#7 - Debaran itu

4.6K 425 93
                                    

Happy Reading

Suatu malam, Singto berkutat dengan teleskop di balkon lantai dua rumahnya. Dia sibuk mengintip aktivitas bintang diatas sana. Dia tak sendiri, dia ditemani Arthit yang duduk tak jauh darinya. Arthit duduk disebuah kursi goyang sembari membaca komik karya Singto. sesekali Singto meliriknya, namun Arthit yang dilirik pun tidak menyadari sama sekali. Ia terlalu fokus membaca komik.

Singto tersenyum lebih tepatnya tertawa tertahan saat melihat ekspresi Arthit yang berubah – ubah saat membaca komiknya. Terkadang pemuda itu merengut kesal, kadang tersenyum sendiri, tersipu malu, mencebik sedih. Singto bahkan lupa dengan teleskopnya. Sepertinya bintang diatas sana tak menarik lagi untuknya. Ekspresi Arthit sungguh menarik perhatiannya.

Lama kelamaan Arthit merasa seseorang memperhatikannya. Segera Arthit menoleh kesamping, arah Singto yang berdiri sibuk dengan teleskopnya. Melihat pergerakan Arthit yang menoleh kearahnya, Singto segera berpura – pura untuk mengintip bintang melalui finderscope. Arthit mengernyit lalu aia menghendikkan bahunya dan kembali berkutat dengan komiknya.

Merasa Arthit sudah kembali pada fokus pada komiknya, Singto kembali memperhatikan Arthit sembari tersenyum lebar. Namun Singto segera memalingkan wajahnya kembali ketika Arthit menoleh kearahnya lagi.

Singto bersiul sembari menatap bintang dilangit. Kemudian Singto sibuk mengatur mounting pada teleskopnya. Kini Arthit yang memperhatikan Singto. Ia menutup komiknya dengan menyelipkan sebuah pembatas buku dibagian yang tengah ia baca.

Arthit menikmati pemandangan yang kini tersaji dihadapannya. Singto yang serius dengan teleskopnya adalah pemandangan yang membuat Arthit tersenyum sendiri. Wajah serius Singto membuat pria itu tampak berkharisma.

Memandangi laki – laki itu lama kelamaan membuat Arthit mengantuk. Bukan karena Singto yang membosankan, ini karena malam sudah hampir larut. Arthit menguap beberapa kali dan matanya memberat. Tak lama kemudian ia pun tertidur diatas kursi goyang.

Singto tau jika sedari tadi Arthit memandanginya, ia membiarkan saja dengan berpura – pura tidak tau dan sibuk dengan teleskopnya. Hembusan angin malam pun semakin dingin, Singto membereskan teleskopnya.

"Arthit ayo kita ma-" Ucapannya terhenti ketika melihat Arthit yang ternyata ketiduran.

Singto tersenyum melihat wajah damai Arthit yang tidur diatas kursi goyang dengan komik dipelukannya. Singto yang saat itu sudah mengangkat teleskopnya, meletakkannya kembali. Ia mendekati Arthit.

"Arthit, ayo bangun disini dingin nanti kamu bisa sakit.." Ucap Singto sembari menepuk lengan Arthit.

Arthit yang dibangunkan Singto pun tidak segera membuka mata. Hingga berkali – kali Singto membangunkannya, Arthit tetap bergeming setia memejamkan matanya.

Akhirnya dengan inisiatifnya, Singto mengangkat tubuh Arthit dengan bridal style setelah sebelumnya mengambil komik yang dipeluk oleh Arthit. Ia membawa Arthit masuk kedalam kamar yang dihuni oleh Arthit. Singto meletakkan Arthit dengan hati – hati, takut jika saja Arthit terbangun dan malah mengganggu pemuda itu dari tidur nyenyaknya.

Setelah merebahkan Arthit, Singto menyelimuti tubuh Arthit hingga sebatas dada. Dipandanginya wajah Arthit dengan seksama. Singto menelusuri semua yang ada pada wajah Arthit. Mulai dari alis yang rapi, bulu mata yang lentik, hidung bangir, hingga bibir semerah cherry yang sangat menggoda.

"Selamat malam Arthit..." Ucap Singto lirih kemudian ia mencium kening Arthit. Setelahnya ia keluar dari kamar Arthit.

Sepeninggalan Singto, Arthit membuka matanya. Sebenarnya ia terbangun ketika Singto berjalan kearah kamarnya sembari menggendongnya, namun ia berpura – pura memejamkan matanya daripada dia membuka matanya dan terjadi kecanggungan lagi.

Hello Goodbye [Singto X Krist - Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang