UZ 22

11K 573 6
                                    

Jangan lupa votenya dulu

Lalu kasih komentar juga.

Selamat membaca!

➰➰➰

California, Amerika Serikat

"Nando, siapkan jet. Kita akan berangkat ke Berlin. Dan Jiko, kau yang akan mengambil alih tugas sebagai direktur."

Setelah memberikan perintah pada dua orang asisten itu, Zen berjalan keluar dari ruangan sang direktur. Beberapa saat lalu, Zen mendapatkan panggilan dari kakeknya. Dia disuruh segera ke Berlin karena kabar donor jantung yang cocok untuk istrinya sudah didapatkan olehnya. Kabar ini membuat Zen amat bahagia mendengarnya.

'Alhamdulillah. Ya Allah, semoga Kau lancarkan segalanya.'

Dengan hati yang berbuncah bahagia Zen langsung ke bandara. Dia tidak mempedulikan suit yang belum digantinya ataukah hanya sekedar membersihkan diri. Semuanya sudah lengkap di dalam jetnya, dia akan bersih-bersih di sana saja.

Sampai di bandara, Zen dikawal oleh puluhan pengawal kakeknya. Perjalanan dari Amerika ke Jerman sudah dimulai. Jet mewah milik Abrisam Group telah lepas landas.

•••

Berlin, Jerman

Perjalanan panjang dan melelahkan akhirnya telah usai. Zen selamat sampai ke kota Berlin. Kawanan pengawal tampak berjejer menjemput Zen di pintu bandara kedatangan.

"Dimana grandpa?" tanya Zen setelah memasuki mobil jemputannya.

"Ada di kediaman beliau," jawab sopir mengantar Zen.

"Antarkan saya ke sana," suruh Zen.

"Alles klar, Sir."

*Alles klar: Baiklah

Setelah menempuh waktu cukup lama, akhirnya Zen tiba di rumah kakeknya. Dia lalu turun dan berjalan memasuki rumah yang tak kalah besar dengan rumah di Amerika Serikat. Namun arsitektur dari rumah ini lebih mengarah ke gaya antik Eropa dulu.

Zen kembali mendapatkan sambutan dari para pelayan yang bekerja di sana. Dia tidak terlalu menghiraukannya, hanya senyuman tipis membalas sambutan mereka. Di ruang kerja, Mr. Gama sudah menunggu kedatangan Zen.

"Grandpa, apakah benar donor jantung udah ada?" tanya Zen berbinar bahagia.

"Iya. Tapi ada suatu hal menjadi kendalanya," ujar Mr. Gama dengan datar tak terbaca.

"Maksudnya apa? Kendala?" Zen mengernyit bingung.

Tampak Mr. Gama menghela nafas berat. Dia merasa kasihan pada cucunya yang harus melalui semua ini. Dirinya sendirilah yang menjadi saksi bisu atas penderitaan dialami cucunya dulu. Tabiat Zen tidak pernah mau menerima belas kasih orang lain juga berdampak pada bantuan yang ingin diberikannya namun ditolak oleh Zen. Dia merasa bangga telah mendapatkan cucu seperti Zen. Perjuangan dilakukan Zen dari nol membuktikan sesuatu berharga baginya.

'Grandpa mu yang akan menjadi alat penyerangmu... nanti.'

"Wanita itu menginginkan sesuatu darimu," ucap Mr. Gama penuh tanda tanya.

•••

Hospital Berlin, Jerman

Mr. Gama dan Zen berjalan memasuki gedung rumah sakit terkenal di Berlin. Keduanya langsung menjadi sorotan, beberapa paparazzi tak luput dari sana. Aura keduanya memang benar-benar hampir mirip. Aura intimidasi dan dingin.

Untukmu, Zawjati ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang