Dua

129 29 0
                                        

Meski Daksa dan Atma yang hanya tertaut dalam indahnya balutan mimpi yang kemudian menjelma bak Lengkara dan Amerta.
Tidak dengan Hasya Dan Narsa yang tertaut nyata dalam balutan Keindahan dua sosok kelembutan dan kemanisan. kemudian mereka tidak hanya abadi dalam bait aksara melainkan terus harum dalam pancaran Arkatama dan Radeva pada semesta.

"KaNa, KaNa ...," Narsa hanya tersenyum sembari menyiapkan menu sarapan yang tadi sudah di request oleh dua kesayangannya itu. "KaNa masih di dapur kan, Adek dengan KaBi masih di atas." lanjut suara lembut sang adik yang terdengar dari remote kecil di samping Narsa.

"Iya di dapur," Narsa menyahut tanpa menghentikan aktivitasnya. "Sebentar lagi selesai jangan susul ke dapur ya stay di meja makan saja okey." Imbuhnya, Narsa tersenyum saat salah satu juru masak di rumah ini menghampiri dirinya.

Lalu tak lama kembali terdengar suara balasan dari sebuah remote kecil yang memang mereka gunakan untuk berkomunikasi di rumah ini.

"Jangan lama-lama ya Hasya dan Binar sudah rindu."

Itu suara Binar.

Narsa terkekeh pelan mendengarnya begitu juga pria muda yang berdiri di samping Narsa sembari merapikan bekas Narsa memasak tadi.

"Sudah semuanya Mba?" tanyanya sopan.

Narsa mengangguk seraya tersenyum ia lalu berderap ke westafel terdekat untuk lebih dulu mencuci tangan sebelum membawa dua piring yang berisikan menu sarapan dua adiknya itu ke ruang makan.

"Yang lain juga jangan lupa sarapan ya, Dik." Chef Dika mengangguk sopan atas pesan bossnya itu.

Kemudian tak berselang lama pelayan perempuan ikut bergabung, "Non, maksud saya mba, Sinta bawakan ya?"

Narsa menggeleng pelan, "Sudah, tidak papa saya saja Sinta, kamu sudah sarapan?"

"Belum Mba,"

"Kalian sarapan dulu, jangan di tunda pesankan ke yang lain juga nanti kalau sakit di suntik," Dika dan Sinta hanya dapat meringis pelan seraya mengangguk sopan.

Bisa apalagi mereka jika Narsa sudah menolak di bantu.

Tidak hanya Sinta dan Dika beberapa pelayan serta pekerja rumah di bagian bersih-bersih juga terkadang sampai bingung dengan nona mereka.

"Saya duluan ya," melepas aprone yang ia kenakan sejak tadi Narsa bersiap meninggalkan dapur kotor utama di rumah ini dengan membawa dua piring telur orak arik dan sosis.

Ya, hanya dua karna Narsa sarapan dengan roti saja dan buah bukan karena sedang diet atau menjaga bentuk badan. Tidak. Tapi memang lambung Narsa tidak dapat menerima makanan berat saat pagi hari.

Sinta menghela napas panjang ketika punggung Narsa sudah tak terlihat lalu ia menatap Dika, "Ibu eh Non Narsa kan Bang, Kerja nya kita itu kapan kan Bang Cape nya ngga ada di sini?" tuturnya lalu menambahkan ringisan kecil saat melihat tawa renyah Dika menguar mendengar nya sembari menggangguk setuju.

Sejujurnya juga Sinta masih kaku, bertahun kerja dengan Narsa dalam hal sebutan karena Narsa lebih suka di panggil Mba dari pada sebutan Formal ibu atau Non.

Tapi karena Sinta dan yang lainnya sudah terbiasa pada majikan sebelum nya terkadang malah jadi campur campur memanggil Narsa namun tetap Narsa tidak pernah protes dengan keras kepada mereka.

Nawasena Hasya NarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang