What Should I Do? {7}

524 60 4
                                    

At Restaurant

"Jadi bagaimana ini Yunho-ya?" Tanya Tuan Bae.

"Aku masih tak percaya semua ini." Park Yunho menggeleng-geleng.

"Jika Sehun membatalkan perjodohan ini, yasudah batalkan saja." Ucap nyonya Park tiba-tiba, dengan pandangan yang tak dapat diartikan.

"Apa maksud anda Nyonya Park?" Tanya Bae Changmin.

"Sudah jelas bukan? Tujuan perjodohan ini karena Sehun tidak ingin mengambil alih perusahaan. Bukannya kau sudah dengar apa yang dia bilang tadi." Nyonya Park terlihat kesal. "Bukannya Sehun juga tetap mencintai anak mu? Tapi maaf saja, bukan anak mu yang di depanku saat ini. Jadi apa masih ada yang harus dibicarakan?"

"Yeobo!" Tuan Park mencoba menghentikan istrinya.

"Chanyeol-a, kau ikut eomma pulang atau tidak?" Nyonya Park bangkit. "Putri ku yang malang, bagaimana mungkin anak manis itu memiliki ayah setega ini." Bisik Nyonya Park, namun sebenarnya masih dapat didengar dengan jelas oleh seisi meja.

Nyonya Park sangat marah saat ia tau bahwa selama ini Irene seperti tak dianggap oleh ayahnya, bahkan didepan semua orang ia berani membedakan putri nya sendiri. Ia tak akan membiarkan Irene yang sudah seperti putri sendiri baginya mengalami hal ini lagi, ia akan merestui Sehun dengan Irene meskipun usia Irene terpaut lebih tua. Dia tak peduli. Yang terpenting kedua anaknya bahagia.

"Ne Eomma." Mereka berdua meninggalkan Tuan Park yang merasa sangat tidak enak dengan keluarga Bae. "Maaf Changmin-a, kalu istri ku sudah berkata seperti itu, bagaimanapun aku harus menurutinya. Aku pamit dulu."

Tinggallah keluarga Bae dengan perasaan yang berbeda-beda, Nyonya Bae yang marah besar karena sudah dipermalukan, Yeri marah juga kesal, dan Tuan Bae sendiri yang merasa bersalah dengan semua yang sudah ia lakukan pada Irene, anak kandungnya sendiri. Ia memang seorang ayah yang keji, meninggalkan istri beserta anaknya hanya demi harta. Tak pernah sekalipun menanyai kabar putrinya, hanya sekedar memastikan kalau hidup Irene terpenuhi. Ia sangat kejam.


Tidak memikirkan sakit yang mulai terasa pada punggungnya, Sehun masih menggendong Irene hingga kamarnya, menjaga gadis itu tidak akan jatuh dari gendongannya. Ia masuk, membaringkan tubuh Irene seperlahan mungkin seperti gadis itu bisa saja remuk kapan saja jika Sehun tidak berhati-hati. Ia menyelimuti Irene hingga leher, mengecup singkat dahi Irene takut mengganggu tidur gadis itu.

"Temani aku." Ucap Irene dengan mata yang terpejam. Sehun berfikir kalau Irene sedang mengigau, namun Irene membuka mata nya. "Kau tak mau menemani ku?"

Sehun berbaring disebelah Irene, menjadikan lengannya sebagai bantal. "Aku disini." Sehun menyingkirkan rambut yang menutupi wajah Irene.

"Kenapa kau disini? Bagaimana kalau calon istri mu marah?"

"Kau benar-benar mabuk. Tadi kau yang meminta ku tetap disini." Ucap Sehun. "Tidak." Bantah Irene.

"Aku tidak akan menikah." Sehun merangkul pinggang Irene.

"Benarkah?" Irene tersenyum lebar. "Kalau begitu menikahla dengan ku."

Sehun terdiam. Ia terkejut. Sehun belum bisa senang, karena ia tau Irene masih dalam pengaruh alkohol. "Kau mau?" Tanya Sehun, masih mengikuti pembicaraan Irene.

Irene mengangguk, namun raut wajahnya berubah sendu. "Tapi...." Irene berhenti bicara, menatap dalam tepat di mata Sehun. "Keluarga mu tidak akan setuju, mereka mungkin tidak akan suka melihatku. Bagaimana mungkin aku bisa hidup kalau tidak ada keluarga mu?" Irene terisak. Sehun memeluknya erat, penuh sayang.

"Bocah itu sudah mengambil orang-orang yang aku sayang, ayahku dan juga kau." Irene memukul pelan dada Sehun. "Siapa lagi yang ada di hidupku kalau keluarga Park juga pergi meninggalkan ku?"

Sehun membelai kepala Irene. "Tidak akan ada yang meninggalkan mu. Dan sudah aku katakan, aku tidak akan menikah dengan bocah itu."

"Kau janji?"

"Aku tidak pernah mengingkari janji ku pada mu bukan? Terutama aku, aku tidak akan pernah meninggalkan mu. Percaya saja padaku." Tidak ada lagi respon dari Irene, sepertinya ia sudah kembali terlelap.

Sehun masih memikirkan perkataan Irene, gadis itu memang dalam keadaan tidak sadar. Namun semua perkataan Irene pasti yang selama ini ia rasakan. "Artinya kau juga mencintaiku bukan?" Tanya Sehun pada Irene yang tertidur disampingnya.


"Ah kepala ku sakit." Irene memegangi kepalanya.

Ia memandang sekitar, mencoba mengingat kenapa ia bisa pulang ke rumah dalam keadaan mabuk berat. Ia juga masih memakai pakaian yang sama. Irene murung saat kembali mengingat acara yang ia hadiri tadi malam. "Aku harus menghilangkan mual ini dulu."

Irene mengambil bathrobe, melampisi dress hitam yang masih ia gunakan. "Kau mengagetkan ku." Irene sedikit berteriak saat melihat punggung tegap yang membelakanginya, sibuk membuat sesuatu. Dapur miliknya terlihat sangat berantakan.

"Kenapa kau terkejut? Bukannya kau sudah tau kalau aku tiggal disisni." Sehun mengaduk sesuatu diatas kompor.

"Kau masak apa?" Tanya Irene penasaran.

"Lihat saja nanti. Kau pergilah ganti pakaian, apa kau tidak risih dengan bau alkohol itu?" Perintah Sehun yang langsung dituruti oleh Irene.

Irene keluar dari kamar dengan kaus yang kebesaran hingga hotpants yang ia gunakan hampir tidak terlihat. Juga rambut panjang ia gulung ke atas. "Kau tidak dingin dengan pakaian seperti itu? Sebentar lagi musim semi akan datang." Irene hanya menggeleng.

"Bagaimana?" Tanya Sehun berharap saat Irene mencoba sup penghilang rasa mabuk.

"Lumayan, meski sedikit hambar." Sehun lega. "Kau belajar dari mana?"

"Dari internet." Irene tertawa, "Kapan-kapan akan aku ajari memasak."

Sehun bersemangat. "Kau janji?"

"Tentu, kalau calon istri mu mengizinkan." Sehun menatap sinis Irene yang masih sibuk dengan sup nya.

"Perjodohan itu dibatalkan." Irene terkejut. "Kenapa?"

"Wah, apa kau sangat ingin aku bertunangan dengan adik tiri mu?" Irene bungkam seketika. "Aku mengatakan pada mereka kalau aku hanya akan menikah dengan mu. Aku juga tau kau takkan merelakan ku, bukan begitu?" Sehun mengedipkan matanya berulang kali.

"Kau jangan asal bicara." Irene tak lagi melanjutkan acara makannya.

"Aku tidak pernah begitu. Kau bisa tanya pada Tuan Park." Ucap Sehun dengan nada meremehkan pada kalimat Tuan Park. "Kau tak ingat sama sekali apasaja yang sudah kau ungkapkan padaku tadi malam?" Sehun bangkit meninggalkan Irene dengan seribu rasa penasaran, berusaha mengingat apa yang sudah ia katakan pada Sehun.

"Apa kau yang membawa ku kesini?" Tanya Irene sebelum Sehun masuk kedalam kamar. "Tentu, siapa lagi kalau bukan aku? Apa kau berharap Kris bajingan itu yang mengantar mu?" Kris? Bajingan? Irene benar-benar tak ingat apapun.

"Park Sehun, beritahu akuu!!!!" Teriak Irene.

"Noona, kau tidak berangkat hari ini?" Tanya Sehun yang sudah rapi dengan seragamnya.

"Sepertinya tidak." Irene sibuk membersihkan dapur yang kotor akibat Sehun. "Kunci mobil aku taruh di depan sana."

"Kalau begitu aku berangkat dulu." Pamit Sehun.

"Sehunnie, cepat pulang! Aku tidak ingin dimarahi ayah mu karena mengizinkan mu membawa mobil. Aracchi?" Ingat Irene.

"Baiklah. Sore nanti kosongkan jadwal mu, ayo jalan-jalan." Sehun pergi begitu saja.


[To Be Continue..]

{My Noona}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang