Chapter 9

556 65 1
                                    

Irene melangkah malas menghampiri Yeri. "Wah akhirnya aku bisa bertemu dengan eonni." Yeri berlagak begitu bahagia bertemu dengan Irene.

"Mau apa kau mencari ku?" Ketus Irene.

"Eonni ku benar-benar kasar." Yeri mengeluarkan smirknya. "Ayo kita minum kopi."

Irene menggeleng, "Maaf, aku tidak punya waktu."

"Kita belum pernah mengobrol bukan? Baagaimana bisa kau menolak ajakan adik mu ini?" Yeri menarik paksa Irene, hingga Irene tak lagi bisa menolak.

"Apa-apaan, bukannya dia sangat tak menyukai ku dari pertama bertemu?" Ucap Irene dalam hati. Yeri menggandengnya menuju kafe yang tak jauh dari kampus.

"Pesan apa saja, kali ini aku yang traktir." Yeri melambaikan tangannya kearah pelayan. Tak ada sepatah katapun yang terucap. Yeri sibuk dengan ponsel nya, mengabaikan Irene yang tak tau harus apa saat itu.

"Kalau tidak ada yang ingin dibicarakan, aku pulang saja. Masih banyak yang harus aku kerjakan daripada menemani mu bermain ponsel." Irene bangkit.

"Jauhi Sehun ku." Tanpa basa-basi. Irene mengurungkan niatnya untuk meninggalkan Yeri.

Irene tertawa. "Sehun ku? Sejak kapan Sehun jadi milikmu?" Irene tak terima saat Yeri seenaknya mengklaim Sehun sebagai miliknya. Sangat jelas bahwa Sehun adalah kekasihnya, miliknya seorang.

"Sehun akan jadi milik ku jika saja kau tidak terus menempel padanya." Raut wajah Yeri berubah menjadi begitu kesal.

"Asal kau tau, jauh sebelum kau mengenal Sehun aku sudah bersamanya." Irene ikut kesal.

"Harusnya kau tau diri, kau itu hanya noona bagi Sehun." Irene terdiam. "Bagaimana mungkin kau pantas bersanding dengan Sehun. Kau harus ingat , kau hanya seorang nona Irene eonni." Yeri menekankan pada kalimat "noona". Yeri benar, ia memang lebih tua dibanding Sehun dan hanya seorang noona. "Apa kau ingin mempermalukan Sehun eo?"

"Sehun sudah menerima ku apa adanya." Irene ingat kalau Sehun pernah bilang kalau usia tidak menjadi penghalang.

Yeri lagi-lagi meremehkan Irene. "Apa kau percaya begitu saja? Mana mungkin pria sempurna seperti Sehun bisa bertahan hanya dengan satu wanita terlebih wanita itu adalah noona nya yang sangat tak pantas untuknya." Irene tak dapat bekata-kata.

"Apa kau tak malu dengan dirimu sendiri? Berada disamping Sehun saat keluarga mu saja tak jelas." Irene sudah sampai diujung sabar. "Beraninya kau!!!."

"Aku benar bukan?" Yeri memiringkan kepalanya. "Anak tak tau diri seperti mu tak pantas untuk Sehu ku."

"Tak tau diri?" Kedua bola mata Irene mulai berkaca-kaca. "Kau harusnya lebih dulu sadar diri sebelum menghina ku." Irene tak lagi peduli pada sekitar, beraninya anak kecil seperti Yeri menghinanya.

"Kau harus tau kalau kau itu anak haram Bae Yeri!!!" Irene berteriak.

Yeri bungkam seketika. "Ibu mu sudah menghancurkan keluarga bahagiaku. Ibu dan ayahku harus bercerai karena wanita jalang itu sedang mengandungmu." Yeri menampar Irene, sangat keras. Semua perhatian tertuju pada dua gadis yang sedang dalam situasi panas itu. "Hanya karena jalang itu anak konglomerat ia bisa dengan mudah merayu ayah ku." Irene belum bungkam.

"Jaga mulut mu, siapa kau berani mengatai ibuku." Yeri berada dalam kemarahan, terlihat jelas dari rahangnya yang mengeras.

"Kau tanya saja pada jalang itu. Kau yang seharusnya tau diri, mana mungkin anak haram pantas untuk seorang Sehun." Lagi-lagi Yeri menyakiti Irene, ia menarik kuat rambut Irene. Ingin ia membalas namun tangan Yeri lebih dulu terlepas dari rambutnya.

Irene terkejut saat Sehun berada tepat disampingnya, menggenggam kuat tangan Yeri. "Apa yang kau lakukan?" Bentak Sehun, Yeri langsung menangis.

"Aku? Kau tanya saja pada noona mu, apa yang sudah wanita ini lakukan padaa ku." Sehun menghempaskan tangan Yeri kemudian beralih merangkul Irene, membuat Yeri tak percaya dengan apa yang ia ihat.

"Aku sudah tau semuanya. Kau yang memulai pertengkaran ini." Sehun terus membentak Yeri. "Dan kau berani menyakiti kekasih ku." Yeri melotot saat mendengar Sehun menyebut Irene sebagai kekasih nya.

Sehun mengeratkan rangkulannya. "Ayo kita pulang." Sehun mengajak Irene meninggalkan kafe itu. "Satu lagi, kalau memang aku pria seperti yang kau katakan tadi untuk apa kau masih mengharapkan ku? Cari saja pria yang lebih baik dari ku." Sehun dan Irene berlalu begitu saja meninggalkan Yeri dengan banyak pasang mata yang menatapnya penuh benci. "Gadis itu benar-benar kejam." Bisik pengunjung lain.


"Maafkan aku." Sehun melingkarkan lengannya pada pinggang Irene dan menidurkan kepala nya diatas perut datar Irene.

Irene mulai terbiasa dengan semua kelakuan Sehun. Jujur sebenarnya Irene sangat suka dengan sifat Sehun yang kadang cuek lalu berubah menjadi manis tak menentu.

"Untuk?" Irene mengusap lembut kepala Sehun.

"Kalau saja aku tidak terlambat pasti dia tidak akan menampar mu." Irene hanya tertawa, entah apa yang ia tertawakan. "Apa sakit?"

Irene menggeleng. "Tidak begitu sakit maksudku."

"Tadi aku ingin mengajak mu makan siang bersama, tapi aku malah mendapati kekasih ku menangis karna ditampar adiknya." Sehun memandang Irene.

Irene memasang wajah cemberut, pura-pura kesal. "Aku tidak mempunyai adik yang tak tau sopan santun seperti dia." Sehun hanya tertawa menanggapi.

Tak ada lagi perbincangan. Irene masih asik memainkan rambut Sehun yang mencari posisi pas diatas perut Irene, sesekali menggesek-gesek hidung nya membuat Irene kegelian. "Aku tak sabar menunggu saat diperut ini ada penerus ku." Irene melotot saat mendengar ucapan Sehun yang sangat jauh dari ekspektasinya.

"Dasar bocah idiot. Hayalan mu sudah sangat jauh"

"Lagi-lagi kau mengatai ku sayang." Sehun mengeratkan pelukannya.

"Kau harus menyelesaikan sekolah dulu, kerja lalu punya uang yang banyak." Jelas Irene.

"Siap!!" Sehun bangkit lalu mengecup kilat bibir Irene. "Ayo makan, kekasih mu ini sudah lapar."


[To Be Continue...]

{My Noona}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang