UZ 23

11.7K 604 6
                                    

Jangan lupa votenya dulu

Lalu kasih komentar juga.

Selamat membaca!

➰➰➰

Rumah sakit, Jakarta

Navisha duduk di bangku taman rumah sakit. Pandangannya fokus pada anak-anak sedang bermain tak jauh dari tempatnya. Perasaannya entah kenapa tidak enak sejak kemarin. Dia merasa aneh dan feelingnya mengatakan akan ada sesuatu terjadi. Entah itu baik atau malah sebaliknya. Setiap Zen menelpon dia selalu menanyakan 'apakah sesuatu buruk terjadi di sana?' 'Apakah ada hal yang kakak sembunyikan?' Namun jawaban Zen selalu sama 'Kamu tenang saja, sayang. Everything will be alright' setelahnya itu Zen kembali memberikan wejangan panjangnya.

"Hai anak ibu, kamu kenapa?" tanya ibu Sella baru saja duduk di samping Navisha lalu membelai kepalanya.

"Ibu," panggil Navisha sembari menempatkan kepalanya di bahu ibu Sella.

"Ceritakan pada ibu jika kamu mau," ujar ibu Sella.

"Aku merasa... ada sesuatu terjadi. Aku... aku merasa hampa, bu." Navisha menghela nafas berat.

"Sayang, sebagaimana berkuasanya seseorang di dunia ini, dia tidak akan pernah mampu menyaingi kekuasaannya Allah. Allah yang Maha Kuasa, Dia Maha Mengetahui. Maka bersujudlah padaNya, curahkan segala keluh kesahmu sayang. Jika perasaanmu itu benar terjadi, maka lapangkanlah dadamu. Baik buruknya takdir, ingatlah selalu ada hikmah di baliknya." Navisha memeluk ibu Sella dari samping.

"Terima kasih, ibu. Ibu selalu bisa membantuku menghilangkan perasaan khawatir dalam hatiku. Ibu selalu mampu memberi kenyamanan untukku. Ibu adalah teman, sahabat, dan ibu terbaik buatku. I love you," ucap Navisha.

"Sama-sama, sayang. Ibu bersyukur bisa dapat berada di sampingmu. Kamu tidak sendirian, ada ibu dan ayah." Dipeluknya Navisha sambil mengelus punggungnya lembut.

•••

Berlin, Jerman

"Aku tidak bisa, grandpa. Aku tidak pernah menghianati cinta tulus istriku. Aku tidak ingin kehilangan dirinya."

"Aakkhhh."

PRANG...

"Tenanglah, nak!" Mr. Gama membentak dan menyeretnya untuk duduk tenang di sofa.

"Dengarkan, grandpa! Kamu. Tidak. Akan. Menikahi. Wanita. Itu," ujar Mr. Gama seraya menekankan setiap kata yang diucapkannya.

"Cukup jelas?" tanya Mr. Gama menatap lurus ke mata Zen.

"Bagaimana bisa? Semuanya sudah jelas di perjanjian itu. Dan grandpa juga sudah memaksaku untuk menandatangani kontrak itu," ujar Zen penuh nada frustasi.

"Serahkan segalanya pada grandpa. Grandpa hanya butuh jiwamu dalam urusan ini, jangan sangkutkan dengan hatimu. Tetap tenang dan tak terbaca. Semuanya berada dibawah kendaliku."

Setelah mengatakan hal itu, Mr. Gama beranjak dari duduknya. Sebelum melangkah keluar dari kamar Zen, dia meneliti setiap sudut ruangan luas itu. Dia berdecak melihat isi kamar itu sudah seperti kapal pecah, sangat berantakan.

"Siapkan dirimu. Lima belas menit, kita berangkat," perintahnya lalu melanjutkan langkahnya.

•••

Setelah sampai di sebuah mansion sudah dihias sedemikian rupa. Mr. Gama diikuti Zen berjalan memasuki mansion telah dipadati banyak orang. Tepat pukul sebelas pagu nanti, ijab kabul rencananya akan diucapkan Zen. Di dalam aula besar itu, Mr. Gama dan Zen disambut Mr. Mateo dan sanak saudaranya yang hadir. Beberapa kolega bisnis juga memberikan selamat pada Zen.

Untukmu, Zawjati ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang