[A story about the past]
Bervakansi di kaki gunung menjadi pilihan untuk merayakan keberhasilan mereka. Sayangnya beberapa kolega Mr. Anderson sudah pulang ke kampung halamannya kemarin pagi, kecuali Olivia. Rencananya, ia akan menetap untuk beberapa bulan. Ia beralasan sangat tertarik dengan Norwegia dan ingin belajar banyak tentangnya, khususnya kekayaan alam yang sangat khas disini. Itulah sebabnya ia menempel terus di samping Mr. Anderson untuk menanyakan segala hal yang tidak ia mengerti.
Tetapi Rose terlanjur mengartikannya lebih jauh. Setelah memperhatikan interaksi mereka beberapa hari ini, Ia menyadari bahwa ia telah cemburu akan kedatangan wanita itu yang secara tiba-tiba dan dalam waktu singkat sudah bisa menggantikan posisinya di mata profesor. Rose tidak mau berpikiran yang tidak-tidak, namun keadaan lah yang membawanya ke dalam bayangan buruk itu.
Seperti saat ini, Olivia dan Mr. Anderson tengah berdiri di tepian danau. Mereka terlihat akrab satu sama lain, sudah seperti teman lama saja.
Wanita itu terlihat sudah siap menyelam dengan kostumnya, sedangkan Mr. Anderson sepertinya hanya akan berdiam diri mengawasinya dari atas. Mereka terlihat bercakap-cakap sebelum Olivia menceburkan dirinya ke dalam air.
Sepengetahuan Rose, Olivia adalah seorang peneliti kelautan di Amerika. Tak heran ia tak memakai tabung oksigen maupun peralatan penunjang lainnya, ia memang benar-benar sudah ekspert dalam menaklukan arus air. Pantas saja ia sangat antusias saat di ceritakan bahwa ada danau terdalam di kawasan wisata ini.
Ah, ia semakin terlihat bersinar di mata Rose.
Rose menikmati pemandangan di depannya dengan muka masam. Sejenak ia berpikir kapan ia akan mulai belajar berenang dan mendapatkan lisensi untuk menyelam bebas.
Tapi segeralah ia tepis angan-angannya itu.
Apa kau bodoh, ingin menyelam bebas? Berenang di tepian danau saja aku tenggelam. Lagipula aku tidak tertarik dengan marine biology.
Hatinya dirasa makin memburuk setelah kedatangan wanita itu. Rose adalah wanita yang baik-baik, tidak pendendam dan tak pernah hilang kepercayaan dirinya. Tapi entah mengapa semuanya berubah karena sebuah hal kecil seperti saat ini.
Ia memalingkan wajahnya ke arah dua orang manusia yang sedang asyik sekali bergurau, yang satu sedang membakar barbeque sedangkan satunya lagi memotong-motong kayu bakar. Daripada melihat keakraban profesor dan Olivia, ia pikir lebih baik ia membantu Ricci memanggang daging sapinya.
"Ricci kemarikan kuasnya. Biar aku yang mengolesi menteganya." Rose bangkit dari duduknya, menyabet kuas Ricci dengan cepat.
"Bagus, aku ingin mengecek ponselku dulu. Kukira ada pesan masuk dari seseorang." Ricci berlari menuju tenda. Mengira seseorang akan mengiriminya pesan.
"Paling hanya dari operator sim card-mu saja," ejek Neil sambil berekspresi meremehkan.
"Sisakan untukku satu helai daging sapi yang dilumuri banyak mentega, Rose."
"Tidak akan Neil, kolesterolmu pasti akan naik lagi. Seharusnya kau tidak usah memakan daging sapi ini sekalian. Ah, perlukah aku memasak sup kacang merah atau asparagus untukmu?"
"Rose ... siapa yang mau makan sayuran saat ada daging dan soda di depan mereka. Ayolah Rose, sekali saja." Mata Neil lucu sekali saat memohon seperti itu, seperti anak berang-berang.
"Baiklah baiklah," Rose tidak bisa berbuat apa-apa saat Neil berlagak memelas seperti tadi.
"Oh ya Neil, apa kau tahu apa yang sedang mereka lakukan di sana?" Tanya Rose tanpa mau terlihat itu penting baginya.