Jangan lupa votenya dulu
Lalu kasih komentar juga.
Selamat membaca!
➰➰➰
Zen POV
"Astagfirullahalazim."
Sayup-sayup kudengar nada istiqfar. Orang itu pasti salah paham akan posisiku saat ini. Sungguh, aku tidak bermaksud seperti ini. Semuanya diluar dugaanku. Ini salah.
Aku beranjak berdiri lalu memperbaiki pakaianku yang berantakan. Eh, jangan salah paham dulu. Saat pandanganku mengarah ke pintu, disaat itu pula aku merasa ingin menenggelamkan diri saja.
Tidak, tidak.
"Zaara?" gumamku seraya mulai mendekatinya.
Tapi, tunggu dulu. Kenapa dia berjalan mundur? Kenapa humairahku tersenyum seperti itu? Itu bukan senyum manisnya, aku tau. Itu adalah senyum yang dipaksa.
"Maaf kak, mungkin aku mengganggu. Aku permisi," ujarnya menutup kembali pintu.
Apa maksudnya?
Kenapa dia mengatakan hal seperti itu?
Mengganggu apa?Perasaan sesak merasukku. Jantungku berdebar sangat cepat, nafasku tidak beraturan. Aku takut, aku takut. Katakanlah prediksi salah. Tolong katakanlah, ini hanya salah paham.
Aku berlari keluar mengejar istriku. Namun belum sempat aku menggapai lift, kotak bergerak itu sudah tertutup duluan. Aku menangkap sesuatu. Air mata itu, kenapa air mata itu keluar? Mengapa Zaaraku tersenyum getir?
'Ya Allah, Engkaulah Yang Maha Mengetahui. Bantu aku, kumohon.'
Aku tidak ingin hubunganku goyah karena hal ini. Segera saja aku berlari turun melalui tangga darurat. Aku tidak peduli berapa banyak lantai di gedungku ini. Yang terpenting sekarang adalah Zaaraku, istriku.
"Hosh... hosh.... hosh..."
Aku memegang lututku. Meraup oksigen dengan rakus. Aku melihat lift di lantai ini terbuka. Langsung saja aku berlari masuk ke sana. Aku rasa jika aku melanjutkan lariku pada tangga akan memakan banyak waktu. Aku hanya manusia biasa. Aku baru menuruni lantai melalui tangga darurat itu sebanyak sepuluh lantai. Dan itu cukup membuatku ngos-ngosan.
Saat aku sudah berada di lobi, pandanganku meneliti setiap sudut mencari keberadaan istriku. Tanpa berfikir panjang, aku langsung mengambil mobilku dan melaju dengan kecepatan diatas rata-rata menuju rumah kami. Saat sudah sampai, aku beranjak masuk ke dalam.
"Assalamu'alaikum. Zaara!"
Tidak ada jawaban. Aku berlari menaiki undakan tangga menuju lantai dua. Saat sudah berada di depan pintu kamar bercat kayu, aku menghembuskan nafas pelan menetralkan jantungku.
Tok... tok... tok...
"Zaara!"
"Pintunya terkunci?" gumamku lirih.
➰➰➰
Author POV
"Zaara!"
Teriakan dari luar didengar oleh Navisha. Sekarang ia sedang berdzikir kepada Allah, mengadu pada Sang Penciptanya. Navisha berjalan ke kamar mandi kemudian membasuh wajahnya. Dia juga merapikan kerudungnya. Setelah semuanya beres, ia beranjak membuka pintu kamarnya.
Senyuman cerah terlukis di bibir Navisha. "Assalamu'alaikum kak," salamnya seraya meraih tangan suaminya untuk disalimi.
"Wa'alaikumusalam warahmatullahi wabarakatuh. Zaara, kamu salah paham sayang." Zen berusaha menahan gejolak dalam dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untukmu, Zawjati ✔️
SpiritualIni adalah sebuah kisah menyentuh hati. Bukan hanya dari keromantisan kedua insan, namun juga dari cara mereka mengartikan sebuah kata yang semua orang tahu akan kata ini. CINTA Bagaimana mereka mengekspresikan rasa itu? Cara mereka melindungi apa...