Jangan lupa votenya dulu
Lalu kasih komentar juga.
Selamat membaca!
➰➰➰
"Assalamu'alaikum, kak. Kakak udah bangun, tunggu aku siapin sarapannya!" Navisha menyajikan sarapan berupa nasi goreng dengan secangkir kopi.
"Wa'alaikumsalam," jawab Zen.
Zen yang sudah berada di dekat meja makan tersenyum hangat pada sang istri. Sebelumnya selepas sholat subuh tadi, dia ketiduran jadi dia agak kesiangan.
"Kenapa cuma seporsi saja? Buat kamu di mana?" tanya Zen heran melihat hanya sepiring nasi di atas meja begitupun kopinya.
"Ini memang hanya untuk kakak. Nanti aku bisa sendiri. Sebelumnya kak aku minta maaf kalo sarapan yang akan kakak makan nggak enak." Navisha menundukkan kepalanya dalam. Dia masih berdiri dekat meja makan berseberangan dengan tempat berdirinya Zen.
"Apa yang kamu katakan? Aku tidak akan makan kalo istriku juga tidak makan! Jika kamu seperti ini, aku tidak akan menuruti kata-katamu agar tidak menyewa pembantu. Kamu bukan pembantuku! Kamu adalah istriku!" tegas Zen.
"Ma... ma-af, kak. Maafkan aku, maaf udah buat kakak marah. Hukum aku kak, aku tidak ingin menjadi istri yang durhaka." Setetes air bening jatuh dari pelupuk matanya.
Hati Zen menjadi tergugah. Begitu takutnyakah istrinya menjadi seorang istri yang durhaka?
Zen menarik nafas panjang menetralkan emosinya. Bukan hanya emosi tapi hatinya yang bergejolak melihat sikap istrinya. Dia berjalan mendekati Navisha kemudian dengan lembut direngkuhnya masuk ke dalam pelukannya.
"Maafkan, aku. Aku tidak marah, aku hanya tidak suka kalo istriku belum makan sedangkan aku makan dengan lahapnya. Kita makan bersama-sama saja, yah." Perkataan lembut penuh pengertian dari Zen membuat Navisha menjadi tenang.
"Jangan menangis!" ujar Zen lirih.
'Kak, aku takut! Takut akan semua ini,' ujar Navisha membatin.
Navisha tidak berani melepaskan pelukan itu, dia tidak ingin membuat suaminya merasa ditolak.
'Cukup diriku yang merasakannya, dulu?' ungkap Navisha dalam hati.
Zen sadar dengan posisi spontan yang diambilnya tadi. Dengan canggung dan kaku, dilepaskannya rengkuhannya kemudian mengalihkan semuanya dengan duduk di kursinya.
"Kamu duduk di sini!" Zen mengarahkan telapak tangannya ke arah kursi samping kanannya.
"Aku siapin nasi goreng di dalam dulu." Karena malu Navisha langsung ngacir masuk ke dalam dapur.
Beberapa saat kemudian dia datang sambil membawa sepiring nasi goreng dan juga segelas greentea. Dia lalu duduk di kursinya setelah menyajikan makanan sendiri.
"Kita baca doa dulu baru makan!" titah Zen lalu memimpin doa dilanjutkan menyantap sarapan pagi itu.
"Kamu udah nyiapin baju untuk liburan?" tanya Zen membuka obrolan setelah sarapan mereka dilalui keheningan.
"Iya, kak. Udah Zaara siapin tadi subuh. Emang kita mau ke mana kak?" tanya balik Navisha.
"Ada deh. Kejutan." Zen menyengir menapakkan giginya sambil menyesap kopinya.
"Kakak, sok misterius!" cibir pelan Navisha tapi mampu didengar oleh telinga tajam Zen.
"Ih! Ngatain aku yah?" Zen memicingkan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untukmu, Zawjati ✔️
SpiritualIni adalah sebuah kisah menyentuh hati. Bukan hanya dari keromantisan kedua insan, namun juga dari cara mereka mengartikan sebuah kata yang semua orang tahu akan kata ini. CINTA Bagaimana mereka mengekspresikan rasa itu? Cara mereka melindungi apa...