Chapter 16 : Little Things Happier

7 1 0
                                    

[A story about the past]

Samar-samar suara orang berbicara mulai terdengar. Kepalanya terasa pusing sekali. Dimana kini ia berada pun ia tak tahu. Apa kisah terakhir kali yang membuatnya sampai disini pun ia tak ingat. Yang terlihat di depannya hanya dua buah bayangan bergerak di sebuah gorden putih.

Ia mengerjap-ngerjapkan matanya dan mulai sadar sepenuhnya. Ia pikir ia sedang berada di sebuah, laboratorium? Ya, sebab ada banyak peralatan penelitian disini.

Tapi siapa pemilik laboratorium ini? Tanyanya dalam hati.

"Aah," tubuhnya terasa pegal. Nanti saja ia pikirkan siapa pemilik tempat ini, yang penting sekarang ia ingin meregangkan otot-ototnya yang terasa memar.

Ia pun bangun dari posisi tidurnya, tapi saat kakinya digerakkan, secara bersamaan terdengar suara rantai beradu dengan kerangka besi tempat tidur yang ia tempati. Saat itu juga wanita itu baru menyadari sesuatu bahwa ia tengah diculik.

Tiba-tiba, dari balik gorden putih muncul dua sosok pria berpakaian layaknya peneliti. Yang satu berusia sekitar 55 tahun, berbadan pendek, gendut, berkepala botak dan satunya lagi berusia sekitar 25 tahun dengan perawakan tinggi, kurus dan berhidung mirip tongkat bisbol. Wanita itu seketika terkejut akan kedatangan mereka. Ia pikir ia akan dijadikan bahan percobaan ilmuwan gila yang ada di depannya.

Ah ia baru ingat, tadi sehabis membeli kopi langganannya ia dibawa paksa oleh dua orang ke dalam sebuah mobil wagon dan pastinya kenapa ia tiba-tiba sudah berada disini adalah karena ia dibius lalu tidak sadarkan diri.

"Apa yang akan kalian lakukan?" Mereka mendekat ke arah wanita yang tidak bisa berkutik itu. Inilah akhir dari hidupnya. Belum sempat ia menyatakan hal penting untuk sang profesor, ternyata ajal akan lebih dulu datang menjemputnya.

Tak ada semacam alat untuk membela diri didekatnya, ingin berteriak pun rasanya percuma. Ia rasa laboratorium ini berada di bawah tanah, karena hawanya yang sangat pengap dan panas.

Kedua pria itu telah sampai di depannya dengan seringaian yang cukup membuat bulu kuduk merinding.

"Ternyata si asisten profesor yang berada disini," ucap lelaki yang berkepala botak.

"Siapa kalian dan apa yang kalian inginkan?" Balas wanita itu takut-takut.

Kenapa mereka tahu identitasku, ada yang tidak beres.

"Oh tenanglah kucing kecil, kami tak akan melukaimu atau menjadikanmu bahan percobaan. Kau pasti tahu percobaan yang melibatkan manusia sebagai bahannya sudah dilarang sejak lama. Tapi jika kami memerlukannya, kami siap menjadikanmu preparat, hahahahaha." Kata pria yang lebih muda. Dengan wajah memerah mereka tertawa sangat menggelegar hingga mencapai ke seluruh sudut ruangan. Wanita itu semakin ketakutan, ia menduga penculikan ini pasti ada hubungannya dengan sang profesor.

"Kau pasti Rosaline whitewood, si kesayangan profesor. Gadis yang cekatan dan terampil, lulus di universitas terbaik di Norwegia dengan nilai mengagumkan, ditambah, jika dilihat dari dekat, kau cukup cantik. Aku tahu itu." Tangan si pria tinggi mengelus lembut pipi Rose tanpa permisi.

Rose memalingkan wajahnya ke arah samping, menghindari perlakuan yang tidak senonoh dari pria gila didepannya.

"Sudahlah Hanest, hentikan main-mainnya. Kita harus memberitahunya sesuatu." Pria tua disampingnya mengintrupsi kelakuan anak buahnya itu.

Pria yang diketahui bernama Hanest itu pun menunjukkan ekspresi kesal setelah perlakuannya dihentikan secara paksa.

"Ayah, mungkinkah wanita ini akan menuruti perintah kita?"

Dandelion's promiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang