UZ 19

11.4K 615 4
                                    

Jangan lupa votenya dulu

Lalu kasih komentar juga.

Selamat membaca!

➰➰➰

Rumah sakit, Jakarta

"Kakak udah makan?" tanya Navisha berbaring di brankarnya.

"Iya, kakak tadi makan siang di kantor sebelum ke sini." Zen mengusap punggung tangan Navisha dengan ibu jarinya.

"Dek, aku mau kasih tau sesuatu ama kamu," ujar tiba-tiba Zen seraya menatap lembut Navisha.

"Apa kak?" Navisha bangkit dari tidurnya lalu duduk bersandar.

"Aku mau minta izin, dek. Ada keperluan sangat penting yang harus aku sendiri langsung ke sana. Kuusahakan secepatnya, setelah semuanya beres aku langsung kembali pulang. Maafin aku yah, Zaara." Zen mencium punggung tangan Navisha merasa bersalah.

"Tidak apa-apa kok kak. Aku ngerti pekerjaan kakak. Kalo boleh tau, kakak berapa hari perginya?" seru Navisha penuh pengertian.

"Maaf, Zaara. Aku belum bisa nentuin berapa hari. Aku janji sayang, secepatnya aku akan pulang."

'Setelah donor jantung itu sudah kutemukan,' batin Zen.

"Oke, baiklah kak."

Hati Zen ikut sedih melihat wajah sedih Navisha. Sungguh ia juga terpaksa pergi dari sisi istrinya jika ini bukan untuk kesembuhan ibu dari anak-anaknya juga. Intinya Zen akan melakukan apa saja demi Zaaranya.

"Kakak sendiri pergi lalu tidak tau kapan pulangnya," ucap Navisha lesu.

"Sayang! Dengarkan aku!" Zen beralih duduk di atas ranjang Navisha. Memegang kedua bahu dan menatap lembut nan tegas padanya.

"Kamu adalah prioritas utama dalam hidupku. Kebutuhanmu adalah tanggung jawabku untuk memenuhinya. Kita adalah sebuah cermin. Kamu bahagia, aku juga bahagia. Kamu sedih, aku lebih sedih. Kamu sakit, aku lebih sakit. Jadi apapun yang kulakukan di luar sana atau dimanapun, yakinlah itu demi dirimu. Aku mencintaimu, sangat sangat mencintaimu," ungkap Zen tulus.

"Terima kasih atas segalanya, kak. Aku juga mencintai kakak. Maafkan, Zaara." Navisha memeluk tubuh Zen sambil menangis.

"Hust, jangan menangis. Zaaraku tidak salah, jangan bersedih yah." Dengan lembut Zen mengelus punggung Navisha memberi ketenangan.

"Kak, cepat pulang yah," pinta Navisha masih dalam dekapan hangat sang suami.

"Secepatnya, sayang. Aku akan membereskannya dengan cepat dan langsung terbang ke sini," ujar Zen seraya memeluk lebih erat Navisha.

Tiba-tiba Navisha melepaskan pelukannya. Lalu mendongak untuk melihat wajah Zen. Tatapan bingung dilontarkan ke arahnya.

"Emang kakak mau ke mana?" tanyanya.

"Amerika tepatnya di California," jawab Zen lalu mengelus pipi Navisha.

"Amerika? Itu jauh sekali," gumam Navisha lirih namun tentu masih didengar Zen.

"Iya, sayang. Tapi Nando sudah mempersiapkan segalanya." Navisha terkejut mendengar ucapan Zen.

"Kakak mendengarnya?"

"Tentu saja. Aku masih punya telinga," ucap Zen sembari terkekeh geli melihat reaksi Navisha.

"Oh yah, kak. Apakah ini urusan bisnis?" tanya Navisha lagi.

"Iya," jawab Zen singkat.

'Maafkan aku, Zaara. Aku membohongimu,' batin Zen meringis.

"Apakah masih ada pertanyaan?" tanya Zen.

Untukmu, Zawjati ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang