduk di ranjang yang terbuat dari kayu.

Rumah gubuk itu hanya memiliki satu ruang makan yang digabungkan dengan ruang tidur, dapurnya juga sangat kecil dengan barang-barang seadanya. Di sisi kanan, terdapat sebuah ranjang yang dilapisi beberapa kain. Ada tiga buah lentera yang menerangi rumah gubuk itu.

"Teman-teman kami sudah meninggal, Kek," kata Via sedih.

"Meninggal? Di mana?" tanya Kakek itu terkejut.

Via dan Hisyam terdiam, saling menatap

"Kek, Villa itu... milik siapa?" tanya Hisyam sedikit ragu-ragu.

"Villa? Oh... jadi kalian menginap di sana dan teman-teman kalian meninggal? Jadi apa kalian sudah bertemu anak kecil itu?" tanya Kakek dengan nada sinis.

"Hm...sebelumnya nama Kakek siap? Kok Kakek tinggal disini sendirian?" tanya Via penasaran.

"Nama kakek Indrama. Panggil saja kakek Indra," jawab kakek Indra.

"Villa itu sebenarnya milik majikan kakek, dulu kakek tinggal di villa itu sebagai sopir. Awalnya itu adalah sebuah rumah, rumah milik Pak Agus Tryono Kusumo dan juga istrinya Ibu Irma Septia Kusumo. Mereka memiliki anak perempuan yang bernama Alika Velicia Kusuma ningrum, rumah yang sangat besar dan seharusnya lebih cocok menjadi sebuah Villa. mereka mendirikan rumah di daerah ini karena sebagai tempat mereka untuk bersembunyi dan memuja kepada setan. Mereka melakukan pemujaan untuk setan karena mereka ingin mendapatkan kekayaan. Namun, bukannya bertambah kaya justru mereka semakin terlilit oleh hutang. Semua aset perusahaan habis. Pak Agus juga Ibu Irma terlibat sebuah pertengkaran yang berakhir menjadi pembunuhan. Alika yang sedang bermain dengan bonekanya di kamar, tak tahu kalau Ayahnya telah membunuh Ibunya. Alika hanya melihat Ayahnya memasuki kamarnya. Dia mengira ayahnya mengajaknya bermain namun salah. Dia justru juga dibunuh dengan sebuah pisau. Setelah itu, Ayahnya menyayat tubuh Alika lalu mencongkel salah satu matanya. Bisa dibilang Ayahnya menjadi stres karena masalah bisnisnya yang telah gagal. Kemudian pak Agus melakukan persembahan kepada setan dan mengutuk kamar itu. Dia meminta para roh jahat untuk menjaga kamar. Agar tak ada seorang pun yang menemukan mayat anak dan istrinya. Lalu pak Agus pergi ke belakang rumah. Di sana terdapat sebuah sumur lalu pak Agus melompat, bunuh diri." Kakek Indra menjelaskan dengan panjang lebar.

Villa Cempaka [SELESAI REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang