BAB 8 : Villa Cempaka

13.1K 746 55
                                    

Lorenzo berhenti dan menyadari bahwa Via tidak ada di rombongan. Dari kejauhan dia melihat Via sedang duduk sambil memegang kakinya. Lorenzo berlari kecil menghampiri Via. Via yang menyadari kehadiran Lorenzo hanya melirik kemudian mengabaikannya.

"Ayo bangun, lo ketinggalan jauh," kata Lorenzo dingin.

"Lo nggak liat kaki gua tuh lagi sakit dan sekarang nggak kuat buat jalan dulu," kata Via jutek.

"Udah tau kayak gitu masih aja maksa, salah siapa?" tanya Lorenzo cuek sambil mengalihkan pandangannya keatas awan.

"Iya gua salah," jawab Via jutek.

Lorenzo menaruh tasnya di depan dada, dia mulai berbalik badan lalu berjongkok untuk menggendong Via. Via terkejut dengan yang dilakukan Lorenzo. Dia diam-diam sangat senang dengan sikap manis Lorenzo padanya meski saat ini mereka sedang bertengkar.

"Ayo naik," suruh Lorenzo dengan nada dinginnya.

"Nggak," jawab Via dengan singkat.

"Ayo cepetan! udah mendung, keburu hujan," paksa Lorenzo.

Via akhirnya naik ke punggung Lorenzo. Lorenzo kemudian berdiri menggendong Via.

"Lo nggak berat gitu gendong gua?" tanya Via kikuk.

"Nggak." jawab Lorenzo yang masih dingin

"Beneran?" tanya Via yang masih penasaran,

"Iya." Via langsung diam setelah mendengarkan jawaban Lorenzo yang masih sangat singkat.

Lorenzo mempercepat langkahnya untuk mengejar teman-temanya yang sudah cukup jauh dari mereka. Tak jauh dari sana, semuanya beristirahat sejenak untuk menunggu Lorenzo yang saat ini sedang menggendong Via.

"Lama amat sih, keburu hujan nih," gerutu Reza kesal.

"Bawel," sahut Lorenzo jutek.

"Za, gua pegel nih, lo gendong gua dong." ujar Hilwa sambil memelas.

"Nggak, lo berat. Yang ada punggung gua patah," ledek Reza.

"Ih! Lo jadi pacar nggak ada romantisnya sama sekali,"keluh Hilwa kesal.

"Bodo, gua ini emang nggak romantis," kata Reza malas.

"Ayo jalan lagi," ucap Hisyam.

Mereka terus jalan, kemudian sesekali beristirahat sebelum berjalan kembali. Eriska terus menggenggam tangan Hisyam dengan erat, keringat dingin mulai bercucuran. Wajahnya mulai memucat dan tangannya yang tadinya menggenggam tangan kini menjadi memeluk lengan Hisyam dengan erat.

"Lo kenapa, Ris?" tanya Hisyam kepada Eriska lembut.

"Ternyata.. nggak hanya ada dia, tapi ba-banyak," kata Eriska dengan terbata-bata.

"Siapa, Ris?" tanya Hisyam mengerutkan keningnya.

"Syam, dia itu berbahaya," kata Eriska menggigit bagian bawah bibirnya untuk menahan rasa takut.

Hisyam memegang tangan Eriska yang ada di lengannya dengan lembut.

"Ris, di sini hanya ada kita sama teman-teman kita doang kok. Lo jangan takut ya," kata Hisyam menenangkan Eriska.

"Loh? kok kayak beranggapan seakan-akan gua ini hanya lagi berhalusinasi sih? Oni serius, Syam," kata Eriska kesal.

"Syam, tuh orang bisa nggak lo ikat di... tuh! pohon yang besar? Biar ngbgak bikin ribet," keluh Reza emosi.

"Bacot," umpat Hisyam kesal.

"Widih... tuh cewek lo sekarang? Semoga betah ya punya cewek aneh kayak dia," kata Reza sinis.

Villa Cempaka [SELESAI REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang