Setelah beberapa saat mengobrol, mereka memutuskan untuk kembali ke kamar masing-masing. Sudah mulai tengah malam, tak terasa mereka telah mengobrol cukup lama hingga hampir lupa waktu.
"Tidur yuk," ajak Lorenzo kepada Via.
"Ayo, gua juga udah ngantuk," kata Via menguap, menutup mulutnya.
Lorenzo mengantarkan Via ke kamarnya karena kebetulan kamar mereka memang bersebelahan.
"Tidur ya," kata Lorenzo mencium kening Via.
"Ih, lo kira gua anak kecil gitu harus di cium kalo mau tidur," protes Via dengan nada jengkel.
"Gua tuh pengen jadi cowok yang romantis," tawa Lorenzo.
"Gua nggak mau lo berubah. Gua cuman mau lo tetap jadi Lorenzo yang gua kenal," kata Via dengan tenang.
"Ya udah, sana masuk."
"Lo juga tidur ya."
"Iya."
Lorenzo berjalan menuju kamarnya, Via mulai membuka pintu kamarnya namun dia seperti mendengar anak kecil sedang bermain sambil tertawa. Via kemudian melihat jam tangan hitamnya. Jam menunjukkan pukul 00:30. Via merasa curiga dan ia juga penasaran. Mana mungkin ada anak kecil yang masih bermain hingga tengah malam seperti ini.
"Jam segini kok anak kecil masih ada yang main ya?" gumam Via penuh curiga.
Via langsung pergi mencari sumber suara, dia menajamkan indera pendengarannya dan terus mengikuti arah sumber suara. Semakin lama suara itu semakin kencang dan berhenti di kamar 15. Via terdiam, mengetuk pintu kamar namun tak ada yang menjawab.
Tok tok tok..
"Permisi," seru Via kepada pemilik kamar tersebut namun tak ada yang menjawabnya.
"Kok nggak dijawab sih?" gumam Via penuh tanda tanya.
Lorenzo tidak jadi masuk kekamarnya karena dia melihat Via sedang mengetuk kamar lain. Lorenzo mengerutkan keningnya dan dia terus menatap Via dari kejauhan.
"Via? ngapain ke sana?" gumam Lorenzo.
Lorenzo hanya memperhatikan Via namun dia tidak menghampirinya. Via terus mengetuk pintu kamar dan suara semakin kencang. Bulu kuduknya mulai berdiri, Via mulai ketakutan.
"Apa suara pintunya nggak kedengeran gitu? Masa harus kencang banget sih," gumam Via sedikit kesal.
Via kemudian melihat ke lubang kunci dan dia langsung mengintip kamar tersebut melalui lubang kunci. Saat dia mengintip, hanya ada anak kecil yang sedang asyik sendiri bermain dengan bonekanya. Kemudian dia berdiri dan mulai merasa aneh dengan kamar tersebut.
"Kok cuman ada anak kecil doang ya? Orang tuanya kemana? Anaknya bukannya disuruh tidur malah dibiarin main malam-malam kayak gini." gumam Via dengan kesal.
"Gua intip lagi aja kali ya," gumamnya kembali.
Saat ia kembali mengintip, tiba-tiba anak kecil itu juga telah berada di depan lubang kunci tersebut. wajahnya sangat seram, kulit wajahnya mengelupas hingga terlihat daging dan darah yang mengalir. Mata anak kecil itu hilang sebelah kanan sedang mata sebelah kirinya hanya berwarna putih. Mulutnya yang sobek, menyeringai sangat lebar dan telinganya hampir lepas.
"Maukah kau bermain denganku?" Anak kecil itu terkekeh lebar dan menyeramkan.
Via langsung tersentak kencang. Kedua matanya terbelalak dan tubuhnya langsung gemetar, bulu kuduknya mulai berdiri, mengisyaratkan ketakutan yang luar biasa.
"Kalian semua akan mati! Kalian harus mati!" teriak anak kecil itu sangat keras.
Aaaaaa....
KAMU SEDANG MEMBACA
Villa Cempaka [SELESAI REVISI]
HorrorRencana terkadang tak sesuai dengan kenyataannya. Berniat ingin mendaki gunung namun terjebak oleh hujan dan membuat mereka menginap disebuah villa yang cukup tua, terdapat banyak hal aneh terjadi didalamnya. Penasaran? ~Selamat Membaca~ Nb : mohon...