Empat

103 28 0
                                        

.....

--

"Ibuu," Kael sedikit berseru ketika melihat Narsa sudah hendak mencapai mobilnya. "Ini tas Ibu, maaf bu...," Kael menunduk sopan setelah memberikan tas milik Narsa.

Ia menarik napas dalam sudah tahu pasti hasil akhirnya nanti tapi masa bodo lah yang terpenting Kael berusaha dulu saat ini.

Serius, Ia dan rekan-rekannya terlampau sungkan dengan kebaikan demi kebaikan boss nya ini memperlakukan mereka. Tidak hanya Narsa tapi Jagat juga begitu.

Lalu di'ikuti oleh Binar begitu juga dengan sang suami.

Mereka orang-orang luar biasa baik.

Kael bisa bersaksi, demi Tuhan.

"Bu ... ini Kael dan yang lain tidak bisa menerima ini Bu, maaf yang ...," ia tergagap saat mendapati Narsa tengah menatapnya dari dekat begini.

Serius.

Aura boss bidadarinya ini Kael saja tidak dapat menjabarkannya saking luar biasanya.

Sial sekali.

Lidahnya mendadak keluh, apalagi saat Narsa membuka kacamatanya dan Kael dapat melihat sepasang iris indah sewarna spektrum itu yang hanya dimiliki oleh berapa persen manusia di Indonesia dan salah satunya adalah Narsa dan Hasya.

"Mak ... maksud Kael," ia menjeda kalimatnya tetap menunduk tak berani balas menatap Narsa. "Kael tidak papa Bu, ini sedikit di kompres sudah lebih baik Bu, Maaf Bu," ia hanturkan permohonan maaf lagi seraya meringis teramat sungkan.

Mengerti bagaimana kegugupan Kael, Senyum cantik Narsa terbit, "Sudah tidak papa Kael terimalah, saya duluan ya ...,"

Ck, baiklah nampaknya Kael perlu sedikit agak nekat.

Jadi ia angkat pandangan dan berseru, "Tapi Bu, yang kemarin juga masih ada Bu," pergerakan Narsa yang hendak masuk ke dalam mobilnya terhenti ia kembali menoleh dengan seulas senyum lagi. "Ibu apa tidak takut kehabisan uang kalau begini."

Kan dia jadi keceplosan kan..

Mendengar itu Narsa baru bisa terkekeh merdu sembari menggelengkan kepalanya sekilas, "Rezeki saya Rezeki kalian juga, tidak perlu khawatir karena segalanya tidak akan pernah Tertukar yang sudah menjadi ketetapan Tuhan termasuk dalam hal rezeki Kael." senyum Narsa tersungging satu level cantik dari yang pertama tadi.

"Di Tabung saja untuk masa depan kalian, mumpung ada rezekinya harus gunakan sebaik mungkin ya, Kirimkan dengan orang tua sebagiannya hmm," penuturan Narsa membuat Kael benar-benar membeku sekaligus terhenyak apalagi saat tangannya terulur untuk menepuk pelan bahu Kael. "Sudah ya, itu di kompres cepat nanti Infeksi Kael." tutupnya, lalu kakinya melangkah kembali menuju pintu penumpang yang memang sudah terbuka.

Belum sempat Kael memberi respon, Denis--supir Narsa menunduk sopan, "Maaf Bu, tadi Pak Jagat menelpon menanyakan Ibu sebab ponsel ibu di hubungi tidak bisa."

"Ah, ya saya lupa Denis tadi ponsel saya silent karena meeting di PT Benz Group," sahut Narsa cepat.

Ya, sebenarnya selesai dari PT Benz Group tadi yang memang Narsa tidak perlu berlama lama jika menghadiri secara langsung meeting kepada klien'nya, ia ingin segera kembali ke Kantor namun saat selesai berpamitan kepada jajaran komisaris PT Benz Group Narsa mendapatkan telepon dari Ilham bahwa ada Seruni yang tengah mengamuk di rumah masa kecilnya yang sekaligus menjadi rumah pertumpahan darah mereka beberapa tahun silam.

Nawasena Hasya NarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang