Chapter 2 : Nine years later

74 6 2
                                    


[A story about the future]

Prang...

kratak
kratak

deg

Suara lemparan batu sukses membuat seorang lelaki terperanjat dari damainya suasana hati pagi ini yang ia awali dengan membaca buku berjudul "Fungus", emosinya kini meningkat dan ia tak segan memaki orang yang telah berbuat demikian jika saja (bukan)..

Brak...

Lelaki itu membuka kasar jendela kamarnya dan menengok keluar.

Dari bawah terlihat seorang gadis menggerakan bibirnya membentuk ucapan "Hi" tanpa suara ke arahnya dengan senyuman sehangat belaian bibit dandelion yang akan melindungi laki-laki itu dari dinginnya musim salju yang akan segera tiba. Gadis yang Ceria.

(..Lion yang melakukannya).

Senyum itu, ucap Orion dalam hati.

Orion memandang Lion dari atas balkon kamarnya. Mata coklat tua Lion terlihat berkilauan dari atas sana membuat Orion terperangah dan tak bisa memalingkan pandangannya untuk beberapa detik.

Di bumi, Dandelion bermekaran membuat Orion yang ada di langit, tak bisa luput dari pandangannya.

Membalas senyumannya dengan tulus dan membiarkan jendela kamarnya terbuka adalah penyambutan yang selalu ia lakukan kepada gadis itu.

Orion nampaknya tak bisa melakukan hal jahat seperti "berkata kasar" pada gadis pelempar batu itu. Amarahnya seakan terkuras habis jika harus melihat wajah teduhnya.

Ia mengambil ransel hijau tua dan bergegas keluar dari kamarnya yang berada di atap, menuruni tangga demi tangga rumah yang berliuk-liuk sambil memunculkan segurat senyum dibibirnya.

Saat sampai di tangga terakhir rumahnya yang begitu panjang, ia tersentak.

"Astaga, aku melupakan sesuatu," kicaunya pada diri sendiri.

Orion pun memutar langkahnya, kembali ke atas menyusuri anak tangga yang tak ingin ia hitung karena terlalu banyak. Membutuhkan waktu kurang lebih tujuh menit hanya untuk menghitungnya, hal itu pernah ia lakukan ketika ia sedang benar-benar bosan.

Setelah sekian menit berjalan, Orion masuk ke kamarnya mencari buku anatomi tumbuhan yang tertinggal di balik bantalnya. Semalam ia tak sengaja tertidur pulas saat setelah hampir seharian penuh belajar untuk persiapan ujian. Hari ini adalah pertarungan terakhirnya, ia begitu percaya diri akan mendapatkan nilai yang memuaskan melihat perjuangannya saat ini.

Ia membalik bantalnya dan mendapatkan buku anatomi tumbuhan itu, lalu bergegas pergi ke bawah takut-takut Lion memarahinya karena terlalu lama.

Hingga akhirnya sampailah ia di beranda rumahnya yang luas dan dipenuhi oleh tanaman bonsai, beragam bunga cantik juga guci-guci antik yang berada di pojokan.

Di antara deretan bunga mawar merah berdiri seorang wanita cantik berumur 40 tahunan berbalut dress krem pastel ala bangsawan yang dihiasi renda di sana sini.

Wajahnya molek sekali, bibirnya dipoles lipstick semerah lady bug yang hinggap di mawar peliharaannya. Kulit wajahnya diberi bedak samar-samar sehingga terkesan tak berlebihan dan jika di teliti wajahnya sama sekali tak menampakan keriput ataupun garis mata. Rambut blonde yang berbeda dengan anak laki-lakinya ia tutupi dengan topi yang lebar sehingga wajah cantiknya sedikit terekspos jelas.

Penampilannya sungguh mempesona bagai gadis yang baru menginjak usia 20 tahun. Ya kau tahu, wanita itu tidak lain adalah ibu Orion Mrs.Rosaline Whitewood.

Orion melengang pergi tanpa menoleh sedikitpun pada Mrs. Whitewood. Orion sebenarnya menyadari kehadiran ibunya. Tapi, ada sesuatu yang ia tidak ingin perdebatkan dengannya lagi.

Ia ingin pagi ini atau bukan, hanya untuk hari ini saja ia bisa terbebas dari pembicaraan yang menurutnya tidak begitu penting. Pembicaraan yang selalu berakhir dengan perdebatan antara anak laki-laki dengan ibunya.

Baru saja Orion menginjakkan kakinya di pappin block taman rumahnya, seseorang di seberang sana bergumam.

"Aku harap kau tidak memikirkan apapun kecuali fokus belajar dan mempersiapkan diri untuk menduduki posisi terpenting perusahaan," tegas Mrs. Whitewood dengan tatapan tajam dan angkuh. Jauh berbeda sekali dengan Mrs. Whitewood kala berdiam diri memandangi bunga-bunganya, ia akan terlihat anggun dan penuh kasih sayang, tak ada yang tahu jika sudah bicara ia akan seperti apa. Mrs. Whitewood seakan mempunyai dua kepribadian yang berkebalikan, walaupun mungkin sisi angkuhnya yang mendominasi.

Orion membalikan tubuhnya dan membalas perkataan ibunya dengan anggukan malas, tanpa senyum sesenti pun. Ia telah menduga hal itu lagi yang akan ibunya tegaskan.

Orion tak ingin memperpanjang masalah ini hanya untuk yang kesekian kalinya. Ia ingin menenangkan pikirannya. Ia tak bisa terus menerus menerima tekanan dari ibunya, walaupun ibunya berdalih itu untuk kebahagiaan Orion sendiri.

Orion menatap ibunya sebentar dan bergegas pergi menuju gerbang, mencari sosok gadis yang tadi melempar jendelanya dengan batu.

Ternyata Lion sedang menunggu Orion di bawah pohon willow samping rumahnya yang rindang dan teduh, cocok sekali untuk melakukan tradisi Hanami seperti di Jepang, namun yang membedakannya hanya sebatas jenis pohon.

Wajah Lion tiba-tiba berubah drastis, baru saja Orion melihatnya tersenyum girang melempari jendelanya dengan batu kini tiba-tiba tergurat kesenduan di sana. Orion mulai mendekat ke arah Lion tanpa gadis itu sadari.

Lion tetap merenung seperti memikirkan sesuatu yang tak menyenangkan. Pandangannya tetap setia pada sepatu boot cokelat miliknya sampai sebuah boot lain berada dihadapan bootnya yang membuat tubuhnya hampir terlonjak ke belakang.

Lion mencoba menetralkan kembali perasaannya dan dengan cepat menegakan lehernya, memunculkan senyuman yang sepertinya membuat andromedapun iri kepadanya.

Wajah itu, mengapa ia sembunyikan-tanya Orion dalam hati.

"Oh, astaga Orion. Kau selalu tiba-tiba. Ayo kita berangkat," ajak Lion sambil mengeratkan sweater putih tebal yang ia kenakan.

"Bukankah kau yang selalu mengejutkanku dengan melempari jendela dengan batu," sindir Orion tentang kebiasaan Lion yang dimulai sejak sembilan tahun lalu hingga mereka kini beranjak dewasa.

"Jika aku berhenti melakukannya, itu tandanya aku mebencimu," Lion menghela napas.

"Beruntunglah aku masih berada disini," lanjut Lion sambil menjitak kepala Orion dan berlari cepat dengan pipi yang ia sembunyikan.

blushing

Aku sangat beruntung, batin Orion.

"Hei Dandelion! tunggu!" teriak Orion sambil berlari.

Orion menyusul Lion yang punggungnya kian mengecil tertelan bukit. Sebuah senyum manis tercetak di wajahnya, terbelai jernihnya embun pagi. Orion tak perlu lagi mencari kebahagiaan bagi dirinya karena sejak dulu Orion telah menemukan apa yang ia cari. Ia tidak akan melepaskannya, sampai kapanpun.
.
.
Tanpa di sadari mereka berdua, seorang wanita meremas setangkai mawar merah berduri hingga melukai jari indahnya. Memperhatikan tingkah mereka dari kejauhan, terasa memuakkan baginya.

tes
tes
tes

darah segar mengalir mengikuti lekuk tangkai bunga perlambang cinta itu, menyusuri duri duri lancipnya dan berakhir di lantai menyisakan dua jejak butiran merah.

"Perusak," ucapnya.

To be continued ...

Dandelion's promiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang