Delapan belas 🏡

105 15 1
                                    

Lama yaa Aku menghilang nyaa Sorry yaa guyss

Untuk yang lupa bisa baca part sebelumnya dulu lagi yaa sebelum baca part ini

Oke Happy Reading 🧡

---

"Bir kalengnya sudah kamu beli Nalen?"

Untuk kedua kalinya dalam rentang waktu setengah jam Azka kembali terlonjak kaget setengah mati.

Ya, satu setengah jam dari mereka terjebak macet hingga Azka terpaksa mampir ke minimarket untuk membeli apa yang diminta Dipta tadi.

Dan di sinilah mobilnya sudah berhenti sejak empat puluh menit yang lalu. Dipta masih tertidur dan selama itu juga Azka belum melihat tanda-tanda mobil Jagat atau Narsa memasuki gerbang rumah mewah ini.

Azka menarik napas panjang seraya mengedarkan pandangannya dari dalam mobil. Bibirnya tersungging miris, Rumah ini terasa amat sangat menyesakkan dan tidak ada kebahagiaan yang di tinggalkan di dalamnya oleh penghuni sebelumnya.

"Nalen?" panggil si pemuda berkulit putih itu lagi.

"Iya Dipta," sahut Azka cepat.

Azka memutar sedikit tubuhnya agar dapat menatap Dipta sepenuhnya.

"Lima kaleng kan?" tanya Azka memastikan, namun tangannya telah menyodorkan kantong plastik berwarna putih kepada Dipta. "Blackurrant satu, jeruk nipis dua, lemon satu, original satu." Azka menyebutkan beberapa varian yang memang sudah sangat ia hapal sekali.

Tak!

Tidak menghiraukan suara Azka, Dipta sudah membuka tutup alumunium di kaleng bir yang berwarna itu. Ia langsung meneguk cukup lama isi kaleng bir tersebut, padahal bunyi desisan soda cukup keras yang tengah menguap tadi belum habis mengudara.

Buat Azka kontan memejamkan matanya rapat-rapat. Tangannya terkepal di masing sisi. Walaupun sudah sering menghadapi situasi ini tetapi sudut hati Azka selalu bergemuruh pedih.

Tak menyalahkan musibah bencana besar Tsunami Aceh berapa belas tahun silam.

Tidak.

Karena memang itu sudah menjadi ketetapan dan kuasa Tuhan. Tetapi yang ia tidak terima luka yang terus dijadikan senjata oleh orang-orang gila disekitar keluarga Narsa ini membuat sisi lain dari pemuda itu yang memang sudah ada semakin mencuat dan nyata.

Brengsek.

Takk

Azka kontan mengerjap cepat saat mendengar bunyi tutup bibir kembali terbuka dan langsung disambut dengan desisan keras dari soda yang terlepas dari ruang nya.

Sudah Kaleng bir ke 2. Batin Azka saat ekor matanya melirik ke arah dimana Dipta duduk tenang sambil memegang kaleng bir berwarna kuning itu.

Azka refleks memejamkan mata untuk beberapa saat. "Berapa jam lagi kita harus duduk di dalam mobil ini kayak orang bego Nalen?"

Suara itu membuat Azka membuka matanya lalu mendesah pelan, Laki-laki itu segera mengangguk dan kini sudah memandang Dipta secara serius.

"Kita masuk Dipta," putusnya mau tak mau membawa Dipta masuk ke dalam rumah sebelum Narsa dan Jagat tiba. "Kita makan siang ya?" ia lirik sekilas kaleng bir kosong yang tergeletak di jok sisi kiri Dipta lalu kembali memandang laki-laki itu yang meneguk bir varian lemon nya dengan tenang.

"Kamu saja yang makan siang Nalen, saya minum ini saja sudah cukup!" meskipun terkesan cuek tetapi Dipta sepenuhnya sadar bahwa sepasang manik mata Azka tengah serius memperhatikannya.

Nawasena Hasya NarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang