BAB 9 : Kamar 15

13K 748 22
                                    

Saat Via dan Lorenzo sudah mendekati pintu, dia melihat Reza dan juga Hilwa yang masih berdiri diam melihat kearah pintu tersebut.

"Kok belum masuk?" tanya Lorenzo pada Reza.

"Takut yang punya villanya galak," jawab Reza.

"Lebay lo," kata Lorenzo.

"Ren, gua jalan aja. Kasihan lo pasti capek," pinta Via pada Lorenzo.

"Emang kaki lo udah sembuh?" tanya Lorenzo khawatir.

"Belom sih, tapi gua masih kuat buat jalan kok," jawab Via meyakinkan Lorenzo.

"Ya udah." Lorenzo kemudian menurunkan Via.

"Ketuk-ketuk aja pintunya," usul Hisyam.

"Ah lebay! Ngapain pake ketuk-ketuk pintu segala, mending langsung masuk aja," kata Reza cuek. Sebelum tangan Reza meraih pintu villa, tiba-tiba saja pintu langsung terbuka sendiri. Mereka langsung terkejut karena tak ada siapapun.

"Eh, malah buka sendiri nih pintu," gumam Reza heran.

"Ya udah masuk yuk," ajak Hilwa. Sesaat setelah mereka masuk ke dalam villa...

Brukkk...

Pintu masuk villa tiba-tiba menutup sendiri dengan keras, spontan semua melirik ke belakang. Degup jantung mereka berdetak dengan cepat.

"Kenceng banget bunyinya," ujar Reza mengkerutkan keningnya.

"Di luar hujan dan anginnya sangat kencang, jadi wajar saja kalau pintunya menutup sendiri " ujar seseorang di belakang mereka. Spontan semuanya kaget dan langsung melirik ke belakang. Di sana, seorang wanita paruh baya berdiri, menggunakan baju kebaya warna merah dengan rambut dikonde dan wajah sedikit pucat.

"Eh, maaf sebelumnya, Bu. Kami mau menginap di villa ini," kata Via sopan.

"Baiklah," jawab ibu tersebut dengan datar.

"Per-kamar berap-"

"Karena saat ini cuaca sedang memburuk, kalian boleh menginap di sini secara gratis. nama saya Suarti Rahayu, kalian bisa memanggil saya ibu Rahayu. Kalian dari daerah mana ya?" jawab ibu Rahayu memotong ucapan Lorenzo dengan nada dinginnya.

"Kami pelajar dari Jakarta, Bu." jawab Hisyam dengan ramah.

"Oh..kalian mau pesan berapa kamar?" tanya bu Rahayu.

"Dua," jawab Reza mewakili yang lain.

"Kamar nomor berapa dan nomor berapa?" tanya bu Rahayu mengambil buku dan juga kunci.

"Di sini ada berapa kamar tidur?" tanya Hilwa sambil melihat-lihat dalam villa tersebut.

"Di sini ada 20 ruang kamar tidur," jawab bu Rahayu pelan.

"Takut," bisik Eriska kepada Hisyam. Wajahnya pucat, bibirnya gemetar sedang tangannya memegang erat lengan Hisyam.

"Takut kenapa?" tanya Hisyam mengkerutkan keningnya. Bu Rahayu melirik Eriska tajam, Eriska buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain. Diam-diam Eriska mengepalkan tangannya untuk menahan rasa takut.

"Syam, Lo ajak dia kemana gitu biar gua nggak kesel ngeliatnya," celetuk Reza ketus.

Hisyam hanya diam dan menghiraukan perkataan Reza. Kemudian dia berusaha untuk membuat Eriska menjadi tidak terlalu takut.

"Mau pesan kamar nomor berapa nih?" tanya Lorenzo menghentikan perdebatan.

"Hm..kamar nomor 15 sama..."

"Tidak ada yang boleh menempati kamar nomor 15!" potong bu Rahayu tajam.

"Loh kenapa? Yaelah... masa dilarang-larang sih," sergah Hilwa ketus. Bu Rahayu melirik ke arah Hilwa tak suka.

"Yaudah deh kamar nomor 19 sama 20 aja," kata Via berusaha mencairkan suasana.

"Ini kuncinya, kamarnya ada di lantai atas sebelah sana ya," kata Bu Rahayu terdengar sedikit tidak ramah.

"Makasih, Bu," senyum Via sambil tak enak. Setelah Bu rahayu pergi dan mereka masuk ke kamar masing-masing. Kamar perempuan berada di nomor 19 sedangkan kamar laki-laki ada di nomor 20. Mereka berjalan menaiki setiap anak tangga di sana dan mulai mencari kamar mereka.

"Duh ini villa atau apa sih? Gila jelek amat tempatnya, ewh..." ujar Hilwa jijik.

"Wa, lo bisa nggak sih? jaga omongan? Mulut lo itu nggak bisa dijaga banget!" Lorenzo mulai kesal.

"Mulut gua ini! Kenapa lo yang sewot!" sentak Hilwa jutek.

"Wa, lo itu kalo dibilangin ngerti dong, kan lo udah dewasa masa nggak ngerti juga sih!" seru Via ikut terpancing emosi.

"Bawel," kata Hilwa sinis.

"Vi, abis ini lo istirahat ya biar kaki lo cepet sembuhnya," senyum Lorenzo pada Via.

"Iya, Ren, gua tau kok," kata Via dengan tenang.

"Eh itu,kan? kamarnya?" tanya Hisyam menunjuk salah satu kamar yang ada di sana.

"Eh iya," ucap Reza berlari ke depan pintu kamar mereka.

"Ris, masuk kamar sana, lo harus istirahat." ujar Hisyam kepada Eriska dengan penuh perhatian.

Eriska hanya mengangguk dan menunggu Hisyam masuk kedalam kamarnya. Sejujurnya, Eriska sangat takut untuk masuk kedalam kamarnya karena dia sudah tau ada apa saja di dalam sana. Eriska memilih untuk melihat-lihat bagian lantai dasar dari lantai atas namun saat dia melihat ke lantai dasar, dia melihat bu Rahayu berada di bawah dan melihat kearahnya. Bu Rahayu menatapnya sambil menyeringai dan sobekan bibirnya hingga ke telinganya.

Eriska mulai merasa sesak napas, kakinya susah untuk digerakkan, dan pada saat itu juga bu Rahayu berkata padanya "villa ini gratis, tapi nanti harus ditukar dengan nyawa kalian ya," Eriska semakin gemetar dan bu Rahayu tertawa dengan sangat kencang. Eriska langsung lari dan masuk kedalam kamarnya.

_________________________________________

PENASARAN SAMA PART SELANJUTNYA?

YUK BACA TERUS "VILLA CEMPAKA" DAN JANGAN LUPA VOTE YA..

OH YA KALAU ADA YANG PERLU DIKOMEN,KOMEN AJA KARENA ITU SANGAT BERGUNA UNTUK SAYA

NB : CERITA INI HANYA DIBUAT OLEH @SYFTRI2001 SELAIN DARI @SYFYRI2001 ITU ADALAH PLAGIAT!

TERIMA KASIH

SALAM,

DESI SYAFITRI

Villa Cempaka [SELESAI REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang