UZ 4

18.1K 1K 12
                                    

Jangan lupa votenya dulu

Lalu kasih komentar juga.

Selamat membaca!

➰➰➰

Navisha sebenarnya sudah lama menyelesaikan mandinya, tapi dia merasa malu. Ini adalah pertama kalinya dia memperlihatkan auratnya pada laki-laki selain ayahnya tentunya. Dan Navisha merasa khawatir dan cemas.

Bagaimana kalau dirinya dipandang jelek? Bagaimana jika Zen tidak menyukainya? Bagaimana dan bagaimana...

Navisha menjadi pesimis dan tidak percaya diri. Dia hanya terus mondar mandir dalam ruang kamar mandi itu. Sampai terdengar ketukan dari arah pintu kamar mandi.

"Zaara! Kamu tidak apa-apa kan?"

Suara Zen makin membuat Navisha ciut. Dia lalu menghembuskan nafas berat dan dengan pelan membuka pintu kamar mandi. Sosok pertama dilihatnya adalah sosok Zen dengan raut kekhawatirannya.

"Kamu tidak apa-apa kan?" tanya Zen lagi sambil memegang kedua lengan atas Navisha.

Navisha menjadi kikuk, ditundukkan kepalanya karena malu. Namun tak disangka sebuah tangan menyentuh dagunya dengan lembut.

"Kamu... cantik...."

Ungkapan singkat Zen mampu menambah kadar malu Navisha. Dan jangan ditanya lagi bagaimana keadaan pipinya saat ini.

Zen yang awalnya khawatir dan cemas melihat pintu kamar mandi belum terbuka-buka. Akhirnya berinisiatif menanyakan kabar sang istri berada di sana. Namun saat dilihatnya sang istri keluar dari pintu, sesaat dia terpaku. Terpaku pada penampilan sang istri, kata pertama  keluar dari bibirnya pun adalah kata keterpukauannya.

Melihat pipi istrinya bersemu membuat Zen gemas. Dengan lembut dielusnya pipi tersebut dengan tangan kanannya yang tadi bertengger di lengan atas istrinya.

"Kita makan, yuk!" ajak Zen. Navisha merespon dengan anggukan pelannya.

Mereka berdua lalu duduk di atas ranjang. Zen kemudian mengambil nampan makanan dan dibawanya ke atas pangkuannya. Zen duduk bersila dengan nampan makanan sedangkan Navisha duduk dengan menjulurkan kedua kakinya ke bawah ranjangnya.

"Aku ambil makanan lagi deh kak di bawah," usul Navisha.

"Aku tahu kamu masih capek. Kita makan ini saja," tolak Zen dengan usulnya.

"Baiklah kak," ujar Navisha pasrah.

Sebuah uluran tangan mengarah pada Navisha, suapan berisi makanan. Navisha menjadi canggung dengan keadaannya sekarang.

"Nih." Lirikan mata Zen menyiratkan agar dia menggapai makanan itu secepatnya.

"Kakak aja dulu, baru aku."

"Makan!" titah Zen.

Baiklah, Navisha mengalah. Dia mendekat meraih makanan itu ke dalam mulutnya. Kemudian mengunyahnya dengan pelan.

"Kakak makan juga," ujar Navisha saat dilihatnya Zen hanya menatap dirinya.

"Iya, nih udah mau makan." Kekehan kecil keluar dari bibir Zen.

Setelah acara makan malam dengan suap-suapan, mereka lalu menunaikan sholat isya berjamaah. Meski sudah lewat beberapa jam, namun mereka tidak ingin melewatkan kewajibannya itu. Selesai sholat bersama, keduanya sepakat untuk segera tidur.

☀️☀️☀️

Hembusan angin pagi menerpa rerumputan. Cahaya matahari bersinar di pagi cerah ini. Di dalam sebuah rumah tepatnya di meja makan, semua orang rumah sudah berkumpul. Ayah Raka, ibu Sella, Zen, dan juga Navisha. Mereka berkumpul untuk menyantap sarapan pagi disertai obrolan ringan.

Untukmu, Zawjati ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang