Dunia tidak ramah kepada orang sepertiku. Minggu depan Bagus melaksanakan ijab qabul. Metha yang memberitahuku lewat Whatsapp, tapi kuabaikan.
Apa yang diharapkan mereka dariku, aku tidak tahu. Mana mungkin aku datang ke acara mereka setelah aib mereka terbongkar. Aku bukan malaikat, tentunya aku punya rasa sakit hati.
Kemarin setelah ngopi-ngopi bersama Bitha, Faisal, dan Abim, aku langsung tidur. Pagi ini aku membuka hape, ternyata Metha memberondongku dengan chat yang kebanyakan isinya maaf.
Ya, apa lagi yang bisa kulakukan selain memberi maaf dan ikhlas. Aku benci mengatakan ini, tapi mengetahui keberengsekan mereka berdua sekarang lebih baik daripada suatu hari nanti.
Hah. Jijik sekali rasanya mengatakan itu. Aku merasa seperti tokoh protagonis teraniaya, dan mereka antagonisnya. Aku sih bukan orang yang baik-baik amat, tapi ternyata dunia bukan hanya diisi orang baik. Makin kesini kisahku makin mirip sinetron.
Sewaktu berangkat ke sekolah tadi, aku melihat sinetron. Faisal datang ke kos pagi-pagi, membawa sarapan. Pasti dia mau nyogok Bitha, kan kemarin mereka marahan. Aku diberi satu kotak dan sesampainya di sekolah, aku tahu kalau itu bubur ayam.
Lumayan, sarapan bubur sepertinya bagus untuk memperlancar kerja otak yang makin kesini makin pingin ngunyah orang mulu.
Aku tidak suka bubur ayam diaduk, jijik melihatnya. Beda sama Abim, dia mencampur semuanya. Kerupuknya juga diaduk bareng bubur sampai melempem. Sering sekali aku tidak doyan makan hanya karena melihat Abim makan bubur ayam dengan cara seperti itu.
Tempat bekas kubuang di tempat sampah di luar ruang guru. Ada tiga macam tempat sampah: organik, non organik, dan sampah plastik. Aku memasukkan kantong plastik ke tempat sampah plastik, dan kotaknya di sampah non organik. Tidak boleh sembarangan sebagai guru. Pernah sekali seorang guru yang sedang mengumpat terdengar oleh anak-anak, dan itu digunakan untuk tameng oleh mereka. Sebagai guru, aku harus memberikan contoh yang baik.
Bel tiga kali, waktunya mengajar. Jam pertama, di kelas yang anak-anaknya sama sekali tidak menginginkan ada IPA di hidup mereka. Pernah suatu hari aku mengajar di sana, dan mereka bertanya padaku apakah aku pernah kesal. Kujawab pernah, tapi sangat jarang. Aku sadar bahwa tidak semua orang harus menjadi dokter atau teknisi, jadi untuk apa memaksakan diri?
Jam terakhir nanti aku mengajar di kelas yang menyukai IPA, cita-cita mereka tinggi. Macam-macam dan semuanya berhubungan dengan sains, mungkin mereka akan jadi penerus Stephen Hawking. Menemukan radiasi lubang hitam dan tidak mempercayai kehidupan sesudah mati.
"Bu Hani. Saya duluan," salah satu pengajar melongok ke kubikelku dan berpamitan.
Sudah waktunya pulang, tapi aku masih mengisi daya baterai yang sudah sakaratul maut. Motorku sedang di bengkel, ganti oli dan servis bulanan. Aku butuh ojol untuk pulang ke kos. Ya, aku sekarang sedang memesan ojol, drivernya masih dalam perjalanan.
Sebuah chat masuk, mengabarkan kalau ojek yang kupesan sudah di depan. Segera kucabut ponselku dari charger, kumasukkan ke tas cepat-cepat. Kasihan kalau menungguku lama.
Gerimis menyambutku saat aku keluar gedung sekolah. Pak Ojek memberiku jas hujan plastik dan helm, cukup untuk melindungi aku dan tasku sampai rumah. Duuh, kalau hujan gini jadi lapar. Aku jadi ingin mi kuah.
Abim sudah pulang kuliah apa belum ya? Mi instan buatan Abim tuh juara. Memang, aku bisa memasak ini itu. Entah kenapa, setiap aku memasak mi instan selalu gagal. Terlalu lembek, kadang terlalu keras sampai susah dimakan. Aku suka mi rasa kari ayam, ditambah kembang kol dan wortel. Jangan lupa telur yang diacak. Semoga dia sudah pulang kuliah.
![](https://img.wattpad.com/cover/79110069-288-k785255.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Exhale The Past
ChickLitDi masa lalu, aku bertemu denganmu. Di masa lalu, aku menyukaimu. Di masa lalu, kamu mengacuhkanku. Di masa lalu, kamu menyakitiku. Aku melupakan perbuatanmu di masa lalu, tapi mengapa aku masih menyimpan rasa ini sampai sekarang?