Jangan lupa votenya dulu
Lalu kasih komentar juga.
Selamat membaca!
➰➰➰
"Ini aku bawain obatnya kak. Diminum dulu!" ujar Navisha membawa nampan berisi segelas air putih juga obat demam dan kain basah.
"Sini!" Zen mengulurkan tangannya.
Navisha mendekat dan duduk di atas ranjang. Zen sendiri juga sudah duduk bersandar di kepala ranjang. Selesai meminum obat, Navisha dengan sigap menyimpannya di atas nakas. Merasa ada yang menatapnya, Navisha menengok dan benar saja Zen kini menatap intens dirinya.
"Kenapa?" tanya Navisha mengerutkan kedua alisnya bingung.
"Nggak kok," jawab Zen datar.
Navisha sebenarnya ragu dengan jawaban yang diberikan Zen. Tetapi dia tidak mau ambil pusing. Jika Zen memang mau mengatakan sesuatu maka dia hanya butuh menunggu hal itu untuk diungkapkannya sendiri tanpa paksaan apapun.
"Aku kompres yah kak," izin Navisha yang ditangannya sudah ada kain basah.
"Nggak, aku nggak suka dikompres. Minum obat aja," tolak Zen halus. Terpaksa Navisha menyimpan kembali kain itu bersama gelas di atas nakas.
"Kakak tidur supaya bangun nanti udah merasa baikan!" seru Navisha sembari beranjak dari duduknya kemudian memperbaiki letak selimut.
Saat dirinya ingin melangkah dirasakannya ada sebuah cekalan di pergelangan tangannya. Navisha berbalik badan menatap bingung pada suaminya itu."Kenapa kak?" tanya Navisha sekali lagi.
"Bisakah kamu menemaniku?" ungkap Zen masih dengan nada datar.
"Maksudnya?" tanya Navisha yang belum tanggap mengenai ungkapan Zen.
Zen menggeser duduknya hingga mengisikan ruang besar di tempat duduknya tadi. Lalu dia menepuk-nepuk tempat sebelahnya bermaksud menyuruh Navisha duduk di sana.
"Aku duduk?" tanya Navisha polos sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Iya, khumairaku."
Blush
Navisha yakin kini pipinya sudah merah merona. Karena malu dia berniat menjauh tapi sekali lagi tangannya dicekal. Sepertinya bukan hanya dicekal karena dia sudah ditarik sampai duduk di samping Zen. Sang pelaku hanya terkekeh pelan dan suaranya itu terdengar aneh. Mungkin karena efek sakit.
"Tuh, kan benar. Pipinya melah yah?" goda Zen jahil.
"Kakaaakk!" rengek Navisha sebel. Sementara itu Zen malah terus ketawa geli.
"Udah, stop!" seru Navisha makin kesal.
"Iya, iya." Zen berusaha menahan tawanya lagi.Keheningan kembali terjadi dalam kamar itu. Tidak ada yang membuka suara hanya suara dari AC. Itupun sudah Navisha kurangi agar tidak terlalu dingin karena kalau dimatikan maka akan terasa panas mengingat cuaca di Makassar sedang musim panas.
Zen merubah posisinya menjadi berbaring. Dia tidur menghadap ke Navisha. Kemudian menyelipkan tangan kirinya ke belakang punggung istrinya. Zen memeluk Navisha yang sedang duduk bersandar dari samping. Sontak hal itu membuat Navisha terkejut.
"Kak?" panggil Navisha lirih.
"Kepalaku pusing," adu Zen sembari menenggelamkan kepalanya di samping tubuh Navisha.
Navisha tidak menolak, ia mengerti hal itu. Dengan ragu diulurkannya tangannya menyentuh kepala Zen. Dan dielusnya dengan lembut berniat agar kepala Zen pusingnya dapat berkurang.
Lagi-lagi keheningan menerpa sepasang suami istri itu. Zen yang sangat merasa nyaman dengan perlakuan istrinya. Sedangkan Navisha berfikir bahwa Zen sudah masuk dalam alam mimpi. Jadi dia menghentikan elusannya namun sebuah tangan kekar tiba-tiba menggenggam tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untukmu, Zawjati ✔️
SpiritualIni adalah sebuah kisah menyentuh hati. Bukan hanya dari keromantisan kedua insan, namun juga dari cara mereka mengartikan sebuah kata yang semua orang tahu akan kata ini. CINTA Bagaimana mereka mengekspresikan rasa itu? Cara mereka melindungi apa...