Tiga hari berlalu, selama itu juga Sehun tinggal di apartemen Irene. Sama sekali tidak ingin kembali ke rumah yang berada tepat disebelah. Bahkan untuk mengambil pakaian ataupun keperluan sekolah Irene yang harus susah payah bolak-balik. Dan tiga hari ini juga Irene yang membiayai hidup adik nya itu.
"Wah anak ini benar-benar." Irene menepuk dahinya ketika masuk kedalam apartemen ia mendapati Sehun yang tertidur pulas di sofa depan tv dengan keadaan berantakan melebihi sebuah gudang. Plastik cemilan, botol minuman, remahan makanan bertebaran dimana-dimana.
"Pantas saja ahjumma selalu memarahi nya." Batin Irene.
Tak berperasaan, Irene melempar bantal sofa, tepat mendarat di wajah Sehun. Dengan tak elit, Sehun terlonjak kaget. Ia mengucek matanya memperjelas penglihatan sekitarnya.
"Waeee?" Sehun merengek seperti anak kecil.
"Kau bersihkan semua inii. SEKARANG!!" Irene berkacak pinggang menatap Sehun yang belum sepenuhnya sadar. "Sebelum kau aku seret pulang pada Tuan Park."
Sehun lantas berdiri. "Jangan." Ia pergi ke tempat penyimpanan barang, mengambil penyedot debu. Memunguti sampah, dan kembali membuat meja bersih seperti semula. Irene yang melihat itu tersenyum bahagia, apartemennya belum pernah sebersih ini.
"Aku akan masakkan sesuatu, Hwaiting dongsaeng."
"Bolehkah lebih dari dongsaeng?" Sehun masih fokus pada pekerjaannya, namun perkataannya membuat Irene terdiam. Ia menggeleng dan memukul kepala Sehun sambil lalu.
"Yaa kalau aku jadi idiot bagaimana? Apa kau akan tanggung jawab?" Sehun protes, Irene terlalu sering memukul kepalanya.
"Bukannya kau memang idiot? Dasar bocah idiot." Cibir Irene.
Sehun selesai bersamaan dengan Irene yang juga selesai menata makan malam diatas meja. Irene lantas memanggil Sehun yang membaringkan tubuhnya pada sofa, terlihat begitu kelelahan. "Sehunnie" Sehun langsung bangkit.
"Aku suka Sehunnie" Memajukan wajahnya hanya berjarak sejengkal dari wajah wanita di depannya. Sontak Irene memundurkan kepalanya. "Kau apa-apaan." Irene merasakan kedua pipinya memanas dan yang di dalam sana berdegub cukup kencang.
Mereka makan dalam diam, Irene yang hanya berani menatap makanannya. Sedangkan pria di depannya tak bosan menatap Irene begitu intens. Makanannya terlihat seperti tak tersentuh sedikitpun. Gadis yang ditatap merasa risih, saat ini terasa begitu canggung. Entah sejak kapan ia merasa secanggung ini saat bersama Sehun. Tak tahan dalam situasi seperti ini, Irene mempercepat makannya kemudian bangkit. "Kalau kau tidak makan biar aku buang saja." Sehun lantas sadar dan buru-buru menghabiskan makanannya sambil memperlihatkan susunan gigi kecilnya. "Dasar idiot." Smirk Irene.
"Pergilah mandi, aku harus membersihkan ini dulu." Irene pergi meninggalkan Sehun. Tak ada jawaban dari Sehun.
Tiba-tiba piring yang sedang Irene cuci terlepas dari tangannya saat sepasang lengan kekar melingkar dipinggang nya. Irene membeku saat Sehun menopang dagu pada bahu Irene, ia dapat merasakan hembusan nafas Sehun tepat pada lehernya. "Baiklah. Apa kau tau? Kita sudah seperti sepasang suami istri yang hidup bahagia." Lagi-lagi Sehun membayangkan hal yang berlebihan bagi Irene.
Irene menyikut perut Sehun. Sehun langsung melepas pelukannya, memegangi perutnya yang sakit akibat Irene. "Kau benar-benar kejam." Sehun pergi meninggalkan Irene, pergi mengerjakan apa yang Irene suruh. Selama membersihkan dapur, Irene tak fokus pada pekerjaannya. Ia terus menerus mengeleng karena tanpa izin otak nya terus memutar kejadian belakangan ini yang berhubungan dengan Sehun. "Dia semakin berani. Ini tak bisa, kalau keluarga Park tahu aku pasti dianggap anak yang tidak tau terima kasih." Irene seketika murung.
Setelah Sehun selesai mandi, ia memanggil Irene bahwa ia sudah selesai menggunakan kamar mandi. Karena kamar mandi hanya ada satu, jadi mereka harus bergantian jika ingin ke kamar mandi.
Cukup lama Irene diam dalam kamar mandi. Jujur ia merasa sangat canggung jika bersama Sehun, sejak pria itu menyatakan perasaannya Irene tak lagi bisa bebas melakukan apapun bersama Sehun. Karena Sehun tak lagi menganggapnya noona melainkan seorang wanita yang ia cintai. Tak ingin sakit, Irene memutuskan keluar untuk segera mengistirahatkan tubuh sekaligus pikirannya. Namun niatnya kembali gagal saat ia melihat pria yang belakangan ini selalu membuatnya merasa aneh sedang bersantai diatas ranjang kesayangan nya. Irene benar-benar tidak tau harus bagimana menghadapi Sehun untuk kali ini.
"Aku kira kau akan tidur di dalam sana." Sapa Sehun tidak mengalihkan perhatiannya dari layar hp.
"Sedang apa kau disini?" Irene tak menjawab pertanyaan Sehun. "Tentu saja aku akan tidur disini." Mendengar itu Irene tak lagi ambil pusing." Baiklah biar aku yang tidur di sofa malam ini." Namun langkah Irene terhenti saat Sehun menahan tangannya, memaksa Irene untuk melihatnya kemudian menarik Irene ke atas ranjang.
"Kenapa kau seperti ini? Tidaak biasanya." Sehun berbaring, sambil menepuk ruang kosong disebelah nya. "Ayo seperti biasa." Entah sadar atau tidak, Irene mengikuti perintah Sehun. Ia berbaring perlahan, menghembuskan nafas pasrah.
Sehun langsung berbalik menghadap Irene yang memandang kosong ke langiit-langit kamar. "Mungkin perasaan ku saja, ttapi aku rasa kau belakangan ini seperti orang yang baru mengenal ku." Sehun masih setia memandangi wajah manis yang Irene miliki. "Apa kau ragu dengan perasaan mu sendiri? Atau kau juga memang mencintai ku?" Tanpa basa-basi Sehun bertanya.
Irene memberanikan membalas pandangan Sehun. "Mana mungkin aku mencintai orang yang sudah aku anggap sebagai adik sendiri." Irene memaksakan untuk tertawa. Semua orang pasti akan tau jika yang dikatakan Irene hanyalah suatu kebohongan. Sehun yang sudah bersama gadis itu sejak kecil cukup tau jika Irene berbohong. "Jika kau masih ragu, izinkan aku membantu." Irene tak paham maksud Sehun.
Hendak bertanya, namun seketika Irene merasakan sesuatu yang aneh, berbeda, yang belum pernah Irene rasakan. Saat itu juga sebuah benda tipis lembut menempel tepat di bibir nya. Waktu serasa terhenti, Sehun hanya melumat lebut tanpa nafsu. Menyalurkan rasa cinta yang sebenarnya pada Irene, ingin menolak namun otak dan tubuh Irene seakan tak ingin bekerja sama. Sehun dengan cepat melepas bibirnya saat ia merasakan basah pada pipinya. "Apa kau harus seperti ini? Bagaimana mungkin kau seenaknya mencium noona mu seperti kau dengan santai mencium gadis mu diluaran sana." Irene terisak. Sehun kaget mendengar penuturan Irene.
Sehun segera menangkup wajah Irene, kembali mengecup lembut dahi gadis itu. "Aku bersumpah, aku belum pernah melakukan seperti apa yang kau katakan tadi. Meski kau menganggap ku lelaki brengsek yang suka berganti kekasih, namun aku tak pernah sekalipun menyentuh mereka. Karena aku hanya akan melakukannya dengan orang yang benar-benar aku cintai. Kau harus percaya itu!." Hanya dengan mendengar itu, hati Irene berubah menghangat, merasa lega. Ia sangat bahagia saat Sehun mendekapnya seperti ini.
[To Be Continue^^]

KAMU SEDANG MEMBACA
{My Noona}
RomansaIrene tak bisa jujur, tidak cukup berani karena kebaikan keluarga Sehun padanya selama ini. Sehun yang selalu meyakinkan. Akankah Irene akhirnya berani mengungkapkan semua yang ia rasakan, meski orang tua nya sendiri yang menjadi penghalang? "Aku m...