Setelah jam kuliah selesai, Irene dan Seulgi pergi menuju Halte bus yang akan mengantar mereka ke Stasiun Seoul International University. Mereka naik kereta bawah tanah kemudian naik bus dan akhirnya tiba di salah satu sungai besar yang ada di Korea Selatan.
"Kau seperti orang yang baru tinggal di Korea." Ucap Seulgi.
Irene memandang tidak mengerti ke arah Seulgi.
"Yaa, aku kira kau akan pergi belanja seperti biasa nya. Tapi malah ke Sungai Han." Jelas Seulgi.
"Aku bosan dirumah. Kemarin malam aku pergi ke Hyundai Departement Store tapi belum ada barang yang aku suka." Irene mengikat tinggi rambut lebat nya.
"Oke, aku akan menemani mu kemana saja." Seulgi berseru seraya mengedipkan mata nya.
"Kita ke sana." Seulgi menarik Irene sambil menunjuk ke arah taman yang terletak di sepanjang Sungai Han. Mereka mengelilingi Hangang Park menggunakan sepeda yang mereka sewa. Indah dan asrinya lingkungan sekitar sungai tidak memberi rasa penat kepada dua orang gadis yang entah sudah berapa kali mengelilingi taman Hangang itu.
Perlahan langit biru mulai berganti dengan orange nya langit senja, burung-burung mulai kembali ke sarang masing-masing, dan lampu taman pun mulai menyala. Irene dan Seulgi mengembalikan sepeda yang mereka sewa tadi kemudian pergi meninggalkan taman yang indah itu.
Tiba-tiba ponsel Irene berdering "Chamsi Manyo!" Irene mengeluarkan ponsel nya dari dalam tas."Di Sungai Han... Aku bersama Seulgi... Oo, Ne... Ya, aku pulang sekarang." Irene menutup telepon.
Dua gadis itu menunggu bus dengan tujuan stasiun kereta bawah tanah. "Oh bus nya datang." Mereka berpisah ketika bus berwarna biru berhenti untuk membawa penumpang nya yang sudah menunggu. "Apa kau yakin tidak apa-apa?" Sebelum masuk, Seulgi terus meyakinkan temannya itu. Irene pun tersenyum, "Sehun sebentar lagi datang." Ia melambai ke arah Seulgi yang masih memperhatikannya dari dalam bus.
Irene mengayun-ayunkan kaki nya, sambil terus melihat jalanan yang ramai oleh lalu lalang kendaraan. Dan disaat sepi, hanya terdengar langkah pejalan kaki yang berjalan di trotoar belakang halte yang ia duduki. Gadis itu sesekali melirik arloji di tangan kiri nya, sudah hampir sepuluh menit ia duduk di halte, sosok yang ia tunggu tak kunjung datang.
Tepat pukul delapan, sebuah mobil sport abu-abu berhenti di depan halte. Pengendara mobil membuka kaca mobil nya, mengisyaratkan Irene untuk naik. Cukup kesal, gadis itu bangkit menuju mobil dan membanting pintu mobil keras. "Kau tau, aku hampir saja mati kedinginan!" Irene terus saja mengumpat sejak mobil sport itu melaju. Pria yang memiliki mata sipit, dagu runcing dan hidung yang tinggi itu, hanya tersenyum mendengarkan gadis di samping nya yang terus berbicara. "Maaf." Sehun mengeluarkan suara nya saat Irene berhenti mengumpat.
Pria yang kini duduk di samping Irene, sudah menjadi sahabat sejak gadis itu masih kecil. Walaupun umur Irene terpaut tiga tahun lebih tua dari Sehun. Saat orang tua dan kakak Sehun tidak di rumah, pria itu selalu menghabiskan waktu nya bersama Irene. Dan hingga kini hubungan mereka terus berlanjut, Sehun sudah seperti adik sendiri dan sahabat bagi Irene. Ayah Irene adalah rekan bisnis ayah Sehun. Mereka tinggal di apartemen yang bersebelahan. Saat Irene memilih untuk tidak tinggal bersama orang tua nya, Ibu Irene hanya bisa menitipkan anak semata wayang nya pada keluarga Sehun. Sehingga kedekatan Irene dan Sehun tidak dapat dipungkiri lagi.
"Kau bilang mau menjemputku, tapi kau masih juga sempat bermain dengan gadis-gadis itu." Irene kembali berbicara.
Dengan wajah tampan yang dianugerahi Tuhan padanya, dan fasilitas hidup yang mewah membuat Sehun dikelilingi para gadis. Gadis yang ia kencani pun terus berganti. Irene yang sudah mengenal Sehun hampir sepanjang hidup nya itu, cukup tau dan memaklumi kelakuan sahabat nya itu. Karena ia dan Sehun memiliki orang tua yang sama sibuknya, Irene sangat mengerti perasaan Sehun dan karena itu ia tidak pernah menolak ketika Sehun meminta bantuan ataupun meminta Sehun untuk menemaninya saat ia merasa bosan dan kesepian. Meski bergaya seperti layaknya anak nakal di lingkungan luar, Sehun akan menunjukkan sisi yang berbeda hanya pada Irene.
"Aku hanya mengantarnya pulang." Sehun tersenyum nakal.
Irene menatap tajam Sehun "Alasan itu lagi"
"Sudahla, sekarang aku sudah menjemput mu. Duduk saja dengan tenang." Ucap Sehun tetap fokus pada jalanan. Irene melempar pandangan nya ke luar jendela.
Jalan lurus itu diterangi lampu jalan dan lampu warna-warni yang terpasang di bangunan-bangunan tepi jalan. Biasanya pada saat ini para pekerja kantor dalam perjalanan pulang, sehingga jalan yang ia lalui cukup ramai.
"Irene-a?" Pandangan Irene beralih pada pria yang memanggilnya.
"Hmm?" Irene menaikkan kedua alisnya meskipun Sehun tidak melihat.
Sehun melirik Irene, seketika gadis itu mengalihkan pandangan nya."Kau sudah makan?" "Aku belum makan." Tambah nya tanpa menunggu jawaban Irene.
"Kau ingin mengajakku kencan?" Irene tersenyum mencoba sedikit bercanda. Gadis itu tau Sehun menjadi sedikit canggung saat Irene mengabaikannya. "Baiklah, aku yang traktir"
"Jinjja? Wah tidak biasanya." Ucap Sehun dengan nada bercanda. Ia tetap memandang lurus.
Sontak Irene memukul pundak Sehun. "Yasudah, kau saja yang bayar!" Sehun meringis merasakan sakit di pundak kanan nya." Hey, aku bercanda. Kau pemarah." Sehun menahan tawa melihat sifat Irene yang tidak pernah berubah dari dulu.
Sehun memarkirkan mobil di tepi jalan, di depan sebuah restoran bertingkat dengan nuansa Italia. Sehun menunggu Irene merapikan ikatan rambut nya dan mereka turun dari mobil bersama. "Bagaimana kalau kita bertemu salah satu gadis mu? Goda Irene. Sehun memandang Irene sedikit kesal. "Aku kemari untuk mengisi perut ku."Sehun menunjuk perut nya. "Peduli apa aku!" Ia mendorong pintu restoran, masuk duluan meninggalkan Irene di belakang. Irene sedikit berlari. "Oo Sehun-a, kali ini kau tidak peduli pada mereka." Irene terus menggoda Sehun.
"Berhenti bicara omong kosong!" Sehun menatap tajam ke arah Irene.
"Apa kau marah? Arasseo-arasseo." Irene menepuk-nepuk kepala sahabat nya seraya tertawa kecil.
Irene tersenyum pada pelayan yang datang membawakan menu ke meja dimana ia dan Sehun duduk. Setelah memesan makanan yang mereka inginkan pelayan pun pergi dengan senyum nya.
Irene terus menyantap makanan nya, dan sesekali melihat Sehun yang ada di depan nya. Ia merasa begitu beruntung memiliki sahabat seperti Sehun. Irene merasa hidup nya begitu sepi saat Sehun tidak ada. Namun hal itu mulai terjadi, saat Sehun menginjak usia dewasa dan saat ia mulai tenggelam dalam dunia nya sendiri. Terlebih saat Sehun mulai mengenal cinta dan memiliki kekasih meskipun itu tidak pernah bertahan lama. Waktu mereka untuk bersama mulai sedikit sejak saat itu. Dan yang paling Irene takuti, ketika Sehun lupa bahwa ia memiliki sahabat, atau mungkin kakak perempuan yang sudah cukup lama bersama nya. Mungkin Irene akan dianggap egois, tapi bagaimana? itu semua karena ia sudah terbiasa bersama Sehun sejak kecil.
"Selamat malam." Irene melewati Sehun yang sedang menekan tombol sandi apartemen nya.
"Terima kasih Noona" Ucap Sehun, hampir seluruh tubuh nya lenyap di balik pintu.
Irene tersenyum, memperhatikan pintu apartemen Sehun yang perlahan tertutup. "Anak manis" Lirih Irene, ikut menutup pintu nya.
Irene melepas sepatu nya kemudian mengganti nya dengan sendal lucu yang selalu menghadap ke pintu apartemen. Gadis itu melepas blazer yang ia gunakan dan meletakkannya di tangan-tangan sofa sembari mendudukkan diri nya di sofa empuk itu. Irene memejamkan mata sambil memiringkan kepala ke kanan dan kiri meregangkan otot-otot leher nya. Belum puas mengistirahatkan tubuhnya, Irene diganggu oleh dering ponsel nya.
"Ah sudahla, urusi saja keluarga kalian. Kenapa terus saja mengganggu waktu tenang ku." Gadis itu melepas ikat rambut nya. Irene mendapat pesan dari ayah nya dan karena itulah ia sekarang merasa sangat kesal. Kini ayah dan ibu nya sudah memiliki keluarga baru. "Bagaimana mungkin kalian begitu sibuk dengan bocah itu?" Yang ia ketahui, kini ayah nya memiliki anak tiri yang tiga tahun lebih muda dari Irene. "Hingga saat aku menerima penghargaan kalian tidak di sampingku." Ia membuang nafasnya kasar.
Saat Irene wisuda, ia lulus dari pendidikan menengah atas nya sebagai murid dengan nilai terbaik, bukannya merasa senang, ia malah merasa sangat kecewa. Ingin rasanya Irene memeluk seseorang, sambil menangis bahagia untuk menunjukkan bahwa ia berhasil. Namun entah pada siapa ia harus begitu. Yang ia lakukan hanya membungkuk saat orang-orang memberi selamat pada nya, menyunggingkan senyuman sambil berusaha dengan kuat menahan tetesan air itu agar tidak turun. "Wae?" Irene menghempaskan badan nya begitu saja saat mengingat masa lalu yang suram itu.
TBC...

KAMU SEDANG MEMBACA
{My Noona}
RomanceIrene tak bisa jujur, tidak cukup berani karena kebaikan keluarga Sehun padanya selama ini. Sehun yang selalu meyakinkan. Akankah Irene akhirnya berani mengungkapkan semua yang ia rasakan, meski orang tua nya sendiri yang menjadi penghalang? "Aku m...