Chapter 8 : Never gone

25 2 7
                                    


[A story about the future]

Byarrrr

"Hah hah"

Blub blub blub

"Tolong"

Blub blub

"Ibu, hah!"

Blub blub blub

"Hah, ibu!"

Blub blub blub blub blub

Tangannya tidak muncul lagi di permukaan, tenggelam bersama kesedihan. Apakah ini waktunya ia harus menyerah, tak ada yang bisa ia percaya lagi, semuanya palsu. Tidak ada yang lebih baik selain pergi dari dunia ini.

Jika ia bisa memilih, maka ia akan memilih dunia dimana ia tidak pernah dilahirkan. Ia berpikir tuhan membencinya, ia hanya mengirim tubuhnya ke dunia tetapi ia tidak serta merta mengirim kebahagiaan padanya. Kalau begitu mengapa ia tetap mengirimnya, apa tuhan ingin mempermainkannya.

Perlahan buih-buih kesedihan dan kegelapan mulai meliputi jiwa dan tubuhnya, ia siap untuk hilang dari setiap memori orang-orang yang bahkan menginginkannya pergi. Ia sudah memikirkannya sepanjang hidupnya, ini adalah jalan yang akan ditempuhnya.

Matanya terpejam, menikmati denyut jantung untuk terakhir kalinya. Satu mili lagi anak lelaki itu akan benar-benar hilang.

Namun tiba-tiba seorang gadis kecil menghampirinya. Ia tersenyum dan meraih tangannya, membawanya ke dalam cahaya yang sangat menyilaukan.

"Haaaahhhh."

Lelaki itu membuka matanya dengan napas yang terengah-engah. Memunculkan air muka yang bercampur antara amarah, ketakutan, kebencian dan kesedihan yang mendalam. Ia tidak bisa memfokuskan pupilnya, keringat dingin mengucur deras di pelipisnya.

"Hah hah hah hah."

Ia meneguk ludah, jantungnya berdetak cepat. Matanya menyorot ke segala arah. Meski pandangannya kabur, ia mencoba mencerna keadaan di sekelilingnya untuk memastikan ini mimpi ataukah kenyataan. Lalu ia menemukan seorang gadis disampingnya, yang cukup meyakinkan kejadian tadi hanyalah sebuah mimpi. Ia pun teringat telah terjaga semalaman untuk mengawasi gadis itu.

Orion menarik napas panjang dan membuangnya kasar, menghirupnya dan menghembuskannya lagi sambil mengumpulkan kembali kesadarannya. Mimpi barusan membuatnya sedikit lelah.

Dahinya berkerut, memikirkan bagaimana mimpi itu kembali lagi dan mencekiknya lebih keras. Seiring berjalannya waktu, ia kira trauma berat yang dirasakannya sudah hilang. Karena terakhir kali itu terjadi delapan tahun yang lalu. Namun ternyata itu belum berakhir.

Apa yang terjadi padaku? ia bertanya pada dirinya sendiri.

Ia merasakan tangannya digenggam oleh seseorang. Orion baru menyadarinya.

Orion menatap jemari mereka yang saling bertautan. Ia ingin meyakini bahwa gadis dalam mimpinya adalah Lion. Tapi, bukankah itu terlalu egois. Melibatkan Lion dalam sisi kelamnya. Selama ini Lion sudah banyak melihat Orion mengeluh dan menangis di pangkuannya, namun Lion tak pernah bertanya apapun padanya. Ia hanya melindunginya, menghiburnya, membuatnya kembali merasa tenang. Apakah ia akan membawa Lion lebih dalam pada dirinya, tentu saja tidak. Itu bukan keinginan Orion.

Dandelion's promiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang