UZ 12

13.9K 750 9
                                    

Jangan lupa votenya dulu

Lalu kasih komentar juga.

Selamat membaca!

➰➰➰

Navisha POV

"Siapa Fika?" gumamku lirih.

Aku tidak berani mengangkatnya. Itu tidak sopan walau ponsel ini adalah ponsel suamiku sendiri. Saat panggilan ketiga atas nama 'Fiya' ini berhenti disaat itu aku berniat membawakannya pada kak Zen. Namun belum sempat aku melangkah, sang pemilik ponsel baru saja menutup pintu kamar.

"Ada apa Zaara?" tanya kak Zen mungkin heran melihatku hendak masuk lagi.

"Oh tidak kak. Tadi ponsel kakak bunyi." Ku serahkan ponselnya padanya.

Kak Zen melihat nama panggilan tak terjawab dan mimik wajahnya sekilas ku tangkap terkejut. Tetapi wajahnya kembali datar dan terlihat biasa saja. Lalu apa maksud mimik terkejut itu? Apakah ada yang salah?

Astagfirullahalazim

Aku tidak boleh su'udzon sama suamiku sendiri. Aku percaya penuh pada kak Zen. Dan sekali lagi aku percaya atas segala yang ditakdirkan Allah padaku.

"Let's go! Kita berangkat sekarang, princess Zaara!"

Huft, ku rasa pipiku sudah seperti kepiting rebus. Pasti merah sekali. Ya Allah, jantung ini kenapa? Kok detaknya udah kayak mau mencelos keluar.

Genggaman tangan kak Zen menarikku keluar dari perantara vila. Ada yang aneh, tapi apa? Ah, mungkin perasaan aku saja. Ku ikuti langkah kak Zen sepertinya mengarah ke arah laut.

Dari jauh aku melihat sebuah kapal besar. Dan kak Zen terus berjalan ke arahnya. Apakah kita akan menaiki kapal itu? Entahlah. Aku pun juga tidak ingin banyak bertanya.

"Ayo kita naik!" ajak kak Zen menaiki kapal yang kira-kira bisa memuat ribuan orang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ayo kita naik!" ajak kak Zen menaiki kapal yang kira-kira bisa memuat ribuan orang.

"Kak, kok sepi? Penumpang lain mana?" tanyaku meneliti setiap sudut kapal ini. Tidak ada orang selain kami kulihat berada di atas kapal ini juga.

"Udah di booking," jawabnya santai.

Beberapa detik kemudian aku baru tersadar. Oh astaga! Seenteng itukah dia menyewa seluruh kapal ini? Benar-benar, aku masih belum percaya.

"Iya benar," ujarnya meyakinkanku saat kulihat ada kedut geli di bibirnya.
Apakah dia menertawakanku? Apa yang lucu?

"Kenapa kakak ingin ketawa?" tanyaku blak-blakan. Rasa penasaran dan kesal sudah menyelimutiku.

"Emang nggak boleh ketawa?" tanyanya balik membuatku diam sendiri.

'Nggak ada yang salah emang. Tapi kenapa ketawain aku? Emangnya apanya yang lucu?'

Untukmu, Zawjati ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang