Chapter 7 : My pain 2

28 6 3
                                    


[A story about the future]

"Tidak ... lepaskan," Orion meronta saat dua orang lelaki kekar menyeretnya pulang.

"Lepaskan aku," dengan emosi yang memuncak ia berusaha keluar dari kekangan bodyguard milik keluarganya itu. Namun sayang, sekeras apapun tekadnya, kekuatan Orion masih di bawah taraf kekuatan mereka berdua.

Orion diseret masuk ke kamarnya dan dikunci dari luar. Ia tak bisa pergi kemana-mana sekarang.

"Ck, sebenarnya siapa yang menyuruh mereka," monolognya.

Tidak ada waktu lagi, Orion harus segera pergi ke danau saat ini juga.

Tapi bagaimana caranya, gumamnya dalam hati.

Ia duduk sejenak menenangkan emosinya dan memikirkan berbagai macam cara untuk bisa keluar dari sini.

Prang

Suara keras membuat kedua bodyguard yang berjaga di pintu kamar Orion terperanjat, mereka pun membuka kamar Orion dan mendapati pecahan kaca jendela yang berserakan. Salah satu dari mereka menghampiri jendela itu dan menengok keluar, Orion sudah berlari gontai ke arah danau. Dari atas sini, salju telah memperlihatkan dengan jelas jejak kaki merah milik Orion, telapak kakinya terluka parah.

Orion terpaksa memecahkan kacanya, karena tanpa sepengetahuannya mereka telah menggembok jendela itu. Satu-satunya jalan agar ia bisa keluar adalah dengan melompat ke atas ranting-ranting pohon yang menjulur ke balkon kamarnya dan turun ke tanah melalui batang pohon tersebut. Jika ia harus mengikat tali di pagar balkon seperti biasanya, yang terjadi ia akan tertangkap oleh mereka sebelum ia berhasil kabur.

Para bodyguard pun memilih melaporkan kejadian ini kepada Mrs. Rose daripada mengejar Orion.

(Sementara di danau)

"Ayah," panggilnya dengan suara parau. Lion sudah menduga, itu pasti ayahnya, yang selalu datang tepat waktu. Tiba-tiba bulir air mata keluar dari mata indahnya.

Mr. Anderson sangat bersyukur setelah hampir putus asa dan menyerah akan masa depan. Lion adalah satu-satunya alasan ia masih bisa tersenyum sampai detik ini.

"Terima kasih Lion untuk tetap hidup," ia mengusap kasar air matanya.

Lion mengangguk lemah, memunculkan segurat senyum di wajah pucatnya. Ia menggenggam tangan hangat Mr. Anderson, meyakinkan ayahnya kalau ia masih hidup.

Mr. Anderson belum bisa bernapas lega, ia mengkhawatirkan serangan hipotermia Lion akan semakin parah. Ia memikirkan Resiko terburuk yang akan terjadi jika Lion tak segera menghangatkan tubuhnya. Karena tadi terlalu panik, ia sampai melupakan pakaian kering ataupun selimut hangat untuk Lion. Satu-satunya cara adalah Mr. Anderson harus membawa Lion sesegera mungkin ke rumah. Kini, ia hanya bisa meminta kepada tuhan agar putrinya tetap kuat bertahan.

Ayah Lion bergegas bangun dari duduknya," Tetap sadar Lion, kita harus segera pulang."

Dengan sisa tenaga yang Lion miliki, ia pun berusaha berdiri dengan dibantu ayahnya. Lalu ayahnya berjongkok untuk menggendong Lion. Lion melingkarkan tangannya di leher Mr. Anderson, ia pun mulai berjalan sendiri ditemani Lion yang hinggap di punggungnya bagai koala.

Ayah Lion dikenal sebagai seorang ilmuwan biologi yang lincah, pekerjaannyalah yang menuntutnya untuk sering menyelami lautan, bolak balik mendaki gunung dan melakukan petualangan alam bebas hingga saat ini di usianya yang menginjak 47 tahun.

Namun, membopong Lion di tengah badai salju dengan menempuh jarak yang lumayan jauh seperti ini cukup membuat ia tidak merasakan kehadiran tulang pinggulnya, darahnya seperti berhenti mengalir. Apalagi sekarang harus sedikit berlari supaya memangkas waktu beresiko Lion.

Dandelion's promiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang